🌀 THE WAY : 5. Aren't Disney 🌀

67 14 52
                                    

Sesuatu yang sudah menjadi milikmu, akan kembali padamu. Karena Tuhan dan semesta sudah berkonspirasi untuk itu.

*THE WAY*







"Sialan! Kenapa tiba-tiba hujan?" Aisha terus berjalan, sambil menenteng heelsnya.

Jalanan malam yang sepi malah membuat Aisha makin terlihat menyedihkan. Berjalan sendirian ditengah hujan, ditambah lagi dengan bajunya yang basah. Luar biasa. Dia benar-benar terlihat seperti gembel miskin yang tidak punya uang.

Aisha mengerang, apalagi saat membayangkan mobil merah jelek itu juga membuangnya. Satu-satunya hal yang sekarang masih dimiliki oleh Aisha. Kasihan sekali.

Ternyata, perkataan Alia waktu itu memang benar. Hidupnya memang sangat menyedihkan. Memangnya ada orang yang lebih menyedihkan daripada Aisha?

Aisha melempar heelsnya asal. Membuangnya kesembarang arah. Kemanapun, asal dia tidak melihatnya. Kemudian duduk pada trotoar jalan. Sambil meluruskan kakinya yang sudah lecet.

Tubuhnya bergetar karena dingin. Perutnya lapar. Tapi tidak ada apapun yang bisa dilakukan kecuali duduk seperti orang gila. Menatap langit yang terus mengeluarkan air.

Aisha mendengus, dia benci hujan. Dia juga benci panas. Aisha benci semuanya. Yang dia suka hanya Hero. Namun sayang, Hero meninggalkannya. Membuang Aisha demi perempuan munafik itu.

Memangnya apa bedanya dia dari Alia? Dia cantik, pintar dan juga langsing. Bahkan, Aisha jauh lebih cantik dari pada Alia. Perempuan munafik yang hanya berlagak baik itu.

Bayangan masalalu kembali menembus Aisha. Bayangan dimana dia diacuhkan. Aisha masih ingat, bagaimana semua orang di keluarganya menatap Alia sayang. Aisha juga ingat, bagaimana semuanya membanggakan Alia. Memang apa hebatnya? Dia juga bisa, hanya saja dia tidak mau. Untuk apa menunjukkan semuanya, jika yang akan disayang hanya Alia. Sementara Aisha selalu menjadi sesuatu yang salah. Semua yang dilakukannya tidak benar. Apapun itu.

Semua orang menyayangi Alia. Sementara Aisha, mereka semua membencinya. Aisha ingat, bagaimana mereka menyudutkan Aisha. Menyalahkannya atas hal yang tidak pernah dilakukannya. Semua kesalahan yang dilakukan oleh Alia, dia yang menanggung. Seakan dia memang terlahir untuk itu.

Aisha heran, memang apa bedanya antara dia dan Alia? Antara Cordelia dan Capella? Kenapa Aisha selalu dibuang? Sedangkan Alia selalu disayang.

Dia tahu, bahwa dia hanya anak haram. Anak yang kehadirannya tidak pernah diinginkan. Orang bilang, dia hanyalah kesalahan. Hanya papanya yang menerima. Menyayanginya bagai tuan putri. Melakukan apapun untuknya. Tidak ada seorang pun, yang menyayanginya seperti Ando. Tapi dia juga berhak bahagia, bukan?

Perlahan sudut mata Aisha berair. Air matanya jatuh, menyatu dengan hujan. Dia tidak punya siapa-siapa. Dia tidak punya tempat untuk pulang. Dia seperti kucing yang kehilangan induknya. Terombang-ambing.

"Kenapa aku sangat menyedihkan? Papa, kenapa kau tidak mengajak ku saja? aku ingin ikut." Aisha terus menghapus air matanya. Walaupun itu percuma, pipinya sudah basah--oleh hujan dan juga air matanya sendiri.

"Sadar diri juga lo!" Alia, berkata kasar. Seiring dengan langkah pelannya menuju Aisha.

Kening Aisha berkerut, ditengah malam dan hujan lebat seperti ini, untuk apa seorang Alia Capella menemuinya? Tidak mungkin hanya untuk memberikannya simpati. Kemudian Aisha bangkit, menatap Alia dari atas hingga bawah. Perempuan itu, kini sudah berada didepan Aisha--berdiri angkuh. Perempuan yang dibalut floral dress dengan panjang selutut itu berdiri sambil menatap Aisha jijik. Tubuh perempuan itu sama sekali tidak basah, tentu saja karena pelayannya senantiasa memayungi--melindungi sang majikan dari hujan.

THE WAY [COMPLETED]Where stories live. Discover now