Menatap Masa Lalu

2.3K 296 17
                                    

Seminggu setelah acara pertunangan, semuanya berjalan seperti biasanya, Azam hampa dengan kepedihannya, dan kesendiriannya. Sedangkan Izma kini berdua bersama Ibra, meniti sebuah kebahagiaan yang dia sendiri belum bisa menikmati kebahagiaan tersebut.

Azam memutuskan untuk kembali ke New York untuk menemui Dokter Daniel. Dia sengaja datang ke Universitas tempat Dokter Daniel mengajar.

"Azam. Bagaimana kabarmu?" tanya Dokter Daniel sambil menepuk pundak Azam, bagaimana pun Dokter Daniel selalu menyayangi Azam karena Azam adalah murid terbaiknya. Dan sudah di anggap sebagai saudara sendiri.

"Alhamdulillah keadaan saya baik Dokter Daniel, saya ke sini untuk mengatakan bahwa saya siap melepaskan Rumah Sakit milik Izma dan menyerahkan Rumah Sakit kepadanya," kata Azam kepada Professor Daniel.

"Apa kamu sudah bulat? Jadi kamu tidak akan menjadi pemimpin Rumah Sakit itu?" tanya Dokter Daniel dengan kepercayaannya.

"Iya Dok, saya akan memberikan semuanya untuk Izma, kami memang sudah bercerai dan Rumah Sakit itu adalah haknya dan karena itulah saya datang kemari, ingin sekali meminta pertolongan anda, agar anda bisa membantuku untuk membuat sebuah Rumah Sakit di Indonesia. Saya ingin anda menjadi penanggung jawab Rumah Sakit tersebut," tutur Azam kepada Dokter Daniel.

"Wah kenapa harus aku, kamu sendiri bisa menjadi penanggung jawabnya," kata Dokter Daniel dengan suara yang rendah tersenyum dengan manis ke arah muridnya tersebut.

"Rumah Sakit yang baru akan segera saya bangun dan saya mulai bulan depan, tetapi tetap saja jika sudah berdiri maka Rumah Sakit tersebut tidak akan bisa seperti Rumah Sakit yang lama, namanya juga Rumah Sakit baru. Karena itulah untuk soal perizinan dan lain-lain aku meminta anda membantuku," pinta Azam sambil menolehkan senyum yang penuh harap kepada profesornya tersebut.

"Baiklah kalau itu keinginanmu, tua bangka ini akan mencoba membantumu sebelum aku mati, bagaimanapun kamu adalah putra dari Dokter Nuriel sahabatku," tukas Dokter Daniel dengan kesungguhannya, lalu Azam pun tersenyum dengan manis, setelah mereka bercakap akhirnya Azam memutuskan untuk kembali ke apartemen lamanya, dia ingin beristirahat sebelum dia pulang ke Indonesia.

Sesampainya di apartemen pria itu merebahkan tubuh lelahnya di atas kasur kasur tempat dimana 5 tahun lalu Azam dan Izma saling berpelukan, memadu kasih dan cinta. Pria itu melihat kearah dapur, lalu terlintas bayangan saat dia sedang memasakkan sebuah sarapan untuk istri kesayangan.

Pandangannya kini beralih ke sebuah televisi di mana mereka dulu bermain PlayStation bersama. Dan kasur tempat dia tidur ini masih tercium bau wangi tubuh wanita yang sangat dia sayangi. Bagaimana ini kedatangannya ke New York malah membuat dia semakin merindukan Izma. Layangan tentang masa lalu membuat dia begitu tersiksa. Dokter Daniel menyarankan supaya dia segera menjual apartemen tersebut agar aja bisa terbebas dari bayang-bayang masa lalu yang membuat dia sedih.

Tapi pria itu tidak sanggup untuk menjual apartemen tersebut karena terlalu berharga dan terlalu bermakna. Di dalam apartemen itu tersimpan banyak kenangan manis dan indah yang takkan mungkin bisa dilupakan begitu saja.

"Izma, napasmu bahkan masih bisa aku rasakan, bau tubuhmu bahkan masih bisa aku cium, ya Tuhan, aku sangat merindukanmu," lirih Azam dasar hatinya pria itu memejamkan matanya dengan air mata yang menetes dari matanya yang terpejam.

Keesokan harinya saat dia terbangun,, dia merasa bahwa di sampingnya ada Izma menatapnya dengan senyuman manis.

"Pagi Izma, Sayang," bisik Azam dengan senyum manisnya tetapi tiba-tiba saja wajah Izma memudar dan menghilang dengan seketika, saat itulah senyum Azam berubah menjadi sebuah kepedihan.

"Ternyata kamu hanya bayangan saja, kamu begitu cantik aku begitu merindukanmu," lirih Azam sambil memejamkan matanya, dia itu pun mencoba menghela napas dengan kencang, mencoba untuk menetralisir semua kegelisahan di dasar hatinya. Sampai akhirnya dia memutuskan untuk bangun dan bergegas untuk pulang ke Indonesia, tidak ada gunanya dia terus di sana, hanya bisa tersiksa dengan kenangan masa lalu saja.

Azam bergegas untuk berangkat ke bandara tetapi di perjalanan di harus berhenti karena harus membeli multivitamin. Pria itu berhenti di sebuah apotek dan memberi multivitamin karena tubuhnya terasa begitu lemas.

Tetapi tiba-tiba saja Azam melihat sosok wanita yang sangat dia rindukan, Azam tidak tahu apakah dia berada di sebuah khayalan atau kenyataan.

"Izma," lirih Azam dengan suara yang bergetar. Pria itu sungguh merindukan Izma sosok wanita yang selalu berada di dalam hatinya.

"Azam?" Izma pun tidak percaya bahwa dia akan berjumpa kembali dengan Azam setelah perceraian itu dan setelah pertunangan, Izma pikir Azam sudah berbahagia bersama Aliza di Indonesia tapi ternyata Azam ada di New York.

Sampai saat ini Izma belum mengetahui tentang keberadaan Aliza yang berada di dalam penjara.

"Sedang apa kamu di sini, Sayang. Kamu terlihat begitu cantik dengan gaun warna merah. Ah aku sungguh merindukanmu. Aku masih sangat mencintaimu," kata Azam sambil mendekati Izma dan hendak menggenggam tangan Izma, namun sebelum Azam menyentuh tangannya, Izma langsung menjauhkan diri dari Azam.

"Kamu tidak berhak lagi untuk menyukai aku, dan kamu tidak berhak untuk mengatakan cinta kepadaku, aku bukan lagi istrimu." Izma perkata sambil memalingkan wajahnya sama sekali tidak menatap kearah Azam.

Hati Azam begitu sakit tatkala mendengar ucapan tersebut. Entahlah Azam harus bagaimana, karena ucapan manis dari sang mantan istri sudah berhasil meremukkan hatinya.

"Aku masih sangat mencintaimu Izma," kata Azam, sayangnya Izma sama sekali tidak mau menatap kearah Azam.

"Tidak perlu menjadi pembual, cintai saja istrimuz cari saja wanita lain tidak bisa mencintaimu lagi." Izma berjalan mundur menjauhi Azam, dia tidak mau berdekatan dengan pria tersebut karena jujur saja tubuh Izma melemas dan bergetar karena kini bertemu dengan Azam walau dengan ketidaksengajaan.

"Kamu tidak berhak melarang orang lain untuk mencintaimu, karena yang mencintaimu adalah hatiku. Baiklah kamu memang sudah tidak mencintaiku, atau mungkin saja memang dari awal kamu tidak mencintaiku. Aku terima itu, dan aku hanya ingin mengatakan maafkan atas semua kesalahanku di masa lalu, aku sudah menghubungi notarisku dan aku akan menyerahkan Rumah Sakit sepenuhnya kepadamu, karena itu emang adalah milikmu, warisan dari ayah kita untukmu. Aku sudah mengembalikan posisi Rumah Sakit pada kejayaannya, jadi kamu tidak perlu merasa cemas lagi seperti dulu, sesuai dengan pesan terakhir ayah, kalau aku harus mengembalikan Rumah Sakit pada kejayaannya, dan sudah aku lakukan hal itu, maka aku kembalikan lagi padamu," kata Azam dengan suaranya yang rendah namun masih terdengar jelas di telinga Izma.

"Benarkah kamu akan mengembalikan Rumah Sakit kepadaku?" Izma terkejut dengan apa yang dia dengar barusan, dan Azam pun mengangguk, tiba-tiba saja seseorang datang dan itu membuat Izma dan Azam terkejut.

Dokter Izma 3 (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang