Terbangun tidak senang

3.6K 385 31
                                    

"Syukurlah kamu sudah bangun Azam. Bagaimana sekarang kondisimu? Apakah kamu masih merasakan rasa sakit, kalau kamu masih sakit katakan saja sekarang," kata Profesor Daniel kepada Azam.

"Apa yang terjadi padaku?" tanya Azam ke pada Dokter Daniel.

"Kamu mengalami kecelakaan, dan akhirnya di lakukan operasi segera saat itu juga, kamu tidak mengingat kejadian tersebut?" tanya Dokter Daniel kepada Azam.

"Aku tidak ingat apapun, aku hanya ingat waktu itu sudah menerima panggilan telepon dari Namira," kata Azam dengan suara yang rendah.

"Ada apa dengan Namira? Apakah dia merengek meminta sesuatu?" tanya Profesor Daniel kepada Azam.

"Benar sekali, gadis kecil itu mengatakan ingin berjumpa dengan ibunya, karena dia diejek teman sekelasnya karena tidak memiliki seorang ibu," tangkas Azam dengan perlahan, tiba-tiba saja seseorang masuk dan tanpa sengaja mendengarkan Azam menceritakan seorang gadis kecil.

Betapa terkejutnya Azam tatkala melihat seseorang yang sangat dirindukan, kini berada di hadapannya.

"Ya Tuhan Sayang, Izma," kata Azam dengan mata yang membulat, tidak percaya bahwa selama 5 tahun dia mencari, akhirnya Izma datang di hadapannya, tetapi kini dia menggunakan jas Dokter, berarti memang Izma sudah menyelesaikan kuliahnya selama dia pergi meninggalkan Azam.

"Selamat pagi apa ada keluhan?" tanya Izma kepadanya Azam. Azam sama sekali hanya bisa menggelengkan kepalanya, pria itu begitu bahagia bahkan kini matanya sudah mulai berkaca-kaca dan meneteskan air matanya.

Sebuah kebahagiaan terpancar dari raut wajah pria tersebut. Azam ingin sekali bangun dan memeluk istrinya, tetapi sayangnya tubuhnya masih lemas dan bekas operasi itu masih sangat menyiksanya.

"Izma Sayang, akhirnya aku menemukanmu." Azam berkata dengan mata yang berkaca-kaca. Dia bahagia karena bisa melihat istri yang selama ini dia cari.

"Silakan kalian berdua berbicara, saya akan keluar sebentar," ucap Dokter Daniel mempersilahkan suami istri itu untuk saling berbicara dan dia tidak mau mengganggu pembicaraan mereka.

"Izma, Sayang apa kamu tau aku mencarimu sampai ke pelosok, sampai ke berbagai Negara," ungkap Azam kepada Izma.

"Untuk apa mencariku, hubungan kita sudah selesai semuanya, sudah tidak ada arti lagi, sekarang hubungan kita hanya sebagai seorang Dokter dan pasiennya," kata Izma dengan menorehkan senyum yang manis, wanita itu berusaha untuk tidak menangis dan tegar, dia berusaha profesional menjadi seorang Dokter, padahal saat ini hatinya berdegup begitu kencang, karena dia tidak kuasa ingin ikut menangis tatkala Azam menitikkan air matanya.

"Apa maksudmu Izma kenapa kamu berkata seperti itu. Kamu adalah istriku, kamu masih istriku, tidak ada yang akan bisa memungkiri hal itu," kata Azam dengan mata yang merah, pria itu begitu emosi dengan ucapan sang istri yang mengatakan bahwa mereka sudah tidak memiliki hubungan apapun.

"Saya sudah menandatangani surat perceraian kita, dan saya sudah ajukan itu pengadilan Agama, secepatnya kita akan meresmikan perceraian kita, ini salinan surat tersebut kamu bisa membacanya, aku telah menggugat kamu dan jika kamu tidak hadir di pengadilan maka itu akan mempermudahku untuk bisa terlepas darimu," kata Izma dengan mata yang berkaca-kaca, sebenarnya dia sudah berusaha untuk tidak menangis. Tetapi dia menahannya sekuat tenaga karena tidak mau terlihat lemah di mata Azam.

Tidak dipungkiri, mengatakan sebuah perceraian sangat sulit untuknya, karena Azam masih berada di hatinya, tapi dia tidak mau terluka untuk kedua kalinya, bahkan nyawanya selalu saja terancam jika ia berada bersama Azam.

"Apa ini, kenapa kamu tega melakukan hal ini padaku, aku mencarimu ke mana-mana tetapi kamu mau membelikan aku surat pernyataan perceraian, pada saat pertama kita berjumpa. Tidak tahukah kamu bahwa aku sangat merindukanmu selama ini, aku mencarimu seperti orang gila tetapi kamu," kata Azam dengan tetesan air matanya.

Hatinya teramat sakit tatkala mendengar bahwa dirinya bahkan telah digugat cerai oleh sang istri.

"Aku sudah memutuskan untuk bercerai darimu. Dan akan segera menikah dengan Ibra, kita akan memiliki hidup dan keluarga masing-masing, tidak akan lagi saling berhubungan. Selamat juga untukmu karena ada seorang gadis kecil yang kini sudah memanggilnya dengan sebutan Ayah. Gadis itu pasti sangat cantik mirip denganmu, atau mungkin mirip dengannya," kata Izma dengan senyumannya yang masam.

"Apa maksudmu? Apakah yang di maksud itu adalah Namira, gadis itu adalah anak angkatku, aku mengadopsinya karena aku terlalu kesepian di rumah, aku tidak memiliki siapa pun. Aliza sudah masuk penjara dan kamu telah pergi meninggalkan aku, hanya senyumanmu yang sekarang yang bisa membuat aku tenang," kata Azam dengan suara yang rendah sambil membuang mukanya.

Pria itu benar-benar merasa tersakiti dengan sikap sang istri. Hatinya teramat sakit ketika kini dia bahkan telah memegang surat pengajuan perceraian.

"Benarkah? Sudahlah tidak usah banyak berkata-kata. Bagaimana sekarang kondisimu. Apakah kamu baik-baik saja, mari kita periksa lukanya," kata Dokter Izma kepada Azam dan Azam hanya terdiam saja menahan kepedihan yang dirasakan.

"Lihatlah lukamu tumbuh dengan bagus, sudah sedikit mengering walaupun memang masih sangat rentan, kamu baru sadar dari koma, jadi sebaiknya kamu banyak bergerak miring kekiri dan kekanan," kata Izma memperlakukan Azam layaknya seorang pasien.

"Aku merasa heran kepada Tuhan. kenapa Tuhan telah mempertemukan kita dalam kondisi yang seperti ini. Seharusnya aku tidak bangun. Seharusnya aku mati saja dari pada harus bangun dengan rasa sakit yang sudah menghancurkan hatiku," kata Azam dengan suara yang lemah.

Kata-kata itu jelas terdengar begitu nyaring di telinga Izma. Sebagai seorang istri ia tidak tega mendengar suaminya berkata seperti itu, tapi keputusannya sudah bulat, dia akan segera bercerai dari Azam dan tidak akan menoleh ke belakang lagi. Dia masih berpikir bahwa Azam telah membohongi dirinya. Masih belum percaya bahwa pria itu telah memasukkan Aliza ke penjara.

"Tidak usah menyalahkan Tuhan tentang perpisahan kita Azam. Karena Tuhan juga yang telah menyatukan kita saat itu, kita hanya perlu bersyukur saja. Bukankah kamu juga pernah mengalami menikmati menjadi seorang suami dengan 2 istri, sekarang Setialah pada istrimu. Aku tidak akan menjadi penghalang untuk kalin lagi," kata Izma kepada Azam. Wanita itu masih tidak percaya bahwa Aliza sudah masuk penjara, kayakinannya selama ini bahwa memang Aliza hidup bahagia bersama Azam dan anaknya.

"Sudah kukatakan berapa kali bahwa dia sudah masuk penjara saat itu juga, kenapa kamu tidak pernah mempercayai aku, setidaknya untuk terakhir kali percayailah semua ucapanku," kata Azam dengan mata yang berkaca-kaca, tetapi Izma malah tersenyum seolah-olah mengejek Azam dengan senyumannya.

"Untuk apalagi aku mempercayaimu, disaat kita bahkan sebentar lagi akan bercerai, semoga proses perceraian kita berjalan dengan lancar, karena aku sudah tidak mau lagi berdiri dalam gelapnya masa lalu, berdiri dan tersakiti menjadi orang kedua yang selalu ditindas," kata Izma dengan mata yang berkaca-kaca, lalu pergi meninggalkan Azam sendirian. wanita itu langsung pergi dan menangis di balik pintu kamar rawat sang suami.

Sebenarnya dia tidak mau mengatakan hal itu pada Azam. Tetapi dia harus melakukan itu agar dia bisa berpisah dengan tenang.

"Berpisah denganmu kenapa menyisakan rasa sakit seperti ini, aku masih mencintaimu Azam, tetapi kita tidak bisa terus bersama, maafkan aku harus pergi."

Dokter Izma 3 (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang