Sebuah Kepedihan

2.5K 308 52
                                    

Malam itu suasana begitu sepi. Angin malam seolah memeluknya dalam kesepian. Rembulan menemaninya tetapi tak bisa di peluk hanya bisa menyelimuti tubuh sepinya dengan cahaya yang halus.

Di samping rembulan ada bintang yang setia menemani dan memberikan sebuah harapan kehidupan untuknya. Tetapi bahkan pria itu tak memiliki semua harapan itu. Setelah mendengar kabar bahwa Izma mantan istrinya sudah bertunangan dengan pria yang bernama Ibrahim. Maka rubuhlah semua harapannya.

Wanita yang sangat dia cintai kini sudah di pinang oleh orang lain. Harusnya semua ini tidak terjadi. Tetapi kenyataannya tidak seperti yang dia inginkan. Pupus sudah semua harapan yang tergambar dalam relung jiwanya. Kini berubah menanjadi sebuah rasa sakit yang menyiksanya.

Azam tahu ini adalah kesalahannya. Dia sudah menyia-nyiakan Izma dan menyakiti hati mantan istrinya itu.
Tetapi dia sudah berusaha untuk menceraikan Aliza berharap Izma bisa memaafkannya. Tetapi tak ada kata maaf untuk Azam dari Izma.

Dadanya sesak. Siaran ulang acara pertunangan Izma dan Ibra sudah tersebar di stasion televisi dan chanel YouTube. Bagaimana pria itu merasa tenang. Melihat wanita cantik itu kini sudah mematahkan rasa bahagianya. Kini yang tersisa hanya kehampaan dan dan kesakitan yang menerpa relung jiwanya.

"Tuan ini kopinya," sapa seorang pelayan.

"Hmm, simpan saja," kata Azam dengan suara yang rendah.

"Tuan sebaiknya masuk," pinta bibi nah kepada bosnya itu.

Bibi Nah adalah pembantu yang dulu merawat Izma. Yang Azam tugaskan.

"Aku tidak bisa masuk ke dalam, di dalam rasanya sesak sekali, Bibi lihatlah ini, Izma kini sudah bertunangan dengan pria itu." Azam memperlihatkan Vidio YouTube dalam ponselnya.

Bibi Nah lalu mengambil ponsel Azam dan menonton vidio tersebut. Terlihat Izma dengan begitu anggun bersanding di samping pria bule yang begitu tampan.

"Ya Tuhan ini nona muda, ternyata sudah bertunangan dengan tuan Ibra." Bi Nah tersenyum manis dan terlihat senang.

"Kamu senang?" tanya Azam dengan mata yang berkaca-kaca.

"Aduh maaf Tuan, Bibi tidak bermaksud seperti itu, Bibi hanya senang melihat non Izma tersenyum bahagia seperti itu. Bukan maksud bibi mengejek Tuan muda." Bibi Nah merasa bersalah kepada tuannya.

Bagaimana pun Azam kini begitu menderita dengan pesta pertunangan mantan istrinya. Karena tidak di pungkiri bahwa Azam memang masih mencintai Izma dengan sepenuh hati.

Lima tahun sudah Azam mencari keberadaan Izma. Tetapi setelah di temukan, ternyata hanya surat cerai yang dia dapatkan. Bukankah itu sudah menjadi sebuah bom untuk kehidupannya.

"Hatiku sakit Bibi, melihat senyum manisnya di samping pria lain, itu sangat menyiksa." Azam meneteskan air matanya. Dia tak kuasa lagi membendung semua gejolak kemarahan yang terpendam. Dia marah pada dirinya sendiri karena telah menyia-nyiakan Izma. Padahal dulu Izma adalah miliknya hanya miliknya. Namun dia tidak bisa menggunakan kesempatan itu untuk membahagiakan Izma, malah membuat Izma terluka dengan semua sikapnya.

"Tuan muda bersabarlah, semua sudah terjadi, jangan sampai anda sakit hanya karena memikirkan masalah ini," kata Bi Nah dengan mata yang berkaca-kaca. Wanita paruh baya itu tidak tega tuannya bersedih terus-menerus.

"Hatiku sakit Bibi, aku harus apa?" tanya Azam dengan tetesan air matanya. Pria itu terlihat begitu rapuh. Tubuh kekarnya tidak bisa menyembunyikan rasa sakit hati yang menyerang hati kecilnya.

"Bersabarlah Tuan. Bersabarlah rasa sakit hati anda saat ini memang begitu menyiksa, tetapi seiring dengan berjalannya waktu yakin anda pasti bisa menyembuhkan rasa sakit itu," kata bi Nah sambil menatap tuan mudanya dengan tatapan yang sendu, wanita tua itu tidak tega tuan mudanya terlalu rapuh.

"Entahlah kapan rasa sakit hati ini akan hilang, rasanya seluruh tubuhku tertusuk oleh ribuan pisau dan menghujam seluruh daging serta tulang-tulangku sehingga hancur, itu yang aku rasakan saat ini Bibi, jadi untuk sembuh dari luka itu pasti akan sangat lama, dan aku tidak tahu, rasa sakit ini bisa sembuh atau tidak, aku tahu sekarang hidupku seolah seperti di dalam neraka," lirih Azam sambil menatap bibi Nah.

"Tuan hanya keikhlasan hati yang bisa menyembuhkan Tuan. Tuan harus belajar apa yang namanya ikhlas. Tuan harus belajar juga apa yang namanya bersabar. Ingatlah sakit hati yang anda rasakan saat ini tidak sebanding dengan sakit hati yang telah Tuan berikan kepada nyonya dulu, berkacalah dari pengalaman masa lalu, biarkan nyonya bahagia bersama pria baru yang membuatnya tersenyum, dan anda pun harus ikhlas, dan tegar agar anda bisa cepat sembuh dari luka hati tersebut, sehingga anda bisa mendapatkan kebahagiaan anda sendiri, siapa tahu kelak ada perempuan cantik yang melebihi kecantikan nyonya Izma yang bisa menjadi jodoh anda yang terakhir," kata bi Nah kepada Azam.

"He he he aku tidak memikirkan ada wanita lain di dalam hidupku sama sekali, tak terpikirkan olehku," kata Azam menertawakan kehidupannya sendiri.

"Tidak boleh seperti itu Tuan, anda harus bahagia, tidak boleh terus-menerus menderita, hanya dengan mencari wanita lain hati anda akan sembuh," kata bi Nah dengan suara yang rendah, namun Azam mendengar itu dengan begitu jelas.

"Entahlah untuk kedepannya, tetapi untuk saat ini aku tidak bisa melihat wanita lain selain Izma, walau pun Izma sudah bertunangan dengan pria lain, tapi aku masih begitu mencintainya," lirih Azam dengan tetesan air matanya.

Hatinya yang sakit membuat jiwanya seolah hancur lembur. Perasaannya tidak karuan, merasa sangat cemburu marah dan bahkan aura membunuh timbul dengan sesaat. Rasanya Azam ingin datang ke pesta pertunangan tersebut dan menghancurkan pesta itu, dia ingin membunuh Ibra dan menculik Izma. Itu adalah jiwa liarnya Azam saat ini.

Tetapi ketika Azam berpikir kembali. Jika dia melakukan hal itu, maka dia tidak akan hidup bahagia selamanya, karena bukan cuma Polisi yang akan memburunya, bahkan Izma pun akan membencinya seumur hidup.

"Izma, Sayang." Pria itu menangis dengan begitu lirih, sambil memeluk foto Izma yang begitu cantik.

Ni Nah kini hanya bisa duduk sambil menatap tuan besarnya dengan mata yang Sendu. Dia baru pertama kali melihat tuannya menangis seperti itu. Walaupun dia cuma sekedar membantu. Tetapi dia sudah bekerja sangat lama, bersama Azam. Sehingga dia bisa merasakan rasa sakit yang dirasakan oleh Azam saat ini.

"Izma, ya Tuhan, aku ingin kamu lagi, aki ingin bersamamu lagi, bisakah aku memelukmu kembali?" Pria itu terus menangis diiringi dengan sengatan angin malam yang seolah menusuk ke dalam pori-porinya. Jiwanya yang hancur kini sudah ditemani oleh embun yang memeluknya.

Kesedihan yang dirasakan saat ini tiada tara. Bagaimana pria itu bisa menyembuhkan luka hati yang dia buat sendiri, sedangkan dia sendiri tidak tahu caranya untuk sembuh dari semua duka laranya.

Dokter Izma 3 (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang