⠀⠀⠀Dia terlihat kaget waktu itu.
⠀⠀⠀Ah, kalau diingat-ingat, wajahnya lucu sekali.
⠀⠀⠀Dia bilang, iya, dia mau.
⠀⠀⠀Dan aku merasa makin menyukainya setelah itu.
⠀⠀⠀Masalah itu entah bagaimana selesai begitu saja. Sekejap seluruh penghuni sekolah membicarakannya, sekejap kemudian semuanya lupa.
⠀⠀⠀Ini sudah seminggu setelahnya. Sudah seminggu masalah itu berlalu, sudah seminggu pula aku resmi menjadi pacar Zara.
⠀⠀⠀Hari ini hari Sabtu. Hari libur. Aku mengajak Gilang untuk olahraga pagi. Sekedar mengeluarkan keringat. Sudah lama rasanya aku tidak berolahraga selain pada jam pelajaran olahraga di sekolah. Oleh karena itu, aku mengajak Gilang untuk bermain tenis di lapangan perumahan. Ya, lapangan andalan itu. Kali ini kami akan benar-benar menggunakannya sebagai lapangan tenis.
⠀⠀⠀Gilang memarkirkan motornya di depan rumahku. Motor besar. Yang hanya orang-orang keren yang cocok saat mengendarainya. Ia melepas helmnya yang juga besar itu, lantas masuk ke garasi rumahku, menatapku sambil tersenyum menyeringai.
⠀⠀⠀"Pagi, man," ucapku, tertawa setelahnya. "Taruh situ aja helmnya."
⠀⠀⠀Gilang menaruh helmnya sesuai tempat yang kuarahkan, lalu menyibakㅡmerapikan rambutnya. Ia kemudian bertanya, "Nggak ngajak Zara?"
⠀⠀⠀"Eh," sejujurnya aku tidak menduga dia akan bertanya seperti itu. "Emang mau?"
⠀⠀⠀Gilang terlihat bingung. "Gue? Mau lah, orang biasanya juga ngumpul bertiga."
⠀⠀⠀Aku lantas menghampiri Gilang, memberikan salah satu raket tenis yang dari tadi kupegang kepadanya. Kami keluar dari garasi dan berjalan menuju lapangan itu bersama-sama.
⠀⠀⠀Aku melanjutkan. "Maksud gue, emang mauㅡjadi nyamuk?"
⠀⠀⠀"Hah?"
⠀⠀⠀Aku menghadap pada Gilang, tersenyum lebar. Dia memang belum tahu soal ini.
⠀⠀⠀"Adrian," panggilnya, balas menghadapku. "Demi apa lo?"
⠀⠀⠀"Demi lapangan tenis," jawabku, bercanda. "Lo inget minggu lalu waktu Zara kena masalah itu? Pas lo udah pulang, langsung dah, jedaaar."
⠀⠀⠀Gilang menyenggol lenganku. "Bener kan kata gue, lo emang mau deketin Zara,"
⠀⠀⠀Aku terkekeh pelan. Sebenarnya tidak juga. Tapi entahlah, semuanya terjadi begitu saja.
⠀⠀⠀"Jadi, ajak nggak nih?"
⠀⠀⠀"Ajak aja," Gilang memutar-mutar raketnya. "Toh kalian nggak mungkin lupa sama gue walaupun udah jadian."
⠀⠀⠀Aku menyetujui pendapatnya. Ya iya lah, mustahil aku dan Zara melupakannya. Akhirnya sebelum ke lapangan tenis, kami mampir dulu ke rumah perempuan yang saat ini sudah menjadi pacarku. Ketika kami sampai, ternyata ia sedang membantu ayahnya membersihkan halaman.
⠀⠀⠀Singkat cerita, aku memanggil Zara, mengatakan tujuanku dan Gilang datang ke rumahnya, tak lupa untuk meminta izin pada ayahnya karena beliau juga sedang ada di sana. Dan, asik, Zara mendapat izin. Setelah itu, Zara bergabung dengan kami, berjalan bersama menuju lapangan tenis andalan.
⠀⠀⠀"Hai lapangan tenis, kita ketemu lagi!" seru Gilang begitu kami sampai. Ia berlarian mengelilingi lapangan. Dasar bocah. Aku tersenyum saja, diam-diam menggenggam tangan Zara dan mengajaknya ke pinggir lapangan.
⠀⠀⠀"Zar, gantian nggak papa ya?" tanyaku seraya melepas genggaman tangannya. "Aku cuma bawa dua raket."
⠀⠀⠀Zara tersenyum. Argh, ini kelemahanku. "Nggak papa, main dulu aja, Dri."
YOU ARE READING
Redamancy. (on hold)
FanfictionMungkin iya, Arin merasa bahwa menyukai Adrian bukanlah sebuah keputusan yang tepat. Tapi menurutnya, menyimpan, memendam, dan tak pernah mengungkapkan perasaannya pada Adrian merupakan keputusan yang jauh lebih buruk. [BTS' Jungkook & Red Velvet's...
