Chapter {5}

790 102 25
                                    

Satu. Dua. Tiga. Empat. LIma.

Lagi-lagi aku berdiri di dekat tumpukan gelas dan menyusunnya. Aku tak menikmati pesta di tempat Finn. Sesekali kulemparkan tatapanku pada sekelilingku, mencari Sam tentunya. Namun aku belum menemukannya.

Ponselku tiba-tiba saja bergetar, seseorang meneleponku. Mataku menangkap nama Sam pada layar ponsel. Aku tersenyum. Tentunya dengan cepat aku mengangkat panggilan tersebut.

"Halo?" aku sedikit menaikan volume suaraku karena terlalu bising di tempat ini.

"Di...na di...mu?" samar-samar telingaku menangkap ucapan Sam di ujung sambungan teleponku.

"Apa?" aku lebih menaikan volume suaraku kembali.

"Dimana dirimu?" akhirnya aku dapat mendengar suara Sam dengan jelas.

"Di pesta bersama Dayana dan Benjamin," jawabku. Aku yakin kalimat Sam selanjutnya adalah permohonan maaf karena tak datang pada pesta ini, mengingat aku tak melihatnya sampai lewat tengah malam.

"Aku berada di depan rumah Finn, aku tak dapat masuk ke dalam karena begitu ramai."

"Benarkah?!" entah mengapa aku begitu riang. Aku sangat riang karena dugaanku salah. Sam berada di sini! "Baiklah, tunggu di sana!"

Seperti yang Sam katakan, sangatlah ramai ketika aku menuju bagian pintu utama rumah Finn. Cukup berdesakan terutama pada bagian foyer, dan situasi di sini mulai sedikit tak terkendali menurutku. Aku bahkan sudah menemukan seseorang yang tergeletak di lantai karena terlalu mabuk. Aku sedikit mengkhawatirkan Dayana. Sesekali kulemparkan pandanganku, memastikan Dayana masih berada di tempat sebelumnya dan masih sibuk mengobrol dengan orang yang tak dikenal. Namun pergi menemui Sam adalah hal yang jauh lebih penting. 

Akhirnya, aku menemukan Sam. Ia berdiri di dekat kotak surat yang bercat putih. Ia sangat tampan seperti biasanya. Namun, ada yang berbeda dengan gaya rambut nya, ia menyisirkan potongan undercut-nya ke samping.

Beberapa detik berselang, aku hanya berdiri dan terlihat bodoh karena tak sanggup mengatakan apapun ketika berhadapan dengan Sam. Ketika 'kesadaranku' kembali, aku berusaha keras untuk bersikap biasa saja.

"Umm... Di dalam benar-benar kacau," keluhku. "Aku takut mereka akan mabuk dan  menghancurkan perabotan milik Finn. Bantu aku untuk membujuk mereka pulang!" ajakku.

Aku berbalik, berniat untuk kembali ke tempat Dayana berada. Namun Sam menahanku dengan menarik lenganku. Bersamaan dengan itu, jantungku seakan ingin terjatuh. Aku terlalu berdebar keras.

"Mereka akan baik-baik saja," ucap Sam. "Tapi tidak denganmu."

Aku membalikan tubuhku, kembali berhadpan dengan Sam. "Maksudmu?" Aku keheranan dengan kalimat terakhirnya.

"Kau terlihat tak menikmati pesta ini," balasnya. "Kau tak begitu menyukai pesta 'kan?"

"..." Aku memilih terdiam, terlalu canggung untuk mengatakan bahwa tebakannya tepat.

"Ikutlah denganku!" Sam mengajakku ke mobil Jeep Wrangler merah miliknya.

"Bagaimana dengan Dayana dan Benjamin?"

"Aku berjanji akan kembali untuk mereka."

"Kemana kita akan pergi?"

"Kau akan mengetahuinya nanti."

***

"Kau menyukainya?" tanya Sam.

"Ini sangat lezat!" ucapku sembari menyentuhkan ujung jemari pada sudut bibirku, memastikan taco-ku tak meninggalkan jejak di sana. Dan aku mengulangi usapan jemariku itu sampai lima kali.

Setelah memarkirkan mobilnya disisi jalan, Sam membawaku ke sebuah area di dekat chinatown. Nampak berjajar food truck di tempat ini meskipun sudah lewat tengah malam. Cukup ramai di tempat ini, meskipun sedikit kumuh.

Sam tersenyum, "Kupikir kau akan menolak makan taco."

"Sayang sekali, aku bukan Dayana," jawabku.

Setelah menghabiskan Taco, Sam kembali mengajakku berjalan di melewati jalanan-jalanan sempit. Dan akhirnya kami tiba di area perkantoran dan masuk ke taman milik sebuah gedung melalui pintu belakang yang letaknya dekat area pembuangan sampah.

Ketika kudongakkan kepalaku ke langit, aku menangkap sebuah bangunan yang cukup tinggi dengan logo W.Inc—perusahaan elektronik. Untuk apa ia membawaku ke tempat ini?

Namun kutahan pertanyaanku hanya dalam hati. Aku sudah bosan dengan jawaban Sam yang sama. Kau akan mengetahuinya nanti. Pada awalnya, kupikir tujuan utamanya adalah mentraktirku Taco. Tetapi melihat caranya berjalan mulai sedikit mengendap-ngendap ketika mendekati pintu masuk gedung ini, sangat terlihat ia memiliki suatu rencana. Apa ia berniat mencuri sesuatu dari tempat ini?

Tapi aku tak begitu peduli, karena aku terlalu senang bersama Sam. Aku tak pernah merasa sebahagia ini.

Sam lalu mengeluarkan sebuah kartu akses untuk membuka pintu masuk. "Aku meminjamnya dari Ayahku. Ia bekerja di sini," ucap Sam.

Dalam beberapa menit berikutnya, berkat kartu akses itu, kami berdua sudah berada di lantai ke dua puluh lima gedung ini, tepat di rooftop. Dari tempat ini aku dapat melihat gemerlap cahaya kota.

"Matahari terbit akan sangat indah jika dilihat dari tempat ini," ucap Sam.

Entah mengapa cara Sam berbicara membuat suasana tempat ini seakan berubah. Aku merasa ada aura romansa di tempat ini. Entah itu memang benar perasaanku atau hanya harapanku saja.

"Tapi saat ini masih pukul empat. Kota datang satu setengah jam lebih awal," ucapku sesaat setelah mengecek jam pada ponselku.

"Tidak, kita datang di waktu yang tepat," jawab Sam. "Kita bisa mengobrol sembari menunggu matahari terbit."

"Mengobrol?"

Ini sudah sekian kalinya Sam berhasil membuatku semakin berdebar. Apa ia penasaran denganku?

Tidak. Tidak. Tidak. Tidak. Tidak. Aku tak boleh berpikir terlalu percaya diri! Bisa saja aku hanya wanita acak yang diajaknya berkencan.

Tapi tak kupungkiri, aku teramat senang.

Akhirnya aku bercerita banyak mengenai diriku. Makanan yang kusukai, kisahku ketika SMA yang menjadi korban penindasan, dan banyak hal yang lainnya. Begitupula dengan Sam, ia menceritakan banyak hal mengenai dirinya.

Aku bahkan baru mengetahui bahwa Sam merupakan pemegang sabuk hitam karate. Itu sangat mengagumkan. Namun, yang terpenting ia bercerita jika ia tak sedang berkencan dengan siapapun.

Itu adalah berita yang sangat bagus untukku.

Aku merasa waktu satu setengah jam berlalu sangat cepat. Langit sudah berubah warna. Dan sinar kuning hangat muncul di antara batasan langit dan bumi. Matahari sudah terbit. Dan ini adalah pemandangan yang menakjubkan.

"Apa kau sering ke tempat ini untuk melihat matahari terbit?" tanyaku sembari menoleh ke aras Sam yang ternyata sedari tadi memandangiku. Aku menjadi kikuk dan memalingkan wajahku ke tempat lain.

Sam lalu sedikit mendekatiku, lalu ia menarik tubuhku.  Kedua telapaknya menyentuh bahuku dan... menghadiahiku sebuah ciuman.

***
Tbc.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 18, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

FIVEWhere stories live. Discover now