Chapter {5-(5÷5)}

432 91 3
                                    


Aku tak pernah sepenasaran ini dengan seseorang.

Samuel Lynch.

Bahkan dalam satu hari aku sudah lima kali mengunjungi halaman sosial media milik Sam. Umm... Tidak, bukan lima kali. Sepertinya sepuluh kali atau... Lima belas kali? Aku tak begitu yakin dengan angkanya, namun dapat dipastikan jika aku berkali-kali menatapnya melalui ponsel.

Aku sendiri tak begitu yakin apa alasanku menyukai lelaki ini, entah karena ia memiliki wajah yang tampan. Atau karena ia memiliki kepribadian yang cukup menarik. Namun aku mengetahui satu hal kelemahannya, ia sangat mudah tertidur. Ketika kami menonton film bersama beberapa waktu lalu, ia hampir menghabiskan sebagian waktunya dengan tertidur di bangku penonton. Dan aku sendiri pun tak begitu menikmati film yang membuat Dayana berkali-kali berteriak ketakutan dan beberapa kali mengeluarkan kalimat yang cukup kasar, karena diam-diam aku sibuk memperhatikan Sam yang tertidur.

Hanya dengan social media, aku bahkan sudah hampir mengetahui pohon keluarga milik Sam. Ia memiliki seorang adik perempuan yang mengikuti klub pemandu sorak di sekolahnya. Sejauh ini aku tak menemukan fotonya dengan seorang wanita dengan pose bak sepasang kekasih. Seperti yang Dayana katakan, He is available.

"Jadi kau menyukai Sam?" entah sejak kapan Dayana berdiri tepat di samping tempat tidurku. Dari posisinya, tentu saja dengan jelas ia dapat melihat semua apa yang terpampang di layar ponselku.

Spontan aku langsung mematikan layar ponselku dan menjauhkannya dari Dayana. "Tentu saja tidak, kau pasti bercanda," tentu saja aku berbohong.

"Benarkah? Oh, sayang sekali," ucap Dayana sembari menyentuhkan telunjuk pada dagunya. "Aku baru saja memberikan nomor teleponmu pada Sam," ucap Dayana dengan nada sedikit mengejek.

Aku kemudian sedikit memalingkan wajahku ke arah dinding, lalu diam-diam melebarkan senyuman. Benarkah?

Rasanya aku ingin menanyakan kebenaran hal itu pada Dayana. Bisa saja ia hanya menggodaku 'kan? Namun kuurungkan niatan itu, aku tak ingin terlihat begitu antusias berbicara mengenai Sam di depan Dayana.

Dan tanpa menunggu waktu lama, aku menemukan jawabannya. Ponselku bergetar, pertanda sebuah pesan baru saja terkirim untukku.

Hei , Heidi. Aku Sam. Kemarin malam adalah waktu yang sangat menyenangkan. Bagaimana jika kita berdua pergi ke Red Lobster minggu depan?


***


Aku hanya bersandar di salah satu dinding, memperhatikan Dayana yang sudah setengah sadar menari di tengah-tengah ruangan bersama Benjamin dan orang-orang yang tak kukenal. Suara gemuruh musik dan kerlap-kerlip lampu warna-warni sama sekali membuatku tergoda untuk menikmati pesta ini.

Aku terlanjur berjanji kepada Dayana menemaninya ke sebuah pesta yang diadakan di rumah sepupu Benjamin. Dan hal itu membuatku harus menolak ajakan Sam. Ada sedikit kekesalan di hatiku. Meskipun Dayana tak memintaku, namun, aku merasa memiliki kewajiban untuk tetap terjaga malam ini dan membawa Dayana pulang dengan selamat ke kamar kami. Tentu saja, hal buruk bisa saja terjadi kepada wanita yang terlalu mabuk. Dan alasan itulah yang membuatku belum menyentuh minumanku sedikitpun.

Karena sedikit bosan. Aku butuh teman bicara, namun aku tak berani untuk memulai pembicaraan dengan siapapun di tempat ini. Akhirnya, aku beranjak pergi ke sebuah meja berisi minuman dan tumpukan gelas-gelas kertas berwarna merah.

FIVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang