Chapter 9-Tuturan Menyayat Hati

Start from the beginning
                                    

Stevlanka terus melangkah menuju belakang sekolah. Semakin jauh, koridor yang mereka lewati semakin jarang keberadaan siswa. Karena takut akan terjadi hal yang buruk Ardanu mempercepat langkahnya, menahan pergelangan tangan Stevlanka. Gadis itu tampak terkejut.

"Ardanu?"

"Lo mau ke mana?" tanya Ardanu dengan tatapan lekat.

"Gue-"

Belum sempat Stevlanka melanjutkan ucapannya, Ardanu menarik Stevlanka meninggalkan koridor itu. Entah mengapa Ardanu senang sekali menarik-nariknya seperti ini. Dan anehnya lagi, Stevlanka hanya diam. Ia mengikuti langkah Ardanu. Melewati anak tangga menuju lantai atas. Sekarang mereka berada di rooftop.

Ardanu melepaskan tangannaya menatap Stevlanka. Begitu juga Stevlanka. Ada keinginan untuk mencari tahu seperti apa awal mula Ardanu memimikan masa depan.

"Kenapa?" tanya Ardanu memiringkan kepalanya.

Stevlanka mengerjapkan matanya. Ia meneguk salivanya. "Dan," akhirnya Stevlanka membuka suara. "Tentang mimpi lo itu, sejak kapan?"

"Bukannya lo udah gue bilangin, sejak kecil."

Stevlanka tidak tahu bagaimana memulai bicara. Ia memilih duduk menatap lurus ke depan. "Gue cuma mikir aja, kenapa gue masuk di mimpi lo. Tiga kali?"

"Enggak," sahut Ardanu cepat. Ia duduk di samping Stevlanka. Gadis itu menoleh, mengerutkan keningnya.

"Sering, kok."

Stevlanka berdecak. "Lo aja baru kenal gue."

Ardanu tersenyum. Ia menatap lurus ke depan dan berkata, "Mimpi-mimpi itu menjadi kenyataan sejak gue masih kecil. Berumur tujuh tahun ... mungkin. Gue mimpi kejadian yang mengerikan. Tapi gue cuma bisa diam dan akhirnya membuat gue menyesal. Sejak saat itu gue berjanji akan mengubah hal-hal buruk yang akan terjadi."

"Itu alasan lo membantu gue?" tanya Stevlanka. Ardanu mengangguk sebagai jawaban. "Gue rasa semakin gue memikirkan seseorang semakin sering juga gue bermimpi tentangnya. Dan itu berlaku buat lo. Gue mikirin terus, sih, makanya lo masuk terus di mimpi gue." Ia tersenyum menatap Stevlanka. Mata bereka bertemu.

Gue bakal tali Stevlanka kalau abis ini ninggalin gue lagi, pikir Ardanu.

Sekarang Stevlanka benar-benar terbawa suasana. Semuanya memang nyata. Mimpi Ardanu, sikap Ardanu, itu semua nyata. Ada sesuatu yang muncul di benaknya. Sebelumnya, Stevlanka tidak pernah merasakan seperti ini-dilindungi atau dijaga dari hal-hal buruk. Sekarang Stevlanka bisa merasakan ketulusan Ardanu.

"Tangan lo gimana?" Ardanu menatap tangan Stevlanka.

Dulu Stevlanka merasa tidak ada satu pun yang peduli dengannya di sekolah. Semuanya bertolak belakang dengan keadaan saat ini. Jika Stevlanka kembali melakukan hal yang sama-melukai banyak orang-apa keadaan saat ini akan kembali lagi seperti dulu?

"Lebih baik," jawab Stevlanka. Jujur saja ia takut berhubungan dengan orang lain. Hidupnya cukup berbahaya untuk menarik seseorang masuk dalam kehidupannya. Menjadi orang yang tertutup adalah pilihan Stevlanka lebih tepatnya tidak ada pilihan lain.

"Lo kenapa, sih, Vla? Lo nggak punya penyakit menular, tapi kenapa seakan lo menjaga jarak sama anak-anak?" tanya Ardanu penasaran.

Stevlanka mengerjapkan mata. Mulutnya terbuka ingin mengatakan sesuatu, tetapi tertahan karena bel masuk sudah berbunyi. "Udah masuk, mendingan kita balik sekarang." Beranjak dari duduknya, meninggalkan Ardanu.

Ya Tuhan, Vla seneng banget tiba-tiba pergi, Ardanu menundukkan kepalanya, menghela napas panjang.

"Lo nggak mau masuk?"

DELUSIONSWhere stories live. Discover now