"Your room."

"Ada kamar lain tidak?" Yang benar saja! Masa tiap hari Bastian harus melihat lautan dan cewek-cewek nyaris telanjang di pantai sana. Iya, meski jauh dari tempat wisatanya, tapi tetap terlihat.

"Why? This's your parents room. Mungkin di sini kamu bisa menemukan beberapa keping kenangan tentang mereka." Sean menjawab acuh. "Pilihan kamar hanya tinggal dua. Kamar ini, atau kamarku."

Woohh!!! Coky bersorak pelan. Meledek Bastian yang tampak bergidik tak nyaman.

"Mending gue di sini daripada tidur sama lo!" sungutnya.

"Excuse me?"

"Ah, nope." Bastian masih agak takut loh. Ini sarang orang-orang berbahaya. Kalau dirinya melawan, bisa-bisa besok keluar tinggal bangkai. Syukur kalau dimakamkan dengan layak, kalau dilempar ke tengah laut lalu jadi santapan hiu? Malang sekali nasibnya. "Lalu teman saya?" Bastian melirik Coky yang sejak tadi sudah berbinar-binar. Berkhayal kalau kamar besar dan bagus ini menjadi kamarnya. Tapi sayang, itu hanya khayalan.

"Dia tidur di salah satu kamar lain yang ada di sini. Mara tidak boleh tidur bersama orang lain. Selain pasangannya."

Kejam! Coky merengut. Omong-omong, Sean ini bahasa indonesianya lumayan oke loh. Katanya, ini berkat ibu kandung Bastian yang selalu mengajari dirinya dan Sean sejak kecil.

Lagi-lagi, Bastian diliputi banyak sekali pertanyaan dam bergulung-gulung awan penasaran.

"Dam, bisa kau antar dia ke kamarnya?" Yang dipanggil Dam, hanya mengangguk lalu mendekati Coky yang masih menatap Bastian memelas.

"Nggak apa-apa. Lo aman kok di sini. Lo lupa, gue Pangerannya?" Dan Bastian harus susah payah menenangkan.

"Kalau besok gue udah nggak ada lagi gimana, Bas?"

"Nggak akan, Cok." Bastian melirik Sean yang mengangguk samar. "Kalau lo sampai kenapa-napa-"

"Lo mau habisin mereka?" tanya Coky penuh harap.

"Ya nggak lah!" Dan harapan itu hancur seketika. "Gue bakal doain supaya lo tenang di alam sana."

"BANGSAT!"

Beserta makian Coky, bunyi kokangan senjata api terdengar. Mati gueee....

"Calm, okey. He's shock. Just, shock. Sean, can you help us?"

"Stop." Nana mengangkat tangannya tanda damai. "Lebih baik kamu ikuti mereka dan semua aturan yang ada di sini, kalau masih ingin melihat matahari besok pagi." Ngomongnya sih tenang, tapi nadany mengancam. Membuat Coky buru-buru mengikuti Damian yang sudah berjalan mendahuluinya, setelah sebelumnya memberi Jackson berupa ancaman potong leher. "Okey, Yibo. Silakan istirahat. Besok kita akan mulai." Lalu Sean pun pergi meninggalkan Bastian a.k.a Yibo yang menghela napas lelah.

Capek loh. Bastian jetlag. Bastian tegang. Rasa-rasanya semua urat-urat yang ada di dalam tubuhnya mengencang hingga nyaris putus. Saking lelahnya, dia bahkan tidak mengindahkan perubahan nama panggilan yang dilakukan Sean barusan.

Tapi biar begitu, Bastian tidak bisa bersantai. Lelaki itu gesit mengelilingi kamar yang amat besar itu. Mungkin ada sebesar satu lantai rumah majikannya dulu. INI BESAR BANGET!!! Ngalah-ngalahin lapangan futsal.

Bastian menemukan foto yang terpajang di salah satu rak. Foto pasangan William dan Selena Kiev. Foto yang katanya, orangtuanya.

Meski tidak ada tes DNA. Tidak ada pernyataan langsung dari keduanya. Tapi Bastian bisa merasakan.

"Pak, Buk."

***

Sudah dibilang kan, Bastian itu nasionalis sekali? Kalau nada dering ponselnya lagu AMBYAR, alarm ponselnya adalah Stasiun Balapan. Dan itulah yang sekarang berkumandang di tengah khidmatnya acara perkenalan yang dilakukan usai sarapan pagi. Di ruang utama mansion Mara.

WIFE FROM ANOTHER WORLD (yizhan vers)Место, где живут истории. Откройте их для себя