Lelaki Asing

32 3 3
                                    

Kereta Api Argo Parahyangan yang kutumpangi melaju dengan kecepatan konstan. Kulempar pandangan ke luar jendela, deretan pepohonan yang bergerak bersusulan seperti rol film yang diputar berulang-ulang.

Kuamati perkebunan dan sawah-sawah yang diatur bersengkedan seperti kue lapis raksasa. Pemandangan yang sungguh melegakan mata, begitu berbeda dengan apa yang kusaksi selama berada di Jakarta.

Ada hawa sejuk yang menggelayut di udara. Menyisipkan dingin yang mengilukan tulang.

"Ah, sial!" rutukku dalam hati tidak menyangka kalau perjalanan akan sedingin ini. Di luar espektasiku yang pertama kali menumpang kereta ke kota Bandung.

Bodohnya aku tidak mempedulikan saran Farzan untuk membawa jaket. Kupikir, aku orang yang kebal dengan hawa dingin. Bahkan selalu kubilang, aku bisa tidur di dalam lemari es. Haha. Rupanya kepongahanku itu harus rontok seketika.

Kuelus-elus bahu dan kedua lenganku yang terbuka untuk menghangatkannya. Untunglah kedua tungkai kakiku cukup hangat dengan balutan celana jins yang tebal dan sepatu boots.

"Pertama kali ke Bandung, ya?" terdengar suara laki-laki yang berujar pelan tepat di telingaku. Suara itu berasal dari seorang penumpang di sebelahku yang kutaksir umurnya jelang 30 tahun atau mungkin sebaya denganku.

Aku mengedikkan bahu merasa kurang nyaman dengan wajahnya yang terlalu dekat dengan pipiku.

"Oh maaf...." ujarnya seraya menjauhkan wajahnya "Hmm... Aku suka menatap ke jendela dan seharusnya aku yang duduk di situ," lanjutnya memperlihatkan selembar tiket bertuliskan 8A di hadapan wajahku.

"Oh please..." gumamku pelan sambil memutar bola mata.

Kupikir dia bisa bertindak lebih sopan kalaupun aku keliru. Aku bangkit dan bermaksud untuk bertukar posisi, namun dia menahan lenganku.

"Tidak apa-apa. Aku ikhlas. Penghargaan untuk penumpang newbie," katanya dengan menampilkan cengiran yang menjengkelkan.

Aku duduk kembali. Mimpi apa aku semalam bertemu dengan penumpang yang rese begini?

Sejurus kemudian dia nampak menanggalkan jaket yang membalut tubuhnya.

"Pakailah! Bibirmu biru. Kamu sepertinya lebih membutuhkannya daripada aku," ujarnya sambil menyodorkan jaket itu kepadaku.

Kulirik benda itu dengan ragu namun dia mengangguk meyakinkan.

"Pakailah, kalau kamu sampai mati kedinginan, apa yang harus kubilang pada malaikat maut?" ujarnya membuatku tersenyum menahan tawa yang terlalu gengsi untuk kulepaskan.

"Terima kasih," kataku menyambut jaket itu dan segera memakainya.

"Sama-sama" balasnya dengan senyum tipis, "dua ratus ribu per jam," lanjutnya mencondongkan kepala ke arahku.

"Apa?" aku terperanjat kaget.

"Hehe. Bercanda," ujarnya sambil tersenyum menang.

Aku menghela nafas. Pemuda ini benar-benar rese. Semenit kemudian, dia mengambil headset, memasangkan ke kedua telinganya, lalu mengambil topi.

"Sampai jumpa" ujarnya sebelum menaruh topi menutupi wajahnya dan menyandarkan kepala ke bahu kursi.

Aku memutar bola mata lagi dan berjengit.  "Harus ya pamit begitu hanya untuk tidur? Cowok ini antara lucu dan menjengkelkan," batinku sambil menggeleng.

Kubiarkan dia tidur. Suara nafasnya yang mendengkur pelan mulai terdengar. Aku lantas menyibukkan diri dengan kegiatanku sendiri. Mengambil charger, memasangnya ke stop kontak di bawah jendela lalu menyambungkannya dengan ponsel yang sedang kupakai.

Saat kemudian terpampang sebuah notifikasi pesan masuk di layar ponselku.

"I already miss you, Sweetie," tulis Farzan di WhatsApp.

"Me too," balasku lalu menarik nafas dan menghembuskannya kuat-kuat. Melepaskan rasa rindu yang seketika menyempal di dadaku. Sekaligus rasa khawatir, hubungan jarak jauh seringkali gagal. Tapi kuharap kami bisa melaluinya.

Kulirik jam yang melingkar di lenganku. Perjalanan masih harus kutempuh sekitar 2,5 jam lagi.

Tanganku mulai berselancar dengan berbagai media sosial yang terunduh di smartphone-ku untuk membunuh waktu. Namun hanya sebentar, aku lantas disergap rasa kantuk. Kepalaku terkulai tertidur saat kereta memasuki terowongan yang gelap.

****

Parahyangan ExpressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang