Sebuah Rencana

3.3K 332 54
                                    

Izma pulang dari pengadilan, dengan hati yang resah, semuanya terasa hampa, dia sudah berhasil bercerai dengan Azam, tetapi kenapa hatinya begitu sakit.

"Kita langsung pulang ke rumah ya. Ada sesuatu yang ingin aku perlihatkan sama kamu," kata Ibra kepada Izma.

Selama ini Izma memang sudah tinggal satu rumah bersama Ibra dan juga kedua orangtuanya. Abi dan Umi-nya Ibra sangat baik kepada Izma, mereka sangat menyayangi Izma layaknya sebagai putri sendiri. Mereka tahu dengan jelas bahwa putra tunggalnya Ibra begitu mencintai.

Kabar perceraian yang terjadi hari ini sungguh membuat kedua orangtua Ibra merasa senang, karena pada akhirnya Izma bukan lagi istri dari pria mana pun. Sehingga mereka memiliki kesempatan untuk bisa menjadikan Izma sebagai menantu mereka.

Dan kini Izma sudah pulang bersama Ibra.

"Lah kenapa semuanya gelap sekali? Apakah di rumah kosong, Umi sama Abi ke mana?" tanya Izma kepada Ibra.

"Entahlah? Ayo kita masuk dulu," kata Ibra sambil menarik tangan Izma dengan perlahan.

Izma merasa ketakutan, suasana rumah begitu sepi tidak ada sedikit pun cahaya, mereka berjalan sampai akhirnya Izma hampir saja terjatuh. Untunglah ada Ibra yang menolong Izma.

"Hati-hati Izma, jangan sampai terjatuh untuk kedua kalinya," kata Ibra dengan perlahan.

"Aku kapan terjatuh?" Izma terkekeh dengan mendengar ucapan Ibra.

"Kemarin, kamu sempat terjatuh kan. Karena itulah aku mencoba untuk membuatmu bangun dan sekarang aku senang sekali, karena kamu sudah bukan istri dari pria itu, Izma aku menunggu saat ini, menunggu saat di mana kamu terbebas dan menjadi seorang wanita lajang. Maukah kamu mnerima aku menjadi kekasihmu, menjadi tunanganmu, menjadi suamimu, menjadi teman dalam hidupmu," pinta Ibra sambil memegang tangan Izma dengan perlahan.

"Apa ini Ibra, kamu melamarku  dalam keadaan gelap seperti ini?" Izma terkekeh tetapi tiba-tiba saja lampu pun menyala. Alangkah terkejutnya Izma karena ternyata disana sudah ada keluarga besar Ibra dan tersenyum kearah Izma.

"Terima, terima, terima, terima," suara dari orang-orang meminta Izma untuk menerima lamaran, membuat wajah Izma memerah, tidak menyangka bahwa ternyata ini adalah sebuah pesta kejutan, dimana Ibra melamar Izma yang kini memang sudah terbebas dari Azam.

"Izma Sayang, aku sangat mencintaimu. Maukah kamu menjadi istriku?" Sekali lagi Ibra bertanya kepada Izma. Izma sebenarnya belum siap untuk berumah tangga kembali, mengingat Izma hanya menganggap Ibra sebagai teman saja, tetapi selama beberapa tahun ini Izma sudah banyak berhutang budi kepada Ibra dan keluarganya.

Mau tidak mau wanita itu harus membalas semua hutang budinya seumur hidupnya dan menjadi seorang menantu di keluarga tersebut.

"Terimalah lamaran putra Umi Sayang, Umi dan Abi sudah sangat setuju ijma menikah dengan Ibrahim," kata Umi dengan mata yang berkaca-kaca, wanita paruh  baya itu tidak percaya bahwa calon ibu mertuanya begitu berharap akan pernikahan mereka.

"Umi," kata Izma dengan perlahan, menundukkan wajahnya mencoba untuk memejamkan matanya, mengingat kembali masa lalunya bersama Azam.

"Ya Tuhan, apa yang bisa aku lakukan, aku masih mencintai mantan suamiku, aku belum bisa terbebas dari bayang-bayang pria tersebut, tetapi Ibra sudah sangat baik kepadaku. Aku tidak boleh mengecewakanya, walaupun aku harus berbohong dan berpura-pura mencintai Ibra. Jika Itu demi kebaikan maka baiklah, aku akan segera menerima lamarannya," kata Izma di dasar hatinya.

"Umi berharap Izma menjadi menantu Umi dan memberikan banyak keturunan untuk keluarga kita," kata Umi dengan mata yang sendu, dia berharap bahwa Izma menerima lamaran putra tunggalnya.

"Umi tidak perlu meminta seperti itu, aku memang harus menerima Ibra," ucap Izma sambil menorehkan senyum yang manis kepada Umi-nya Ibra.

"Apa?" Ibra terkejut.

"Iya Ibra, aku menerima lamaranmu, aku mau menikah denganmu, dan aku akan mengabdikan hidupku untuk menjadi istrimu,"kata Izma sambil berusaha tersenyum padahal sebenarnya sangat sulit untuknya saat ini bisa tersenyum.

Belum 1 hari perceraiannya, bahkan baru beberapa jam yang lalu, tetapi memang Ibra sudah sangat tidak sabar menantikan masa-masa perceraian ini.

Selama Izma tinggal di rumah Ibra. Ibra sudah sangat baik, begitu pula dengan keluarganya. Karena itulah Izma merasa disinilah tempat tinggalnya. Dia tidak punya tempat untuk pulang lagi, selain rumahnya Ibra. Kalau memang rasa cinta itu belum bisa tumbuh dengan sempurna, maka dia akan berusaha untuk menanam bibit-bibit cinta itu dan menyirami setiap saat, agar bibir cinta itu bisa tumbuh dan berbunga.

"Apakah aku tidak salah mendengar? 5 tahun aku menunggu, hari ini kamu menjawab semua cintaku. Terima kasih Sayang. Umi Abi, Izma membalas cintaku," ucap Ibra dengan meneteskan air matany,a penuh haru dan kebahagiaan. Pria itu menangis lalu memeluk Izma dengan begitu erat.

Izma pun meneteskan air matanya, tidak percaya bahwa Ibra begitu nencintainya. Semua yang ada di ruangan itu terlihat begitu bahagia, karena akhirnya Ibra dan Izma menjadi sepasang kekasih.

"Ibra tidak boleh memeluk Izma seperti itu, Nak. Kalian belum muhrim nak," kata umi dengan senyumannya.

"Baiklah-baiklah kalau begitu tolong bantu Ibra untuk segera menghalalkan Izma," kata Ibra sambil tersenyum kearah umi-nya.

"Tenang saja minggu depan kita akan segera mengadakan acara pertunangan," kata umi dengan senyumannya. Lalu Ibra pun begitu bahagia dengan ucapan umi, begitu pula dengan orang yang ada di sana, tetapi Izma sendiri hanya bisa tersenyum dan tidak bisa berkata apa pun, selain berpura-pura bahagia.

"Jika aku bisa menjadi senyum untuk orang-orang baik ini, aku akan berusaha tersenyum, jika aku bisa menjadi kebahagiaan untuk mereka yang begitu santun, maka aku akan berpura-pura bahagia, tetapi untuk saat ini sebuah pertunangan setelah perceraian sungguh sangat menyakitkan, Azam aku memang harus segera melupakanmu, aku memang harus segera move on dari kamu, mungkin inilah hidupku bersama dengan Ibra dan benar-benar pergi jauh darimu," kata Izma di dasar hatinya, sambil menatap kearah Ibra dan mencoba untuk tersenyum walau pun itu terpaksa.

Semua keluarga begitu bahagia. Apalagi sudah diumumkan bahwa minggu depan Ibra akan segera bertunangan dengan Izma.

🎄🎄🎄

Di sisi lain Azam terdiam sambil mencoba untuk menatap ke arah kolam renang.

"Azam. Makanlah! Kamu jangan menyiksa diri sendiri," kata Profesor Daniel sambil menyodorkan sepiring nasi kepada Azam.

"Aku tidak lapar Profesor. Lain kali saja aku makan. Aku hanya ingin menatap kolam renang itu, kolam terlihat sejuk, dan begitu dingin, tetapi aku enggan untuk masuk ke dalam air itu," kata Azam sambil terus menatap ke arah kolam renang di hadapannya.

Dokter Daniel hanya bisa menggelengkan kepalanya, dia tidak tahu lagi bagaimana caranya bisa membuka Azam melamun terus-menerus. Dokter Daniel takut Azam mengalami depresi selepas perceraiannya dengan Izma. Karena kini bahkan Azam tidak mau ke Rumah Sakit sama sekali, tapi pria itu hanya duduk dan terkadang menangis dalam diam.

Dokter Izma 3 (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang