Aku Mengharap Kebaikan Darimu

13 0 0
                                    

Ketika seorang anak gadis telah baligh, maka disunnahkan untuk menyegerakan pernikahannya.
Tapi bagaimana jika hatimu masih meragu???

***

Jam dinding terus berdetak, namun jantungku nyatanya lebih kencang. Kurang dari satu jam dari sekarang, suatu hal besar akan hadir, menjemputku melewati dua daun pintu itu.

Kali ini, seorang lelaki berniat melaksanakan nazhar denganku. Setelah beberapa waktu kami bertukar CV dan ta'aruf, dia memutuskan langkah yang lebih serius.

Tiba-tiba suara deru motor berhenti tepat di depan gerbang rumah. Kemudian diikutinya dengan salam juga ketukan pintu. Abi yang sudah berada di ruang tamu dengan sigap menyambut dan menjamu tamunya. Abi selalu humble, seperti biasanya, terutama kepada tamu, Abi sangat memuliakan tamu-tamunya.

"Mas, kedatangan Mas ke sini telah saya terima dengan baik. Alhamdulillaah, niatan baik Mas sudah Allah mudahkan hingga sampai ke tahap sekarang. Setelah Mas melihat putri saya, apapun keputusan saya kembalikan ke Mas. Tidak perlu ragu atau sungkan, kita sudah seperti keluarga" dari balik pintu aku mendengar perkataan Abi kepada Mas.

"Astaghfirullahal'azhiim... Astaghfirullahal'azhiim... Astaghfirullahal'azhiim..."
Perasaan bahagia ini semakin mencuat, aku takut tak mampu menahan gejolaknya. Maka aku terus beristighfar sampai pada akhirnya Umi mendatangiku.

Tanpa banyak bicara, Umi langsung duduk di sampingku. Ia menggenggam kedua telapak tanganku dan mengeratkannya. Aku sungguh malu, Umi pasti tahu persis apa yang aku rasakan. Umi lalu mengangkat kedua tangan kami dan merapatkannya ke dadanya. Kedua mata Umi seakan menguatkanku, dan senyumannya membuatku semakin yakin. Butir-butir air mata mulai mengisi sudut mata Umi, sehingga aku ikut terharu atasnya.

"Bismillahirrahmanirrahiim"
Aku membuka pintu kamarku dengan hati-hati, aku melangkahkan kakiku pun dengan hati-hati, sampai pada akhirnya aku bersimpuh di dekat Abi juga dengan hati-hati. Sungguh, terasa berat bagiku untuk menahan rasa malu ini.

Suasana hening sejenak. Kurasa Mas mulai menatapku, lalu kuberanikan mendongakkan sedikit kepalaku. Hingga nampaklah raut wajahnya yang bagaikan rembulan. Pada awalnya hanya telapak tanganku saja yang dingin, namun entah bagaimana bisa rasa dingin itu menjulur ke seluruh bagian tubuhku. Jantungku semakin tak bisa diatur. Mendadak semuanya gelap, sampai pada aku tak mampu mendengar apapun lagi.

"Mas, sungguh aku mengharapkan engkau mau meneruskan proses ini dan mengkhitbahku" Batinku sesaat sebelum kesadaranku hilang sempurna. Ya, aku pingsan.

***
Bersambung...

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 29, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Sesurga BersamamuWhere stories live. Discover now