Sampai Kapan Menunggu?

1.5K 197 58
                                    

"Dengan Bu Wafa?" tanya pengemudi ketika ia membuka kaca mobil.

"Iya, betul, Pak." Wafa yang baru saja mengunci pagar langsung mendekat ke Avanza silver dan membuka pintu bagian tengah.

"Selamat sore, Bu," sapa pengemudi ketika Wafa masuk.

"Sore, Pak." Wafa meletakkan tas di samping lalu mengenakan tali pengaman.

"Rumah Sakit Bersalin, ya, Bu?" tanya pengemudi sembari mengecek map di ponselnya.

"Iya, Pak." Wafa mengeluarkan ponsel dari tas, memberi kabar ke perawatnya kalau ia dalam perjalanan. Setelahnya ia becermin di ponsel, merapikan kembali kerudung yang ia pakai secara terburu-buru, karena mobilnya keburu datang.

Ada notifikasi masuk ke ponsel, dari ibunya.

"Assalamu'alaikum. Wafa, pekan depan bisa temani Ibu ke IKEA, ada yang mau Ibu beli."

"Wa'alaikumussalam. Pekan depan Wafa nggak bisa, Bu. Ada jadwal praktik."

"Ooo... ya sudah. Tapi jangan lupa loh dua pekan lagi ke rumah."

"Iya, Bu, insya Allah."

Sebenarnya malas untuk hadir, tetapi ia tidak bisa mengelak terus menerus.

"Mau jenguk temannya, ya, Bu?" Sang pengemudi mencari bahan pembicaraan dengan penumpangnya.

Wafa yang sedang asyik menonton drama di ponselnya tidak mendengar jelas. Ia membuka satu earphone-nya. "Kenapa, Pak?" ulangnya.

"Mau jenguk temannya di rumah sakit?"

Wafa tertegun sejenak. "Eh, nggak, Pak," jawabnya. "Saya kerja di sana."

"Wah, hebat kerja di rumah sakit," balas sang pengemudi. "Perawat ya, Bu?"

"Bukan, Pak. Saya dokter."

"Masih muda sudah jadi dokter, saya pikir tadi baru selesai kuliah," sahutnya seraya tertawa kecil.

Wafa tersenyum simpul. Wajah baby face-nya memang menipu banyak orang. Kalau tahu usia sebenarnya, banyak yang tidak percaya. Ia melirik sang pengemudi dari kaca spion, sepertinya sudah lewat setengah baya. Selain rambut yang sudah memutih, banyak kerut di wajahnya.

Ia kembali memasang earphone, hendak melanjutkan drama yang sedang ia tonton. Namun, sang pengemudi kembali berbicara. Ia urung menekan tombol play.

"Anak saya yang paling kecil juga sudah selesai kuliah, Bu," ceritanya. "Alhamdulillah sudah dapat pekerjaan, dan sebentar lagi mau menikah."

"Alhamdulillah," komentar Wafa. Bingung mau berkata apa lagi.

"Perempuan kalau sudah selesai kuliah dan dapat pekerjaan, apalagi kalau bukan menikah, iya kan, Bu?"

Wafa tersenyum canggung sembari mengangguk kecil. Menikah. Satu kata yang ia hindari dalam percakapan.

*****

Wafa mendorong pintu kaca. Seketika harum kopi memenuhi rongga pernapasannya. Ia mengantri di depan kasir. Sudah pukul delapan malam, kafe ini masih tampak ramai.

"Pesan apa, Kak?" tanya petugas kasir ketika giliran Wafa tiba.

"Ice caramel macchiato satu," jawab Wafa.

"Ada lagi, Kak?" tawar sang kasir. "Kami ada menu baru, apple pie. Best seller sejak satu pekan ini."

Sebenarnya ia menghindari makan malam, tetapi apple pie sepertinya tidak apa-apa. Apel termasuk buah, kan? "Oke, apple pie satu."

Short StoryWhere stories live. Discover now