04

326 62 3
                                    

Menulis diary membuat Jieun lebih tenang, ia bisa meluapkan perasaannya dengan baik di sana.
Jieun baru selesai dengan diarynya, lalu menyimpannya di sudut meja bersama buku-buku lain. Setelah itu, matanya beralih memandang lampu kota dari jendela kecilnya yang sedikit berdebu, walau tak banyak objek yang bisa ditangkap matanya, ia merasa lega. Nafasnya sedikit berat, ia tak bisa berbohong tentang rasa rindunya pada sang ibu.

Tinggal sendirian membuatnya merasa kesepian. Bahkan flat sederhana ini terasa begitu besar untuk dirinya sendiri. Haruskah ia memaksa Kang Hana, karyawan cafe sekaligus teman barunya untuk tinggal bersama? Gratis! tanpa perlu membayar uang sewa. Toh, Paman Sihyuk sudah membayarnya lunas untuk enam bulan ke depan. Atau, tidakkah seharusnya ia membawa ibunya pindah ke Seoul saja, maka semua kerinduannya akan lenyap tak bersisa. Ah…lagi-lagi membuat semua kemungkinan di kepala sangat mudah, tak perlu menghabiskan banyak energi, hanya perlu memandang langit-langit kamar. Namun, menjadikannya kenyataan butuh ekstra energi.

Ibunya menolak saat ia mengusulkan untuk pindah ke Seoul. Alasannya satu, ayah! Ada banyak kenangan bersama ayahnya di Jeju yang tak bisa ditinggalkan. Ibunya ingin hidup sampai nafas terakhirnya di Jeju. Ia tak akan kemana-mana. Alasan itu membuat Jieun menyerah. Ia tak akan mencoba lagi untuk membujuk sang ibu untuk pindah, alasan yang didengar telinganya membuat hatinya pedih.

Belum sebulan ia di Seoul, semua berjalan dengan baik, begitupun dengan pekerjaannya. Tak ada gangguan berarti, hanya beberapa masalah tentang salah meletakkan pesanan, yang akhirnya bisa ia tangani dengan meminta maaf pada tamu yang bersangkutan.

Pekerjaannya cukup menyenangkan. Cafe selalu dibanjiri tamu saat jam makan siang. Selebihnya ia dan yang lain bisa punya waktu lebih longgar. Sistem jam kerja di cafe ini seperti kebanyakan tempat lainnya, delapan jam kerja.

Dengan kondisi seperti itu Jieun memutuskan untuk mencari pekerjaan tambahan. Ia melamar pekerjaan paruh waktu di sebuah restoran, ia diterima, dan hari ini ia resmi memiliki dua pekerjaan sekaligus. Hatinya sangat senang, dengan pekerjaaan tambahan itu ia bisa menghasilkan lebih banyak uang dan bisa membayar hutang ayahnya tepat waktu. Ibunya tidak akan khawatir berlebihan lagi. Semua ini berkat Paman Sihyuk. Jieun ingin sekali berterima kasih padanya, tapi tampaknya Paman Sihyuk sangat sibuk akhir-akhir ini dengan rencana pembukaan cafe baru di Gangnam. Mendengar nama kawasan itu saja, Jieun sudah bisa membayangkan bahwa dana yang akan digunakan tidak akan sedikit, jika tidak ingin kalah saing.

"Jieun, tolong layani tamu di meja nomor 9 nanti. Mereka reservasi jam 12.00. Layani mereka dengan baik. Ini acara kencan. Ok!", perintah manager Kim antusias.

"Ok, Manager Kim", balas Jieun tak kalah antusias.

Jieun melirik jam, pukul 10.00, dua jam lagi, pikirnya. Ia kembali melanjutkan pekerjaannya. Acara kencan? Tak masalah, Jieun sudah beberapa kali melayani tamu yang melakukan kencan buta. Jadi kali ini, ia akan melakukan pekerjaannya lagi dengan baik.

"Kau bahagia sekali hari ini? Apa kau berkencan dengan seseorang Unnie?"

Kang Hana, makhluk satu itu mengagetkan Jieun saat kembali ke meja kasir. Pertanyaan apa itu? Bahkan punya teman lelaki saja tidak, apalagi berkencan. Jika itu benar, maka ia akan memecahkan rekor!

"Yak, kau gila. Jangan mengkhayal! Aku tidak tertarik untuk berkencan dengan siapapun", jawab Jieun malas.

"Aku hanya bertanya, kenapa kau kesal begitu. Kalau tidak ya sudah!", balas Hana polos.

Jieun membalas dengan senyum dipaksakan. Ia selalu kehabisan kata-kata menghadapi teman barunya itu.

"Tapi kenapa kau sangat senang hari ini?" tanyanya lagi sedetik kemudian.

Sunset On YouWhere stories live. Discover now