Part 5 + Pengumuman

Start from the beginning
                                        

"Fah Ning Nafisya kenapa bisa gini" tanya Nyai Asyifa saat melihat Rofah yang sudah menangis. "Ummah.. aku ndak tau hiks.. hiks.., tadi tiba tiba Mbak Isya pingsan waktu kami duduk di gazebo belakang aula hiks.. hiks..." air matanya kembali tumpah. Entah mengapa ia tak tega melihat Isya seperti tadi.

"Sudah Ning, jangan nangis Isya insyaallah baik baik saja" tutur Kyai Hasan yang nampak berusaha menenangkan Rofah. Ia hanya mengangguk sambil mengusap air matanya.

"Assalamualaikum bah, Isya sama Ning Rofah sudah ketemu belum. Loh ning, kenapa nangis." Tanya Akmal bingung melihat Rofah tiba tiba menangis. "Waalaikumsalam Mal, alhamdulillah sudah. Tadi adekmu pingsan di gazebo belakang aula" jelas Kyai Hasan. Akmal menatap tak percaya, kenapa adik kesayangannya bisa tiba tiba pingsan begini.

"Masyaallah, terus sekarang Isya gimana bah." Tanyanya khawatir. "Sedang istirahat di kamar, tadi Ibrahim yang membawanya kemari"

Tanpa basa basi Akmal pergi menuju kamar adik kesayangannya itu. Ia berusaha menaiki tangga secepat yang ia bisa, tak lama ia pun sampai dikamar Isya.

"Ya allah dek, kamu kenapa" ucap Akmal dengan nafas tersengal sengal di ambang pintu kamar. "Astaghfirullah Akmal salam dulu" tegur nyai Zahra. Akmal malah nyengir kuda sok tak bersalah. "Eh iyah umik, assalamualaikum. Gimana kondisi Isya mik?" Tanya Akmal seraya mendekat ke arah ranjang Isya. "Waalaikumsalam" jawab Nyai Zahra dan Ibrahim bersamaan.

"Isya belum siuman juga Mal." Terlihat jelas guratan sendu yang berada di wajah Nyai Zahra. "Apa perlu di panggilkan dokter klinik pondok, mik" Nyai Zahra nampak berfikir sejenak sambil memandang wajah Isya. "Ya sudah tolong kamu panggilkan nggeh" titah Nyai.

"Iim saja mik" tawar Iim, jujur saja sedari tadi ia benar benar khawatir melihat Isya yang tak kunjung siuman. "Ya sudah, tapi kamu tau kan kliniknya yang mana" Nyai Zahra takut Ibrahim akan kebingungan mencari klinik yang dimaksud.

"Insyaallah tau mik, tadi sempat lihat kliniknya. Ya sudah Iim panggilkan dulu nggeh. Assalamualaikum"Ibrahim melangkahkan kaki keluar dari kamar Isya. "Waalaikumsalam" sahut nyai dan juga Akmal.

Ia berjalan terburu buru saat menuruni tangga. Semua mata tertuju padanya. "Mau kemana toh Im" Kyai Sulaiman menyernyitkan dahi bingung melihat putranya berjalan terburu buru sekali. "Anu bi, mau manggil dokter di klinik." Jawabnya tergesa gesa. "Oh ya sudah , hati hati nggeh." Tutur Kyai Sulaiman. "Enggeh bi" Ibrahim langsung pergi memanggil dokter.

Tak berapa lama ia sudah sampai di klinik yang berjarak sekitar 100 meter dari ndalem. "Assalamualaikum dokter." Semua mata tertuju padanya. Asisten dokter sampai melongo melihat ketampanan Ibrahim.

"Enggeh, ada apa." Tanya dokter muda itu. Namanya Hanifah, sudah sekitar 2 tahun belakangan ia menjadi dokter jaga di klinik ini. "Tolong dokter ke ndalem sekarang, Ning Nafisya pingsan" dengan nafas yang sedikit memburu.

"Ya allah, iya saya akan segera kesana. Lya kamu tolong jaga yah." Hanifah segera menyambar jas putihnya. Ibrahim ketar ketir sedari tadi, ia takut terjadi apa apa dengan Nafisya." Ayo dokter." Ajak Ibrahim, ekspresinya benar benar tak bisa ditafsirkan .

"Iyha mas. Sampean jalan duluan saja." Ibrahim berjalan dengan langkah cepatnya. Hingga membuat Hanifah hampir berlari karna langkah lebar Ibrahim.

"Assalamualaikum." Salam mereka seraya memasuki ndalem,"Mas mana dokternya,buruan suruh ke kamarnya mbak Isya." Suruh Rofah  masih khawatir dengan kondisi Isya yang tak kunjung siuman.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 05, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Antara Rasa dan JarakWhere stories live. Discover now