Chapter 8

318 59 7
                                    

Katanya susah lupa menandakan kalau sesuatu itu bermakna.

Gerimis, setetes demi setetes air kini tengah mengecupi permukaan bumi. Beberapa orang mulai meneduhkan diri agar tidak terkena air yang turun dari langit mendung ini tapi tidak dengan gadis berkaos baby pink dengan setelan jeans dan sepatu putih bersihnya yang sekarang sedikit terkena lumpur jalanan karena becek.

Gadis itu memilih untuk menatap langit mendung diatasnya dengan senyuman mengembang, dia menikmati hujan. Gadis itu memejamkan matanya, merasakan kulit wajahnya yang putih bersih seperti bayi itu dikecupi hujan.

"Yaya suka hujan. Ara suka hujan ga?" Dua gadis mungil berseragam merah putih itu tengah tersenyum satu sama lain sambil merasakan sentuhan dingin air hujan yang jatuh dari atap bangunan sekolah, mereka sedang berteduh untuk menunggu jemputan.

"Hm Ara ga suka hujan, kata mama hujan bikin orang-orang suka sakit" Gadis mungil berkuncir kuda itu menatap Yaya dengan mata polosnya.

"Tapi selain bikin sakit. Hujan juga bisa bikin kita bahagia. Mau coba?"

Ara menatap Yaya ragu namun gadis berbando pink itu meyakinkan temannya melalui sorot mata dan senyuman. Pada akhirnya Yaya menarik keluar Ara dari tempat berteduh mereka, dua gadis mungil itu sudah basah kuyup namun keduanya tersenyum.

"Yaya, aku ga tau kalo hujan-hujanan kayak gini beneran bisa bikin kita bahagia"

"Udah aku bilang. Aku ga pernah bohong soal apapun."

Seseorang menarik paksa gadis yang sedang menengadah kelangit sambil tersenyum, menyadarkan gadis itu dari bayangan masa lalunya. Danu menyapirkan jaketnya ketubuh basah Nayara, demi apapun pria ini tidak terlihat baik-baik saja, dia diam tanpa ekspresi lalu menatap gadis itu dalam. Nayara kedinginan, dia terlalu lama berdiri di sana, terlalu lama menyelami masa lalunya.

"Kak Danu kenapa disini?" Nayara memaksakan senyumannya, giginya mulai mengeluarkan suara. Dia kedinginan.

Danu diam saja, tidak menjawab apapun. Masih menatap gadis itu dalam diam. Nayara rasanya ingin menangis, dia tidak tahu kenapa setiap Danu diam seperti ini, dia takut. Dia tidak suka jika Danu diam, pria itu memang jarang berbicara namun jarang sekali tidak menjawab saat ditanya.

Alasan satu-satunya pria itu bersikap seperti ini adalah karena dia sedang marah. Itu saja. Nayara juga bingung kenapa Danu harus marah jadi Nayara hanya menunduk, mengeratkan jaket Danu ketubuhnya, mereka sedang berada di koridor kampus yang sangat sepi karena ini sudah sangat sore.

"Jangan hujan-hujanan lagi" Satu suara itu membungkam Nayara, gadis itu masih menunduk sambil memainkan ujung jaket Danu yang dikenakannya sekarang.

"Tapi Nay suka hujan"

"Kamu ga suka" Lagi Nayara terdiam. Tidak tahu harus menjawab apa. Setetes air mata jatuh ke permukaan sepatu putihnya yang terkena sedikit lumpur.

Pria itu menangkup kedua pipi gadis yang sedang menangis di hadapannya. Sedikit menunduk menatap gadis itu dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Maaf" Setelah mengatakan satu kata tersebut Danu meraih pinggang gadis itu, merengkuhnya dalam sebuah pelukan nyaman.

Danu menenggelamkan wajahnya di bahu Nayara yang basah, menghirup sisa-sisa wangi tubuh gadis itu.

"Saya kangen, jangan menghindar lagi."

Ini adalah pertemuan pertama mereka setelah insiden Danu mengikari janjinya untuk pulang bareng. Semudah itu, dan Nayara melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa pria itu sedang membawa Sejeong di dalam Honda Jazz biru mudanya.

Truth | Doyoung Donde viven las historias. Descúbrelo ahora