Chapter 5

5.6K 285 3
                                    

(Jane..)

Inilah kondisi dimana aku sering menyebut diriku bukan remaja yang tergolong normal. Kondisi dimana aku harus menyelinap ke dalam gedung markas rahasia yang di ketahui milik Zero. Aku benci Jack dan Nathan yang akan masuk melalui atas sedangkan aku harus lewat bawah dengan penjagaan superketat dari Agent-Agent milik Zero. Beberapa kali aku harus bersembunyi di antara semak-semak hanya untuk bersembunyi dari agent yang sedang berpatroli, membuat rambutku beberapa kali tersangkut pada ranting-ranting tumbuhan disekitarku dan bukan itu saja, beberapa kali juga aku harus merasakan daun-daun atau ranting menggelitik telinga maupun pipiku.

Mataku menangkap kode dari lantai 3 yang diberikan Jack. Kode itu memberikan tanda bahwa aku sudah boleh masuk ke dalam melalui pintu belakang. Dengan gerakan cepat, aku berlari ke arah pintu belakang dan berjalan masuk ke dalam. Mataku mencari tangga darurat dan mencari Jack yang ada di lantai 3.

“Siapa kau?!"

Aku menepuk keningku pelan dan berbalik melihat salah satu agent Zero yang berpakaian jas dengan microphone di telinga kanannya. Aku tersenyum kecil dan menekan microphoneku dengan pelan. “Red Code!” bisikku dengan kasar.

“Copy!” aku mendengar suara Jack yang terdengar panik. Red Code adalah code tertangkap musuh milik tim kami. Nathan yang menciptakannya karena menurutnya itu keren. Tapi menurutku itu aneh. Red Code harusnya kode untuk sesuatu yang berdarah. Red artinya merah. Merah identik dengan darah bukan? Tapi setelah perdebatan yang panjang, Jack memutuskan Red Code cocok karena kita tidak tahu jika musuh menangkap dan dapat membuat kita berdarah. Alasan konyol tapi setelah berpikir berulang kali itu benar.

“PENYUSUP!"

“Serius? Kau lihat penampilanku sekarang? Mana mungkin aku penyusup dalam rangka maling.” Aku menggeleng-geleng dan menarik handgun yang ada di saku celanaku. Handgun hitam pekat dengan peluru bius tentunya. Aku tidak seperti agent lain yang siap membunuh lawan jika terancam, aku hanya menggunakan obat bius atau jika mendesak menembak dengan peluru biasa tetapi tidak pada organ vital mereka. Aku agent yang baik, yang masih menghargai kehidupan orang lain.

Ia tertawa sinis dan menarik handgun yang ada di saku jasnya. Pandangan matanya seperti mengatakan 'kau kira aku tidak punya handgun?'

Aku menarik nafas saat ia menembak tepat kearahku. Aku menunduk dan melihat peluru itu menembak kearah tembok di belakangku. Aku menatapnya ngeri sejenak dan berlari dengan cepat saat pria itu membidik kepalaku sekali lagi. Aku mungkin memang hebat dalam misi tapi buruk saat melihat seseorang berhasil menembak dengan begitu akurat.  Aku bersembunyi di antara lemari-lemari besi yang tinggi dengan harapan Jack segera muncul. Aku menunduk dan mengintip dari sela-sela lemari dan membidik tangannya. Sebuah tangan cukup untuk membuat orang pingsan. Tentu peluru biusku itu khusus, jadi bukan hanya tidur tapi begitu bangun ia akan lupa ingatan jangka pendek.

Bang!

Aku berhasil mengenai tangan pria itu dan membuatnya terjatuh. Dalam hitungan beberapa detik pria itu mendengkur pelan. Aku tersenyum penuh kemenangan dan berbalik. Pandanganku menjadi buram ketika aku merasakan pukulan yang sangat keras mendarat di sekitar leherku. Aku terjatuh dan kehilangan tenagaku. Beberapa detik kemudian aku melihat bayangan Jack dan Nathan sebelum akhirnya pandanganku menggelap...

---

Aku terbangun saat mendengar alarmku berbunyi. Aku mengerang pelan dan menutup kepalaku dengan bantal dan berusaha tidur kembali. “Jane? Kau sudah bangun?”

Aku tidak memperdulikan suara itu dan berusaha untuk tidur kembali. Aku lelah dan butuh istirahat yang cukup panjang. “Jane?” Aku mengerang pelan dan mengembalikan bantal yang tadi aku ambil dari sampingku. Aku mengangkat kepalaku dengan cepat dan hal yang pertama kali aku rasakan adalah sakit yang sangat-sangat menyiksaku. “urgh”

Secret GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang