Hanin menarik napas panjang, dan akhirnya mengalirlah semua cerita tentangnya dari mulai dirinya yang menentang Bian hingga berakhir ke Bian yang masih dendam padanya.

Carrol tergelak mendengar cerita dari Hanin.

"Ya ampun Nin, kok bisa sih sampai kepikiran mau ngomong langsung ke Bian? Kamu tahu kan pria itu begitu narsis dan merasa bahwa dirinya selalu bisa melakukan apapun. Dan aku yakin egonya tersentil mendengar kamu mengatakan itu." tutur Carrol.

"Ya dia memang simbol dari narsistik. Kepercayaan dirinya terlalu tinggi." ucap Hanin sambil membayangkan ekspresi senyum pongah milik dokter Bian.

"Bahkan ya Nin, Bian sering mengatakan bahwa dia Dokter ter-famous se rumah sakit dan paling banyak fans diantara Dokter lainnya." terang Carrol.

"Serius? Dia bilang gitu? Wahh aku gak nyangka kalau ternyata Dokter Bian sangat senang dirinya menjadi Dokter yang banyak dikagumi di rumah sakit. Berarti sifat cool nya itu hanya topeng?" ujar Hanin.

"May be." ucap Carrol.

Dan mereka pun tertawa bersama.

"Nin mampir ke cafe dulu yuk. Di dekat sini ada cafe yang enak banget buat nongkrong." ajak Carrol dan diamini oleh Hanin.

Setelah mobil berhenti di pelataran parkir sebuah cafe mereka pun segera turun.

"Ini seperti cafe yang di seberang rumah sakit bukan sih Dok?" tanya Hanin.

"Iya. Ini cafe milik kakaknya Bian. Dan yang di seberang rumah sakit itu cabangnya" jawab Carrol.

Mereka pun masuk ke dalam cafe dan duduk di salah satu bangku yang dekat jendela dengan view taman di sampingnya.

Hanin mengamati seisi cafe, dia setuju dengan pendapat Carrol yang mengatakan bahwa cafe ini cocok untuk tempat nongkrong. Apalagi untuk anak-anak muda yang hobby selfie tempat ini menyediakan banyak spot yang instagram-able.

"Carrol apa kabar?" seorang wanita yang Hanin taksir berusia 30-an menghampiri meja mereka dan duduk di kursi kosong samping Carrol.

"Ya ampun kak Ayya. Aku pikir kakak enggak lagi disini. Aku baik kak." jawab Carrol.

"Kamu jarang kesini ya akhir-akhir ini." ucap Ayya.

"Iya kak, aku sibuk banget." jawab Carrol.

"Oh iya kak, kenalin ini Hanin Apoteker di rumah sakit." ucap Carrol memperkenalkan Hanin.

Hanin segera tersenyum kikuk ke arah Ayya.

"Oh Apoteker song- eh maaf." ucap Ayya sambil tersenyum canggung.

"Kenalin aku Shaquella. Bisa panggil kak Ayya aja. Aku kakaknya Bian." ucap Ayya memperkenalkan diri.

"Iya kak." jawab Hanin.

Hanin memperhatikan dua orang yang sedang berbicara di depannya. Mereka berdua sangat cantik dan Hanin merasa dia begitu berbeda dari mereka. Walaupun wajahnya pun masih bisa disebut cantik, tapi tetap saja perbandingan dengan mereka itu terlalu jauh.

"Hanin gimana mau gabung?" tanya Ayya tiba-tiba.

"Ya kak? Gabung apa?" tanya Hanin bingung.

"Kamu malah ngelamun sih. Kita lagi bahas acara untuk weekend nanti, rencananya kita mau ke puncak mau ikut?" tanya Ayya.

"Eummm aku," Hanin sedikit berpikir menimbang-nimbang ajakan itu.

"Pokoknya kamu harus ikut!" final Ayya.

Hanin hanya melongo tak percaya, tadi dia ditanya bukan? Kok sekarang malah dipaksa? Sifat kakak dan adik itu memang tidak jauh berbeda bukan?

Setelah ngobrol panjang lebar Hanin dan Carrol pun akhirnya pamit pulang. Carrol mengantarkan Hanin sampai ke depan rumahnya.

"Nin nanti Sabtu aku jemput kamu kesini ya. Kita kan kumpulnya di rumah kak Ayya." ucap Carrol.

"Dok beneran nih aku ikut?" tanya Hanin agak sangsi. Masalahnya walaupun Ayya baik dan mudah akrab tapi dia belum kenal cukup lama.

"Iyalah. Kamu tenang aja disana kan ada aku. Semuanya gak akan terasa canggung kok." ujar Carrol meyakinkan Hanin.

"Oke deh." ucap Hanin sambil tersenyum.

"Oh ya Nin kalau diluar jangan panggil Dokter dong." pinta Carrol.

"Canggung ah Dok kalau aku panggil selain Dokter." ucap Hanin.

"Yaudah deh senyamannya kamu aja." ujar Carrol.

"By the way makasih ya Dok udah anterin sampai rumah." ucap Hanin.

"Oke sama-sama. See you." ucap Carrol.

Hanin pun segera turun dari mobil Carrol.

"Hati-hati di jalan Dok." ucap Hanin dan menutup pintu mobil.

Hanin pun memandang mobil Dokter Carrol yang semakin menjauh dan hilang dari pandangan.

Rencana [Telah Terbit]Where stories live. Discover now