Tunggal

181 21 1
                                    

"Om.." gumam Rio, ia memandang lelaki yang menyapanya, seseorang yang tentu saja pernah ia jumpai.

"Kenapa bisa kaya gini io?" Rio tidak menjawab, Gabriel memilih tetap berjaga sekalipun lelaki yang mengganti infus Rio adalah ayah kandung Ify.

"Lukanya nggak terlalu parah. Jangan terlalu stress biar cepet pulih." Lelaki itu menyuntikkan cairan yang entah apa, Gabriel jelas tidak paham.

"Dook..dook.." pintu kamar itu terbuka, menunjukan Ify dan Alvin yang baru saja sampai. Mereka berdua memicingkan mata waspada melihat infus Rio diganti begitu saja.

"Pengawasan kalian terlalu ketat." Ucap lelaki tua itu santai.

"Kalian lupa rumah sakit ini milik saya?" Alvin tertawa canggung, mereka melupakan hal itu.

"Om kenal Rio."

"Mungkin." Jawab lelaki itu dengan senyum sinisnya.

"Kamu walinya Rio? Setengah jam sebelum makan langsung diminum, ada obat penenangnya. Jangan sembarangan kalau kasih." Tutur lelaki itu sembari menunjuk Ify.

"Iya pa." Alvin mendelik, Ify memanggil lelaki itu Papa, mustahil.

"Yaudah saya tinggal dulu."

Alvin dan Gabriel sama-sama melirik, Reyhan sama sekali tidak terkejut ketika Ify menyebutnya Papa lagi. Ify mendekati Rio membuka baju pasien Rio tidak terlalu tinggi namun dapat melihat lukanya.

"Arggh.." erangan itu timbul ketika Ify menekan lukanya.

"Oh sorry, sengaja." Tutur gadis itu santai.

"Gw gak mau ngobrol apa-apa sekarang, kalau lo udah bisa pulang, gw baru mau kenalan sama lo."

"Gw lebih tua dari lo." Jawab Rio singkat.

"Ya, gw tau."

"Brak.."

"Fy.." semua yang ada di seluruh ruangan tersebut menoleh, mendapati Septian yang terengah dengan ponsel yang ia genggam.

Melihat kondisi yang ada di dalam, Septian segera menutup pintu rapat-rapat. Ia menyuruh Gabriel dan Alvin mendekat ke tempat tidur Rio, sebuah berita yang baru terbit setengah jam yang lalu muncul, memberitakan Saksi korupsi atas nama Mario Adinata di terbangkan ke Singapura karena kasus pembunuhan berencana.

Mereka semua serentak memandang Rio yang pandangannya masih kosong, lelaki itu sama sekali tidak merespon. Bahkan tidak terkejut.

"Kayanya ni anak nih sebenernya sembuh udahan." Celetuk Gabriel.

Rio menoleh, memandang Gabriel dengan tatapan yang bahkan seorang polisi pun bergidik dibuatnya.

"Papa..." lirih Ify tidak percaya.

"Berita ini ambil kesaksian papa, gak harusnya berita ini terbit..." belum Ify selesai berbicara Rio berdiri dari kasurnya, ia mencabut infus yang mengikat dirinya sejak semalam.

"Goblokk!!!" Alvin mengutuk keterkejutannya.

"Gw harus pergi." Septian segera menarik lengan Rio, ia tahu posisi yang terjadi saat ini.

"Lo harus tetep di sini, selangkah lo keluar dari kamar ini. Lo bisa langsung mati." Ucap Septian penuh penekanan.

"Kan gak dipikir dulukan, lu kira benerin infus gak sakit." Alvin menggerutu, ia melihat tangan Rio yang mulai mengucurkan darah karena ulahnya sendiri.

"Lu diem mulu gw kira mikir, ternyata kaga. Kalau mikir lo ujungnya kabur ya bego, lo kira gw ama yang laen di sini nungguin lo ngapain? Yasinan? Kagak bego, gw nunggu elo. Bodo amat kaga kenal kerjaan kita jagain orang yang sekarat kaya elo emang." Alvin menarik nafasnya berat.

#NEWSTORY : MARIOWhere stories live. Discover now