Mbah Kakung Si Raja Klenik

14 1 0
                                    

Alkisah pagi itu dokter Rania kembali mendapat tugas jaga IGD. Kali ini ia berjaga bersama kelompok Mbah Kakung, seorang perawat nyentrik dengan jenggot panjangnya. Dua teman lainnya adalah Mas Shamy dan Mbak Bidan Bunga. Seperti biasa jika sedang tidak ada pasien, obrolan hot bersama Mbah Kakung adalah tentang klenik. Sepertinya dia hafal semua mitos banyak tempat.

Oh iya, Mbah Kakung ini berdarah asli Cepu. Dengan bangganya ia mengaku nenek moyangnya berasal dari Jipang Panolan dan masih keturunan Arya Penangsang, Adipati Jipang yang terkenal karena dibunuh oleh Danang Sutawijaya yang kemudian menjadi Raja Mataram Islam bergelar Panembahan Senopati. Cara Sutawijaya yang dianggap liciklah yang membuat cerita pembunuhan itu melegenda hingga kini.

"Bu Dokter, tahu nggak? Ada mitos kalau orang daerah Cepu nggak boleh muncak ke Lawu?" Mbah Kakung memulai ceritanya.

"Lha emang kenapa, Mas? Perasaan njenengan ya slamet-slamet aja berkali-kali ke sana," Rania jelas keheranan.

"Ada mitos Bu Dokter. Katanya kutukan Raja Majapahit terakhir. Pokoke orang Cepu nggak boleh naik Lawu. Saya dulu sempat ya hampir hilang, diputer-puterin pas naik lewat jalur Candi Cetho. Untung ada orang cari rumput, jadi saya ikutin aja."

Rania hanya manggut-manggut. Dalam hati ia tertarik dengan cerita Mbah Kakung. Pikirnya orang itu kok ya seneng banget sama hal-hal klenik.

"Bu Dokter tahu nggak di Jipang sana, ada bekas keratonnya Arya Penangsang. Nah di sana nggak ada pohon yang bisa tumbuh."

"Itu yang kayak makam terus dikerubutin kain putih-putih?" Rania memastikan info yang pernah didengar sebelumnya.

"Bukan, Dok! Kalau putih-putih itu sebenere buatan orang. Tapi aslinya keratonnya nggak di situ. Sekarang cuma tinggal bekasnya aja. Kayak tanah lapang nggak terawat. Adanya rumput sama semak-semak aja. Nggak ada pohon yang bisa tumbuh besar. Ada sih pohon duku, sawo, dhuwet, tapi jangankan berbuah. Pohonnya aja kunthet. Konon karena tanahnya udah dikutuk sama Penangsang. Biar Sutawijaya nggak bisa makai tanahnya."

Rania hanya membatin, Mbah Kakung itu sudah pantas jadi juru kunci. Tahu kisahnya sampai sedetail itu. Dan karena dari tadi tak kunjung ada pasien, Mbah Kakung penuh semangat melanjutkan cerita kleniknya.

"Kalau di daerah sini tahu Kedhung Kambang, Dok? Itu belakang kontrakan saya dulu di Gringging. Tepatnya di ceruk pinggir Sungai Sawur. Terkenal itu, Dok. Orang desa situ kalau ada hajatan pasti buang sajen ke situ. Atau mau cari pesugihan ya bise semedi di situ. Pernah ada yang semedi katanya dapet cangkul. Sekarang orang itu sawahnya banyak banget soalnya nyangkul tanahnya pakai cangkul jimat itu," jelas Mbah Kakung berapi-api.

"Lha kenapa njenengan nggak ikut semedi, Mas? Mana tahu dapat suntikan po tensi jimat. Ben bisnis mantri kelilingmu laris. Siapa tahu nanti bisa punya rumah sakit sendiri," Rania setengah bercanda. Ada-ada saja orang bikin mitos. Rezeki jelas sudah ditetapkan.

"Yang mengerikan ada lagi, Bu Dokter. Masih di Gringging, namanya waduk Sulur. Kecil sih waduknya. Tapi hampir tiap tahun suka makan korban. Dan selalu korbannya lelaki yang masih perjaka. Terakhir baru berapa bulan ini. Orang Jogja, padahal kata temen-temennya orang itu pinter renang. Udah gitu dicari-cari juga nggak ketemu jenazahnya. Baru habis dipanggilin orang pinter, jenazahnya ketemu. Padahal daerah itu ya udah diubek-ubek dari tadi," Mbah Kakung masih melanjutkan ceritanya.

"Bu Dokter tanya aja pak Satpam kalau nggak percaya. Dia rumahnya deket Waduk Sulur."

Jelas itu nggak akan dilakukan Rania. Buat apa repot-repot bertanya untuk hal yang nggak ada gunanya.

"Eh, Mbah Kakung! Tahu Waduk Kembangan nggak? Yang arah Ngarum belok kanan itu?" Kali ini Mbak Bunga ikut nimbrung setelah sejak tadi hanya jadi pendengar pasif.

"Ya jelaslah. Itu sama mitosnya, selalu minta korban perjaka. Kabarnya di dasar waduk ada seperangkat gamelan pusaka," jawab Mbah Kakung.

"Eh tapi kok aneh ya? Yang barusan tenggelam sebulanan lalu kok udah mbah-mbah," mbak Bunga mendebat Mbah Kakung.

"Yaa mungkin yang minta tumbal bosen sama perjaka. Pengen nyari mbah mbah yang udah pengalaman," jawab Rania asal.

"Ada lagi lho daerah di Gesi sana ...."

Rania sudah tidak peduli dengan cerita mereka berdua. Ia beranjak masuk kamar jaga karena sudah pusing sedari tadi mendengarkan cerita klenik yang tidak jelas. Meski begitu diakuinya pengetahuan Mbah Kakung tentang hal-hal berbau mistik sangat luas. Nyatanya dia hafal tempat-tempat keramat beserta ceritanya.

Rania sendiri jelas percaya pada hal gaib. Tapi untuk percaya bahwa makhluk gaib meminta tumbal jelas berdosa. Hidup mati orang itu sudah ditetapkan. Dan tentang cerita-cerita mistis dan legenda itu mungkin memang sengaja dibuat. Maksudnya agar manusia takut dan tidak merusak alam atau lebih berhati-hati saat berada di daerah berair yang dalam.

Naskah LombaWhere stories live. Discover now