Kyei kembali meraih pir yang tersimpan rapi di atas meja. Ia melempar-lempar kecil pir itu sesuai jangkauan tangkapnya. Senyum miring terpatri jelas di birai tipisnya. Sungguh, ide Kyei tadi sangat bagus bukan main. Setelah itu kalau Bima memilih protes, Kyei bisa memberi pengertian, 'Bim, hidup itu keras. Memang harus bersakit-sakit dahulu, baru kau bisa bersenang-senang.'

"Kyei, kau punya masalah apa, sih, padaku?" tanya Bima heran. Ia menutup wajahnya dengan membentuk angka X dari dua lengan beruratnya. Takut-takut sikap gila kakaknya yang bisa datang kapan saja itu menyerangnya. Kyei itu kejam sekali. Tidak tahu terimakasih sama sekali. Harusnya dia bersyukur Bima sudah mau mengurusnya saat ia sakit. Benar-benar tidak tahu terimakasih. Untung sayang.

Senyum Kyei semakin merekah. Pir yang sedari tadi ia lempar kecil kini ia genggam erat. "Bukan begitu, Bim. Ini keuntungan, kau harus paham."

"Apanya?! Kau--"

Suara bel interkom menarik atensi dua manusia yang tengah mempertaruhkan hidup dan mati itu--entah hidup dan mati seperti apa yang ada dipikiran mereka. Kyei menghela napas. Gugur sudah harapannya untuk menambah penghasilan. Tungkai kecil itu melangkah menuju pintu, tanpa memeriksa siapa yang datang, Kyei langsung membuka pintu begitu saja.

Seorang laki-laki menggunakan kemeja dengan kaus hitam di dalamnya berdiri dengan tenang di depan apartemen Kyei. Laki-laki itu langsung masuk begitu saja tanpa mempedulikan tatapan tajam yang Kyei lemparkan padanya. Membuka masker, kacamata dan topinya, laki-laki itu langsung berjalan menuju kopi yang sudah tersimpan manis di atas meja. Benar-benar tanpa sepatah kata. Mengesalkan bukan main. Laki-laki itu langsung menyesap kopinya dan melirik Kyei dari ujung matanya.

"Kenapa berdiri di situ?" Yoongi membuka suara.

Kyei membuang napas tidak percaya. Wah benar-benar. Yoongi seperti manusia tidak memiliki sopan santun sama sekali. Seenaknya, mentang-mentang ini apartemen gadisnya. Kyei melangkah menuju Yoongi dan duduk di seberang laki-laki itu. "Harusnya kau itu mengucapkan selamat pagi atau basa-basi lain. Bagaimana kalau di dalam apartemenku ada orang lain?"

Yoongi menukikkan alisnya. Ia menyesap kopinya sejenak lalu berucap, "Memang siapa yang akan ada di apartemenmu selain Bima dan Hani? Selingkuhanmu?"

Kyei menggertakkan giginya menahan kesal. Demi apapun, Kyei tidak tahu ia bermimpi apa tadi malam sampai harus menghadapi dua makhluk yang mampu menarik tinggi emosinya. Bagaimana bisa Yoongi berkata seperti itu padanya sementara dirinya tidak jauh-jauh dari apartemen, supermarket, dan gedung BigHit.

"Kalau iya, bagaimana?" sulut Kyei naik pitam sendiri.

Yoongi yang tadi hampir kembali menyesap kopinya langsung terhenti dan memberi atensi penuh pada Kyei. "Kau benar-benar selingkuh? Dariku? Min Yoongi?"

Baik. Kyei tidak tahu harus bagaimana mengekspresikan dirinya sendiri setelah mendengar kesombongan mutlak dari birai tipis Yoongi. Ayolah, mereka baru saja bertemu. Kenapa sudah harus berdebat, sih? Pun sebenarnya tidak ada salahnya Yoongi menyombongkan diri. Dia memang pantas sekali kok untuk menyombongkan diri. Toh, ia memiliki sesuatu untuk disombongkan. Ketampanan, salah satunya.

Kyei bangkit dari duduknya saat bunyi mesin kopi kembali berdenting. Ia memang memutuskan untuk menyiapkan segelas kopi untuk Bima. Untung saja pikirannya untuk mengkambinghitamkan Bima dalam urusan uangnya hilang begitu saja. Bima harus berterimakasih seharusnya. Kyei melirik Bima yang baru keluar dari kamarnya, sepertinya mengambil sebuah masker. Tidak lucu juga kalau Bima sebagai mahasiswa baru yang langsung terkenal karena ketampanannya itu diledeki si tampan berhidung merah. Tidak bisa dibiarkan.

"Minum dulu kopinya," sahut Kyei saat Bima memasukkan ponsel ke dalam tas selempangnya. Tanpa menjawab Bima melangkah mendekati Kyei, meraih gelasnya sedikit kasar lalu meneguk dengan cepat. Mata Bima beralih pada Yoongi yang masih sibuk dengan kopinya lalu meletakkan kopinya yang tersisa setengah.

ROUND✔Where stories live. Discover now