Titik-titik air mata meluncur dari maniknya, membasahi rambut pria cantik dalam dekapan.

"B—bisa kita sudahi ini?" lirihan itu tidak Jaehyun gubris, ia mengerang tertahan. Semakin banyak dirinya mendengar suara pria ini, semakin Jaehyun merasa buruk—dihantui perasaan campur aduk yang membuatnya kebingungan—sedari ketika dirinya melihat Taeyong berhasil mendapatkan pengakuan dari Snow sebagai bagian dari pride mereka. Membiarkan Jaehyun tidak benar-benar tahu dan mengerti apa tepatnya rasa yang dialaminya. Ini seperti marah dan haru, tetapi kecewa mengacaukan batas antar keduanya.

"Kau gemetar, Jaehyun. Apa kau baik-baik saja?"

"Oh, apa matamu baru sakit sekarang? A—aku bisa membantumu dengan itu. Ayo duduk."

"Hei jawab aku. Ini... Sesak," silabel terakhir yang terlontar dari bibir pria di dekapan membuat tremornya mereda segera, menjadikan pertahanan Jaehyun runtuh seketika—entah karena kata itu menjelaskan stres yang dialaminya atau sekedar menohok hati atas pikiran buruknya.

Ia mengeratkan peluk, seolah menginginkan belulang sosok cantik ini remuk. Namun lirihan sakit pun tidak diperdengarkan sama sekali, malah lengan-lengan lemah pria itu melingkar menuju tengkuk Jaehyun dan menepuk helai coklat pekatnya penuh afeksi, menenangkan.

"Tidak apa-apa. Tidak apa-apa. Menangislah."

Jaehyun mematung. Menyadari wajahnya yang dibanjiri air mata dan isakan berat lolos melalui sela-sela bibirnya. Dari pada itu, dirinya lebih terpukul akan kenyataan betapa murah hatinya sosok dalam pelukan, meski dihujam anomali di tengah ketidak tahuan, serta tingkah bodoh Jaehyun yang terlampiaskan padanya.

Intimasi itu melonggar. Tidak lepas, sebab Jaehyun memasrahkan dirinya berada begitu nyaman dalam perhatian kecil sosok baru dalam hidupnya; merasakan jari-jemari yang menyugar rambutnya; menikmati sedikit kehangatan yang disemogakan mampu mengobati tiap-tiap kebencian hatinya.

"Merasa lebih baik?" anggukan kecil dijadikan jawaban, Jaehyun berguling ke samping memberi kebebasan pada pria di bawahnya.

.

"Maaf. Aku menjadi terlalu emosional melihatmu diterima dengan baik oleh bayi-bayi singa itu," Taeyong menatap pria itu yang beringsut duduk, menyeka jejak keruh pada wajah, dan menunduk menumpu dahi pada kedua telapak tangan yang bertaut.

Bohong kalau Taeyong tidak terkejut diberi perlakuan seperti barusan. Jantungnya hampir copot ketika ditarik ke dalam pelukan kasar yang tidak pernah ia prediksi adanya.

"Sebelumnya aku tidak pernah membiarkan orang lain mendekat pada mereka. Kaulah satu-satunya," Jaehyun kembali berbicara, suaranya sengau dan sedikit mengganggu.

"Aku memperbolehkanmu bukan semata-mata aku membutuhkan seorang dokter hewan yang bisa membantuku menjaga kesehatan mereka setiap saat, tetapi untuk membuktikan kepada orang yang kucinta, bahwa anak-anakku tidak akan menggigit manusia yang memberinya kasih sayang, dan dia akan baik saja bila kemari."

"Namun lihatlah dirimu, kau berhasil mendapatkan tempat teristimewa dalam sekumpulan singa yang akan kudijadikan satu. Di mana—orang yang kucintailah seharusnya berada di situ."

Hening sebentar, Jaehyun menghela napas dan melanjutkan, "Melihat mereka membiarkanmu mengisi tempat itu—itu membuatku marah. Aku gelap mata dan baru saja melakukan hal kasar kepadamu. Maafkan aku, Taeyong."

1 4 3  [JAEYONG]Where stories live. Discover now