95

742 140 24
                                        

Pagi menjelang siang, langit cerah diisi sedikit semburat putih awan, sebanding dengan sengatan sinar mentari pada kulit sesosok pria menawan—Taeyong berdiri di penghujung tanah datar yang dikelilingi cukup pepohonan, seperti jurang, tetapi tidak begitu curam yang dipenuhi oleh belukar. Senyum lebar terlukis di wajahnya ketika memperhatikan Jayjay dan Momo yang kini bergelantungan, tidak terlalu tinggi sebab Taeyong mampu meraih mereka dengan berjinjit. Ia menggeleng ketika melihat kedua monyet itu seolah berlomba untuk mencapai dahan satu ke dahan yang lain, ia hanya berharap mereka masih berhati-hati.

"Hei, berhenti mengkhayal." Taeyong terhuyung ketika seseorang mengguncang bahunya. Ia menoleh dan menemukan Johnny tercengir menyodorkan sebotol susu dingin ke arahnya, "Ini." Raut lembutnya berubah menjadi bersungut-sungut, "Aku tidak," ujarnya sembari merebut botol itu dari tangan si pria dan lekas menenggaknya.

Melalui ekor matanya Taeyong dapat melihat Johnny yang menggenggam dua buah pisang. "Jayjay, Momo, terima ini!" Taeyong berdecak, "Jangan melemparnya terlalu jauh, Johnny," ujarnya memperingatkan kemudian kembali menyibukkan diri dengan sisa susu di botolnya, yang sejujurnya sama sekali tidak serasi diminum untuk meredakan dahaga ketika matahari terasa begitu menggigit kulitnya. Matanya tidak lepas mengamati dua ekor monyet yang berhasil menangkap buah pisang dengan benar.

Hari ini ia pergi bersama Johnny memantau lahan konservasi, agaknya si pemilik ingin melebarkan sayapnya lebih lagi, dengan maksud membuka kandang untuk binatang lain. Akan tetapi Jaehyun menginginkan mereka menemukan tempat yang paling tepat dan mumpuni di sekitar lahan tiga ratus hektar ini. Johnny bilang, anak yang harus Taeyong urus penuh kasih bertambah dua lagi, setelah sebelumnya Jaehyun dengan seenak jidat menandatangani kesanggupan memberi pemeliharaan kepada dua ekor cheetah, yah meski Jaehyun adalah orang yang memiliki tanggungjawab paling besar atas itu semua. Lagi pula urusan Taeyong yang bertambah malah membuatnya makin senang, baginya ini merupakan kesempatan emas yang tidak boleh disia-siakan.

Bunyi penutup botol yang dirusak seiring dengan embus napas dari Johnny yang keras. Taeyong dibuat menoleh pada si pria dengan alis dinaikkan, ia menjauhkan bibir botol dari wajahnya, "Emh, kenapa?" tanyanya. Johnny mendesah puas, menyudahi acara minumnya, ia menggeleng pelan, tetapi kelihatan agak lesu dan pasrah.

Taeyong berusaha mengabaikan itu, ia berjalan menuju tempat yang dirasanya cukup teduh. Di bawah dahan pohon yang bertumpuk, ia mendudukkan diri dengan kaki diluruskan. Lalu sisi kosong di dekatnya ia tepuk-tepuk, mengisyaratkan Johnny untuk duduk. Pria tinggi itu menurut, Taeyong menatapnya sekali lagi sebelum mengistirahatkan kepalanya di bahu luas yang kelihatan nyaman untuk bersandar, "Aku mengantuk," bisiknya.

Johnny tidak menunjukan reaksi apapun, ia bergeming dan mengamati Jayjay juga Momo di depan sana, sedangkan bahunya menerima beban kepala si dokter. "Aku mengantuk, Johnny," ucap Taeyong sekali lagi.

"Masih terlalu pagi untuk kembali tidur, Cantik. Kau punya dua belas jam untuk itu nanti, lebih baik—" sebelum kalimat itu menjadi omelan panjang, Taeyong lebih dulu menyela, "iya... aku tahu, aku hanya bercanda."

Taeyong mendengus, kemudian berpaling untuk meneliti betul wajah kawannya itu, "Ayo ceritakan," pintanya pelan. Tidak ada unsur memaksa dalam kalimatnya, memang, tetapi cukup membuat Johnny memandang Taeyong heran dan hanya tersenyum sedikit ketika menyadari maksudnya untuk kemudian mengembalikan atensi menuju kedua monyet yang masih bergelantungan. Itu membuat Taeyong menahan napas terkesiap, mengetahui bantuan yang ditawarkannya baru saja ditolak—katakanlah ia lupa dengan prinsip menghargai privasi orang adalah hal terpenting dalam hidupnya. Namun Taeyong begini bukan sekadar ingin mengetahui saja sebab dilakukannya untuk membantu Johnny atas masalah yang diyakini berhubungan dengan Ten dan Jaehyun.

"Aku tidak ingin menambah pikiranmu, Taeyong. Ini tidak begitu pelik, lagipula Ten bisa menunggu."

Hening. Desir angin hangat menyapu serpih debu mencapai wajah, panas menyengat menembus melalu celah tumpukan dahan, tawa polos dilepas tanpa menunjukan emosi yang segenapnya meledak-ledak. Itu berlangsung lama. Johnny ia biarkan menggantung di tengah ketidaktahuan, sedangkan Taeyong diam-diam melirik si pria tinggi melalu sudut matanya sebelum dirinya berhenti dan beralih meneliti bola mata sosok di hadapannya. "Kau bajingan jika meninggalkan Ten begitu saja," Taeyong menghela napas, "bulan belakangan aku selalu melihat murung di wajahnya dan ia terlalu sering melukai tangannya dengan pisau dapur ketika memasak, bahkan Jeno sampai hati mengusir untuk menggantikan tugasnya."

1 4 3  [JAEYONG]Where stories live. Discover now