2. The Power Inside

74 19 14
                                    

"Bahan-bahan yang kubeli hari ini jumlahnya lebih banyak daripada hari-hari sebelumnya. Apakah hari ini adalah hari yang penting?" tanya Sevan heran pada tuan Vizar yang sedang bersiap untuk memasak makan malam.

"Ini hanya hari-hari biasa, tak ada yang spesial. Aku hanya sedang ingin memasak dalam jumlah banyak. Nanti lakukan sesuatu untukku ya, Sev?"

"Sesuatu? Apa yang kau ingin aku lakukan?"

"Aku menyisihkan sebagian masakan kita malam ini untuk Lena. Nanti kau kirimkan kepada mereka, ya. Sekalian kau bisa menemui Maia, bertukar sapa satu dua kata."

"Oh, baiklah kalau begitu," jawab Sevan mengiyakan.

Malamnya Sevan berangkat menuju rumah Maia. Dirinya tak akan menghabiskan banyak waktu saat sudah sampai di rumah Maia. Hanya menyampaikan salam dari tuan Vizar dan ingin segera kembali. Maia yang heran dengan kedatangannya malam-malam begini, kemudian mengucapkan terima kasih kepadanya dan menitipkan salam kepada tuan Vizar dari neneknya.

"Hei, Sev!" Maia memanggil Sevan yang sudah membalikkan badan.

"Ada apa, Mai? Apa ada yang tertinggal?"

"Besok ikutlah denganku ke bukit Astes, Sev! Kau tak ada kegiatan di esok hari, bukan?"

"Ya, aku sudah mengumpulkan cukup banyak kayu untuk memperbaiki kandang kuda milik tuan Vizar. Harusnya aku bisa libur besok."

"Kita akan melakukan sesuatu yang menyenangkan. Biarlah untuk hari ini menjadi rahasia. Kau akan dapatkan jawabannya besok disini, hehe."

"Oke, Mai," jawab Sevan singkat.

"Jangan lupa ya!" sahut Maia kepadanya yang hanya membalas dengan lambaian tangan sambil berjalan kembali menuju rumah.

- - - - - - -

Bukit Astes, pagi hari.

"Untuk apa kita mencari batu sampai jauh-jauh ke sini? Tiga jam sudah habis hanya untuk menginjak wilayah perbukitan ini. Meskipun treknya cukup ramah untuk pejalan kaki, tapi tetap saja melelahkan. Dan ini lebih jauh daripada perjalanan menuju hutan Fortes," keluh Sevan yang sudah cukup berkeringat setelah berjalan cukup lama.

"Berhentilah mengoceh, Sev. Bukankah aku sudah bilang tadi di rumah, kalau bebatuan yang berada jauh dari pemukiman manusia itu lebih banyak mengandung Mana."

"Iya, aku mendengarnya, tapi aku sendiri juga tidak cukup paham tentang Mana."

"Hm! Sudah kuduga kau hanya iya-iya saja tadi. Kau tahu kan kalau kita hidup di dunia yang penuh dengan Mana? Mana ada di mana-mana. Mana bisa masuk ke dalam makhluk hidup seperti kita, hewan, pepohonan, maupun benda tak hidup seperti air dan batu. Tapi tiap benda punya kemampuan menyerap mana yang berbeda-beda karena masing-masing benda punya kapasitas dalam menampung Mana dan hambatan dalam menyalurkan Mana. Dengan kata lain, ada yang cepat dan mudah menyerap Mana, ada juga yang tidak. Ada yang mampu menyerap banyak Mana, ada yang menjadi rusak karena terlalu banyak dirasuki Mana-"

"Pelan-pelan Maia, kau menyebut kata Mana berulang kali sampai aku pusing mendengarnya," sela Sevan yang masih sibuk memperbaiki ritme nafas terengah-engahnya.

"Ah, kau ini! Aku jadi lupa tadi mau bilang apa!"

"Haha, nanti saja lanjutkan ceritanya saat kita beristirahat. Batu seperti apa yang harus kita kumpulkan?"

"Seperti yang aku katakan tadi, Sev. Kita cari batu yang mengandung banyak Mana."

"Bagaimana cara membedakan antara batu yang punya banyak Mana dengan yang tidak?"

"Hmm, benar juga. Kau masih belum bisa mendeteksi Mana. Kalau begitu gunakan saja ini," ucap Maia sambil melemparkan sesuatu pada Sevan.

"Apa ini?" tanya Sevan yang baru saja menangkap benda seperti batu dengan warna kemerahan.

In AestusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang