Enmeshed in Memory : Back in Time

29 8 1
                                        

***

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

***

— 02.15 KST, Andong Station, Gyeongsang Utara, Korea Selatan —
-Spring 2010-

Ia tersentak, bangun dari tidur dan mendapati setelan hitam di tubuhnya telah berganti seragam sekolah.

"Apa ini?" tanyanya pada diri sendiri.

Melihat sekitar, itu adalah stasiun sepuluh tahun silam. Kilasan ingatan tentang pria tua di Magic Shop menghampiri.

Inikah maksud dirinya memperbaiki kesalahan?

Tatapannya beralih ke arah kanan. Benar saja, ada seorang gadis terjatuh di sana, bersamaan dengan kereta yang turut berhenti.

Ia panik, dirinya yang dulu mengabaikan keberadaan si gadis yang kesakitan. Namun, ia ingin mengubah penyesalannya. Maka ia berlari menghampiri si gadis yang hampir kehilangan kesadaran.

"Hei, kau tidak apa-apa?!"

Nada suaranya meninggi ketika bertemu pandang dengan luka si gadis. Digendongnya si gadis tanpa berpikir dua kali. Bermaksud membawanya ke rumah sakit terdekat.

***

"Kondisinya sudah cukup membaik. Untung kau segera membawanya kemari. Kerja bagus, haksaeng,* puji sang dokter.

Setelahnya, dokter itu berlalu pergi sambil menepuk bahu kiri Seokjin. Tenang saja, Seokjin telah melaporkan kejadian ini pada polisi, maka pihak kepolisian mencari keluarga dari gadis itu melalui data kependudukan di daerah sana.

Gadis itu tersadar, kekuatannya minim hingga belum mampu untuk duduk. Maka ia hanya menatap Seokjin yang berjalan mendekat.

"Terima kasih," gumamnya lemah tetapi mampu didengar.

Seokjin membalas dengan mengembangkan senyum lega. Si gadis melakukan hal yang sama. Bayangan dirinya lari dari si penculik dan mati tanpa ada yang tahu kini lenyap ketika lelaki itu hadir di ambang kesadarannya.

"Istirahatlah, orang tuamu akan segera datang."

Seokjin meraih kursi, duduk memperhatikan—tepatnya mengawasi. Hening memainkan peran. Hanya suara detikan jam juga tetesan cairan infus yang mengisi.

"Namaku Yoon In Ah." Ucapan lemah si gadis membuat Seokjin tersadar dari lamunan.

In Ah mengangkat tangan kanannya. Refleks Seokjin menangkap jemari kecil gadis itu dan menggenggamnya.

"Seokjin, Kim Seokjin. Senang membantumu In Ah-sshi."

Tatapan mereka saling mengunci. Bahkan Seokjin tak sadar terus menggenggam tangan In Ah. Sementara si gadis tak protes, membiarkan hangat genggaman Seokjin mengaliri tubuhnya.

***

— Dongdaemun, Korea Selatan —
-Spring, 2020-

Seokjin memandang bunga-bunga  yang bermekaran di sepanjang jalan. Menurunkan kaca kemudi sedikit rendah agar irisnya jelas menangkap bayangan bunga sakura.

Sejuk udara pagi menambah kebahagiaan di hatinya. Musim semi kali ini tak membawa mimpi buruk ataupun penyesalan, tetapi bahagia yang membuatnya terus mengucap syukur.

Ingatannya kembali pada toko yang kini tak dapat ia temukan keberadaannya. Bagaimana pun, ia tak akan pernah menyesali keputusannya meminta bantuan kala itu. Meski gelar pengacara tersohor tak lagi ia sandang. Status pengacara biasa sudah lebih dari cukup.

Sejarah buruk dalam hidupnya menghilang. Mimpi buruk itu tak lagi ada. Keputusannya untuk tinggal dan terjebak oleh waktu sekali lagi tak pernah ia sesali. Mengulang sepuluh tahun yang lebih berarti.

Cklek

"Maaf, Sayang. Sena sangat susah kutemukan. Benar, kan?"

Wanita yang baru saja duduk di kursi penumpang mobilnya berujar, lalu menoleh ke belakang yang juga telah diduduki wanita lain—Sena.

Seokjin sedikit tersentak, Sena itu sosok yang ia kenal di keadaan lain, dulu ... sekali.

"Benar, maafkan aku yah, Kak. Soalnya Kak In Ah juga tak mengabariku harus menunggu di mana," gerutu Sena.

In Ah menangkap raut bingung dari wajah sang suami.

"Hehe. Sayang, kenalkan ini Sena. Temanku yang kuceritakan sebelumnya, yang belajar di Amerika sana," lalu In Ah memiringkan badan setengah berbalik, "Sena, ini Seokjin, suamiku."

Dan dari sana, Seokjin belajar bahwa dunia ini terlalu sempit dan menyimpan banyak misteri. Angin menyulur pelan membawa bunga beterbangan. Musim seminya diwarnai kenyataan dan relasi tak terduga.

"Hai, namaku Kim Seokjin, suami In Ah. Senang bertemu denganmu di keadaan seperti ini, Sena-sshi."

Ingat, penyesalan itu memang datang di akhir, tetapi kesempatan untuk memperbaikinya tidak mengenal waktu kapan akan bertandang.

Seokjin meyakininya.

—fin—

*haksaeng : pelajar/siswa

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

*haksaeng : pelajar/siswa

Enmeshed in Memory Where stories live. Discover now