"Kau harus menikah denganku." Minji ingat betul, bagaimana Jungkook secara terang-terangan datang ke flat lotengnya yang terletak di atas sebuah bangunan minimarket.

Memaksanya menikah lantas mengancam kehidupan keluarganya jika Minji tak menuruti kemauan sang atasan.

"Kau tahu, bukan ... siapa Jeon Jungkook. Menghancurkan Jung Jaehyun bukan perkara sulit saat aku sudah memiliki semuanya. Kau tinggal memilih, menikah denganku atau ... melihat bagaimana aku menghancurkan Jung Jaehyun, Ibumu, dan Yoo Minwoo, adikmu?"

Bodohnya Minji yang lemah akan semua hal itu, ia jelas tak bisa menganggap Jungkook remeh mengingat sifat arogan dan ingin menang sendiri itu. Ia terpaksa menerima semuanya, menjauhi Jaehyun hanya agar pria itu baik-baik saja.

"Sayang ... suatu hari nanti, bisakah kita menikah di gedung besar dan mengundang banyak orang? Aku ingin semua orang tahu, bahwa Jung Jaehyun berhasil mendapatkan istri seperti Nyonya Jung ini."

Mendadak, potongan-potongan memori manis antara dirinya dan Jaehyun terputar random di otaknya, memainkan gejolak dalam batin Minji sebelum akhirnya ia menyerah. Permpuan 22 tahun itu berjongkok, mengabaikan orang-orang yang berlalu-lalang lantas menangis keras. Membekap belah bibirnya dengan kedua tangan kendati tahu hal itu tak akan membantu.

"Hiks ... J-Jaehyun-- hiks ... maafkan aku."

_______

Hari itu tiba, persiapan singkat mereka lakukan dalam 2 hari. Kini ... Minji hanya bisa terduduk sembari menatapi pantulan dirinya di depan kaca, duduk di kursi yang terletak di depan meja rias. Dalam balutan gaun cantik nan mewah itu, keadaan hati Minji masih begitu mendung, sampai suara derit pintu terdengar begitu nyaring. Memaksa perempuan itu memutar kepalanya lantas tersenyum saat mendapati sang Ibu muncul bersama Minwoo, adiknya.

"Ah ... tidak apa. Duduk saja," cegah sang Ibu saat putri pertamanya itu berniat bangkit dan menyambutnya, Minji mengulas senyum dan membiarkan Ibunya duduk di sisi tubuhnya.

"Kukira Nuna akan menikah dengan Jaehyun hyeong. Tapi ternyata bukan, kenapa begitu? Bukankah Nuna sangat mencintai hyeong yang pandai memasak itu?" Minji sontak terdiam, kegundahannya kembali dikorek habis. Tepat saat sang adik mencoba menggali lagi luka yang sudah ia coba kubur dalam 2 hari belakangan ini.

"Itu benar, Ji. Apa terjadi sesuatu antara kau dan Jaehyun? Kau tahu, Ibu begitu terkejut saat kau menghubungi Ibu lalu mengatakan jika kau akan menikah dengan Jeon Jungkook bukan Jung Jaehyun." Minji menarik nafas dalam, menggenggam tangan Ibunya sambil mengulas senyum, "Aku dan Jaehyun baik-baik saja, Bu. Tidak perlu cemas. Aku ... aku mencintai Jungkook, jadi kami harus menikah. Ya ... hanya sesederhana itu. Tidak ada yang lain." Sang Ibu terdiam, mengerti betul bahwa dibalik jawabannya itu. Minji menyimpan jutaan rahasia yang sengaja tak ingin diungkit terlalu dalam.

"Permisi, apa aku mengganggu?" Mereka tergelak, menatap pria tua yang mulai melangkah masuk, dengan setelan jas mahalnya juga kacamata yang selalu bertengger di pangkal hidungnya, Minji lekas berdiri lalu membungkuk hormat berikut sang Ibu dan adiknya, "Bolehkan aku berbicara dengan calon cucu menantuku?" Nyonya Yoo lekas mengangguk sembari tersenyum manis lantas menatap putrinya yang masih terdiam.

"Ibu akan kembali nanti." Minji tersenyum paksa, melihat sang Ibu dan adiknya pergi dan menutup pintu. Meninggalkan calon mempelai wanita itu dengan kakek Jeon itu, "Terimakasih karena sudah membantu kami, Nak." Si anak Yoo itu mengangguk sambil mengulas senyumannya. Sementara pria yang biasa mendapat panggilan kakek dari Jungkook itu mulai menyadari jika ada satu hal kecil yang sedari tadi mengganggu pikiran perempuan cantik itu.

"Sebelum pemberkatan dimulai. Ada yang ingin kutanyakan padamu."

"Apa itu, Tuan?" Pria itu, Jeon Sungjin terkekeh pelan lalu mendekat sebelum menepuk bahu Minji pelan, "Aku kakekmu, bukan? Haruskah kau memanggilku dengan sebutan itu?"

"Ah ... maafkan aku," ujar Minji sambil membungkuk pelan membuat Sungjin tersenyum simpul.

"Jeon Jungkook ... apa kau mencintainya?" Ia terdiam lagi, kebohongan macam apa yang pantas ia lontarkan kali ini? Haruskah ia menipu perasaannya untuk menyenangkan orang lain?

Mengatakan bahwa ia mencintai Jungkook saat hatinya tak untuk pria itu.

"A-aku ... entahlah, aku tidak tahu. Maaf." Sungjin terkekeh kali ini lalu menepuk pundak Minji lagi, "Terimakasih karena sudah menyelamatkan karir cucuku. Dan ya, kau harus ingat, Nak. Cinta akan datang saat kau mulai membuka hati."

Perkataan Tuan Jeon Sungjin barusan nyatanya berhasil menampar Minji keras, bagaimana bisa?

Bagaimana ia harus membuka hati, jika Jungkook tak memiliki kunci untuk pintu yang tertutup rapat itu? Bagaimana bisa? []






Hai ... kami cuman mau bilang ... terimakasih buat support kalian, guys 😉😉

Sampai jumpa di part selanjutnya hehe
Salam peluk,

Ken & Yuan 💜

'INCORRECT ANSWER'Where stories live. Discover now