"Parfum KW nggak, Mas?" tanya Safna lagi memastikan.

Danu terkekeh. "Kalau cuma parfum aja, Mas nggak perlu beli yang KW, dek."

Hanum menyipitkan mata. "Jangan-jangan kamu..."

"Apa, Mbak?"

Hanum menggeleng. "Enggak. Nggak apa-apa."

Safna mengedikkan bahu saja. Menghentikan makannya begitu perutnya merasa sudah kenyang.

"Mbak, kalau beresin sendiri nggak apa-apa, ya. Badan Safna rasanya nggak nyaman banget. Pengen istirahat dulu."

Hanum mengangguk. "Iya. Kamu istirahat aja."

Mendapat izin dari Hanum dan setelah berpamitan sama Danu, Safna beranjak dari tempat menuju kamarnya untuk beristirahat.

Safna terjaga disaat matahari tengah bersinar dengan terangnya. Tampaknya Safna sudah terlelap sangat lama. Meregangkan badan, namun perutnya seketika terasa sakit. Entah apa yang salah sepertinya Safna harus memeriksakannya nanti. Bergegas Safna turun dari tempat tidur menuju kamar mandi. Sejak tadi tidak ada yang Safna lakukan. Dan sepertinya semua pekerjaan sudah selesai begitu ia bangun.

Safna melangkah keluar kamar berniat menghampiri Hanum. Tapi tampaknya Hanum dan Danu tengah menanti kehadiran Safna.

"Mau kemana, Mbak?" tanya Safna saat melihat penampilan Danu dan Hanum yang terlihat rapi.

"Sudah bangun?" tanya Hanum. Tentu saja Safna sudah bangun. Kalau tidak, bagaimana mungkin wanita itu berdiri tegak didepannya. "Nenek, Mama sama Papa minta kita buat datang ke rumah."

"Ada acara apa?"

Hanum merangkul lengan Safna, lantas tersenyum. "Nanti kamu juga tau sendiri."

Safna mengangguk saja. "Oke!" ucapnya. "Safna gini aja nggak papa, ya."

"Gini aja udah cantik kok," puji Hanum. Lantas mereka bergegas keluar rumah.

"Kamu duduk didepan," tawar Hanum saat mereka sudah tiba didepan mobil

"Nggak ah, Mbak," tolak Safna cepat. "Mbak aja yang di depan. Safna duduk dibelakang aja."

"Loh, kenapa?" tanya Hanum tampak bingung. Hanum sudah biasa meminta Safna duduk disamping Danu, dan selalu Safna terima tawaran itu. Tapi saat ini, dengan cepat Safna menolak.

Safna melirik Danu sekilas, lantas berbisik pada Hanum. "Mas Danu nya bau banget, Mbak. Safna nggak mau duduk di samping Mas Danu," ucapnya berhati-hati menatap danu. "Kalau boleh saran, sih. Mbak Hanum duduk dibelakang aja sama Safna."

"Aku bukan supir," sambung Danu.

Safna pasti berpikir jika Danu sama sekali tidak mendengar apa yang wanita itu katakan. Tapi sayangnya, Danu mendengar itu dengan jelas. Ingin awalnya Danu membantah begitu bisikan pertama terdengar saat Safna mengatakan dirinya dengan sebutan 'bau'. Tapi Danu tahan kekesalan itu saat matanya menangkap mata Hanum yang tampak memperingati.

"Mas." Hanum memanggil nama Danu lembut. Membuat Danu menghela nafas, pasrah.

Danu memilih diam daripada harus berdebat dengan Safna. Selain menghindari pertengkaran, Danu juga mengingat apa yang Nenek dan Mamanya katakan sebelum mereka bertiga berangkat. Jika dugaan mereka benar, jangan sampai Safna stres.

"Sebenarnya Nenek minta kita buat datang dari jam 10 pagi tadi," jelas Hanum saat mereka dalam perjalanan. Akhirnya Hanum memilih duduk disamping Danu. Tidak mungkin Hanum membiarkan Danu duduk sendiri layaknya seorang supir.

"Jadi kenapa nggak bangunin Safna, Mbak?"

"Hanum udah bangunin," potong Danu. "Cuma kamu tidurnya kaya orang..." Danu cengengesan begitu tatapan tajam Hanum lontarkan. "Kaya orang pingsan." Danu memperbaiki ucapannya.

Istri Kedua (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang