05 - Memori Silam

233 94 101
                                    

Siang hari, matahari semakin menyengat. Semua murid-murid berkerumun di parkiran. Dengan cepat tentunya mereka ingin cepat-cepat sampai di rumah, mengingat cacing di perut sudah mulai berbunyi.

Berbeda dengan Zaza, perempuan itu sekarang sedang menunggu Ola yang berlari ke arah WC. Mengingat perempuan itu banyak memakan jajan. Jadilah, Zaza menunggunya di dalam kelas sembari men-scroll aplikasi instagram-nya.

“Akhirnya lega juga!” teriak Ola menghampiri Zaza yang setia menungguinya buang air besar.

Sontak Zaza langsung menutup lubang hidungnya dengan jari.

Melihat itu, Ola langsung melempengkan wajahnya. “Udah bersih kali! Gue cuci tangan pake sepuluh botol sabun! Kalo nggak percaya, cium nih wangi!”

Zaza tak menanggapi, ia justru langsung menyandang ranselnya dan melewati Ola begitu saja.

“Eh, Za! Mau ke mana?”

“Pulang,” sahut Zaza yang sudah terlihat jauh dari kelas XI IPA 2. Segera Ola berlari menghampirinya.

Drtt ... Drttt ....

Ponsel yang ada di saku rok seragam Ola bergetar. Membuat perempuan itu langsung berhenti dan merogoh sakunya.

“Za, tungguin!” pekik Ola.

Zaza berhenti kemudian menoleh ke belakang. Namun, tiba-tiba saja seorang laki-laki dari arah berlawanan menabrak tubuh Zaza. Membuat ransel yang ia genggam jatuh berserakan.

“Aw! Hati-hati dong kalo lari!” teriak Zaza.

Laki-laki tersebut mengutip ranselnya. “Siapa suruh lo berdiri di sini! Gue mau cepat! Minggir lo!” teriak laki-laki tersebut. Kemudian mengalihkan pandangan pada perempuan yang ada di depannya.

Kak Byan?!” teriak Zaza membatin dengan kedua mata melotot

Byan tak kalah terkejutnya. “Zaza? Sekolah di sini juga?” batinnya bertanya.

Zaza dengan panik dan bersusah payah menelan salivanya. Bagaimana bisa ia bertemu kembali dengan seseorang yang harusnya tak ia temui lagi? Rasa trauma dalam hati Zaza semakin menyeruak. Membuat perempuan itu memejamkan kedua matanya sebentar. Menarik napasnya dalam-dalam.

Ola yang nampaknya telah selesai menerima telepon itu langsung menghampiri mereka berdua.


“Eh, Kak Byan?” Ola bingung melihat sosok Byan yang tiba-tiba ada di situ juga. “Kak Byan kenal Zaza?” tanyanya lagi.

Pertanyaan Ola barusan membuat Byan segera menggeleng kepalanya. “Eng ... nggak, gue nggak kenal. Tadi gue nggak sengaja nabrak dia,” kilah Byan.

Dada Zaza semakin menyesak melihat Byan yang berpura-pura tak mengenalinya lagi.

“Za, kenalin ... ini Kak Byan, sepupu gue. Kak Byan kenalin ... ini Zaza sahabat baru gue,” ucap Ola memperkenalkan sepasang perempuan dan laki-laki yang sebelumnya sudah saling mengenal.

Byan mengulurkan tangannya di depan Zaza. “Gue Byan.”

Zaza menatap telapak tangan yang ada di depannya sekarang. Haruskah ia menjabat tangan yang pernah berbuat kasar dengannya? Rasanya, Zaza ingin langsung mematahkan tangan itu saja.

“Zaza,” balasnya datar tanpa membalas jabat tangan Byan.

Ola menatap tangan Byan yang masih terulur di depan Zaza. Hampa dan kosong dilintasi angin. Sedangkan Byan langsung menarik tangannya dan menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

“Emm ... Za, lo mau pulang bareng kita nggak? Tapi kita jemput papa gue dulu. Kalo mau ayo! Ntar Kak Byan bawa mobil sendiri, kok. Kebetulan aja tadi pagi dia nebeng gue.”

Zaza menggeleng. “Nggak usah. Gue bisa naik angkot. Gue pulang dulu. Lo hati-hati,” tolak Zaza.

“So sweet, deh! Lo hati-hati juga ya, Za!” ucap Ola lebay. Zaza tak menanggapi.

Melihat perubahan drastis dari gelagat Zaza, Byan merasa bersalah. Dulu, sikap Zaza seratus persen mirip dengan Ola. Tetapi justru kini Zaza berubah 100% menjadi perempuan dingin dan kaku.

Maafin gue, Za,” batin Byan.

。‿。‿。‿。

Zaza berdiri di depan gerbang menunggu angkot yang lewat. Matahari semakin terik. Perutnya sudah kelaparan. Zaza sama sekali tak menyalahkan Ola atas keterlambatan ini. Ia mewajari bahwa di jam segini mungkin sopir angkot sedang beristirahat.

Sejenak Zaza berteduh di bawah pohon yang ada di samping gerbang SMA Saturnus tersebut. Memorinya tentang kisah dua tahun silam mendadak terputar kembali.

Lo masih suka main sama cowok-cowok itu? Dasar gatal!!” teriak seorang lelaki yang sedang memarahi pacarnya.

“Kak Byan, aku kan cuma main doang sama mereka. Lagian juga ada Tara dan Yani sahabat aku. Kan nggak aku sendiri yang perempuan,” balas Zaza.

Bugh!

Byan mendorong Zaza hingga tubuh perempuan itu terhempas di dinding. Kemudian menendang kaki Zaza.

“Kalo lo masih ngga mau nurut sama gue, gue bakal lakuin yang lebih!”

Zaza mengerjap-ngerjapkan kedua matanya. Selalu saja ancaman. Padahal, ketika Zaza menurut pun Byan tetap melukainya secara lebih dan lebih.

Zaza tersenyum miring. Menertawai dirinya yang dulu begitu lemah dan penurut.

Ia berdiri kala melihat angkot dari kejauhan mulai mendekat. Tanpa sadar, ada seorang laki-laki yang ternyata juga ingin menaiki angkot. Bedanya, laki-laki itu melangkah keluar gerbang, angkot langsung berhenti.

“Lo lagi ... lo lagi!” decak laki-laki tersebut.

“Sengaja banget ya biar ketemu gue lagi? Mau lo apa sih?” serang Zaza.

“Dih, ge-er!” Laki-laki tersebut menaiki angkot diikuti Zaza di belakangnya.

。‿。‿。‿。

ALANEYWhere stories live. Discover now