I. IMPEROFERNUM

25 2 0
                                    

Kala itu planet berada di satu garis lurus. Portal yang menghubungkan antara bumi dan dunia imortal terbuka. Awan cumulus bergerombol membangun dinding antara bumi dan langit, seolah enggan dimasuki oleh zat asing. Hutan Jörmun Gard yang bernaung di bawahnya bergemerisik gelisah. Burung-burung berkicau kebingungan, mengepakkan sayap mereka tanpa arah. Para binatang darat tidak lagi menampakkan diri di luar sarang. Air danau pun tidak berani bergetar. Begitu pula dengan angin yang lenyap, memberi kesempatan pada pepohonan untuk tenang. Mereka tahu malapetaka akan segera datang.

Tidak lama begitu langit dikuasai kegelapan, dinding mega ditembus oleh meteor yang membara. Benda milik dunia imortal itu jatuh dengan kecepatan tinggi hingga permukaannya dikelilingi oleh cincin api. Hutan Jörmun Gard bergetar saat dia semakin dekat. Warna merahnya menyala, mengalahkan gemuruh kilat.

Dentuman terjadi begitu cincin api terpental ke tanah, menimbulkan suara ledakan hebat hingga mengejutkan seluruh makhluk di bumi. Pepohonan lenyap terbakar dalam sekejap. Tanah sisa benturan hancur membentuk runtuhan lapang dengan retakan di sekelilingnya. Benda milik dunia imortal terkapar di tengah lingkaran itu. Sisa-sisa api membaur dengan ranting-ranting di dekatnya.

Asap menguar dari tubuh mereka yang terkapar. Salah satu dari mereka mencoba terbangun. Satu-satunya yang mengenakan jubah hitam sedang dua yang lain terlindung oleh zirah logam. Wajahnya tertutup tudung jubah kecuali hidung hingga dagu. Postur tubuhnya gagah meski tidak sebesar dua pezirah yang lain. Dia mengamati tangan kekarnya sendiri sebelum jauh memandang ke sekitar. Lubang besar tempatnya berpijak hanya menyisakan akar-akar mencuat dan tulang-tulang binatang. Disekelilingnya terdapat hutan rimba dengan pepohonan menjulang yang bersih dari efek ledakan.

"Proteus, Espada, sadarlah. Kita tidak berada di Ouranós," ujarnya sebelum menyadari dua pria itu mengeluarkan kepulan asap hitam dari tubuh mereka. Warnanya kian pekat, melahap raga mereka secara bertahap. Badan Espada tiba-tiba bergejolak dan sang kegelapan lebih cepat menyelubungi tubuhnya daripada milik Proteus.

Espada membabi buta bertarung dengan dirinya sendiri. Di sela perlawanannya asap yang tadinya berwarna hitam mulai mengeluarkan percikan api merah. Dia mengerang amat pilu namun yang keluar adalah raungan menakutkan, menyengat kawasan hutan hingga para gagak beralih dari rimba.

Proteus masih mampu membuat perisai, mencegah kegelapan menguasainya secepat Espada. Badannya masih terseok tak berkesempatan untuk bisa terbebas. Urat-urat di sekujur tubuhnya muncul, seolah menahan beban sangat berat. "Yang Mulia, ... kita harus segera membuat perjanjian sebelum kami dilahap spirit hitam!" serunya sembari bersusah payah menghadapi kegelapan.

Apa yang dikatakan Proteus benar. Kekuatan Proteus berada di ambang batas, sedangkan Espada hampir dikuasai spirit hitam. Sang pria misterius harus segera mengakhirinya sebelum mereka menimbulkan kekacauan. Pria berjubah itu mengangkat telunjuk dan jari tengahnya sejajar kepala lalu merapalkan sebuah mantra, "Atas nama kegelapan, kau spirit Proteus sang dewa perisai. Aku mengizinkanmu untuk melindungi keseimbangan semesta sampai hari kehancuran tiba."

Asap hitam yang mengekang Proteus memudar. Tubuhnya memancarkan sinar emas dan menjadi ringan, pertanda bahwa dia telah menjadi milik tuannya. Proteus segera bangkit bersimpuh di hadapan pria berjubah itu. "Baik, Yang Mulia."

Suara milik Espada tidak lagi terdengar selain auman yang menggelegar. Tubuhnya termakan oleh kabut pekat dan bermutasi menjadi sosok mengerikan. Deru nafas prajurit dunia imortal itu menghembuskan kepulan kalor, kukunya menajam, kaki tangannya membesar, ekor dan sepasang sayap lebar terlahir dari tulang belakangnya yang memanjang. Logam zirah dibadannya hancur berkeping akibat lepuhan kulitnya yang perlahan menyerupai sisik reptil.

Pria berjubah segera mengangkat jari untuk melakukan prosesi penyegelan, "Demi menjaga keseimbangan, aku menyegelmu sampai Hari Kehancuran tiba. Espada, imperio-," sinar yang menghentikan Espada terserap spirit hitam ikut lenyap seiring dengan mantra yang batal terucap. Pria itu kembali menurunkan tangannya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 13, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

ATHLAS -- The Man Of ImperiumWhere stories live. Discover now