Johnny mengerang lemah, "Mungkin aku sudah cukup frustrasi menahan ini semua dan kukira kau pantas mengetahuinya. Apa yang Jaehyun katakan itu benar, Taeyong. Aku tidur dengan Ten, tetapi bukan di hari di mana ia melihatku berdiam lama dalam kamarnya. Itu terjadi jauh sebelum ini semua dibangun. Ada beberapa hal yang tidak harus seseorang ketahui bahkan sahabat karib, bukan begitu?"

Pria tinggi itu mendongak, dahan yang bertumpuk bergoyang keras bersama sapuan sang bayu yang tak kenal lelah. "Waktu itu aku terlalu kecewa pada kedua orangtuaku yang keterlaluan gila dan menetapkan seberapa besar prestise yang harus kucapai semasa kuliah dulu. Aku tertekan dan memutuskan untuk merusak diriku. Aku pergi mencari siapapun yang bersedia sehingga dapat saling menghancurkan dan mengarungi bengisnya malam bersama—dan ketika itulah aku bertemu dengan Ten."

"Ada perjanjian yang kami buat. Kepuasan yang diraih bersama hanya untuk malam itu saja, setelahnya kami tidak memiliki hubungan apa-apa. Akan tetapi, takdir berjalan sesuai keinginan Tuhan." Kali ini bukan kernyitan tidak nyaman, bingung, kesal atau marah yang terindikasi dalam kekeh canggung yang lolos dari belah merekah keduanya. Sama-sama mengerti, Tuhan mudah sekali membolak-balikkan perasaan.

Taeyong kembali berkata, "Jaehyun ternyata kawan lamanya dan punya ketertarikan bodoh yang agaknya mirip obsesi semata. Ten sangat menarik, aku mengerti, bahkan pria besar dengan hati besar sepertimu tidak mampu menahan itu," kekehan mengiringi hingga akhir kalimatnya. Johnny menipiskan bibir, mengangkat bahu tanda tidak habis pikir, "Kurang lebih ceritanya begitu."

"Kisah cinta yang sulit, aku akui. Jaehyun tidak mudah untuk disingkirkan dari sisi Ten, benar? Tetapi satu yang pasti, Johnny. Ini juga salahmu karena tidak mengatakan pada Jaehyun jauh—jauh dari setelah di hari pertama kali kau dan Ten kembali bertemu." Taeyong membuang napas panjang, sedangkan rautnya menyendu dengan segera, "Jadi intinya? Seperti apa?"

"Aku menyukai Ten, tetapi sama sekali tidak tau jika Ten pun memiliki perasaan itu. Kalau saja Jaehyun tidak mengatakannya ke depan wajahku, aku tidak akan tahu atau berusaha menanyakan itu. Aku menjadi sadar atas perlakuan berbeda Ten melalui bagaimana ccaranya yang lebih dulu meminta nomorku ketika kami kembali bertemu, dan perhatian-perhatian yang ia berikan kepadaku semenjak itu. Bodoh kan?"

"Di balik itu, mendengar kenyataan yang Jaehyun sampaikan penuh emosi padaku sebenarnya membuat pikiranku kacau. Terkejut, bahagia, dan bersalah menjadi satu. Selama ini aku memendam perasaanku dalam-dalam karena mengerti betul, Jaehyun sangat ingin memiliki Ten. Bohong kalau aku tidak sakit melihat sentuhan-sentuhan yang mereka lakukan tepat di hadapanku setiap harinya. Aku mengira bahwa Ten juga menyukai kawanku itu dengan tulus, sehingga aku berniat menunggu saja di sini, sendiri. Namun ternyata tidak. Ingat Jaehyun bilang perasaannya sepenuhnya diabaikan?" Taeyong menjawab dengan anggukan.

"Sebenarnya, aku dan Ten sudah berbicara empat mata beberapa waktu lalu, memberinya kesempatan untuk menjelaskan perasaannya atas diriku. Aku juga bertanya mengenai kebenaran dirinya yang tidak pernah menggubris kalimat cinta yang Jaehyun utarakan—dan itu memang benar."

"Maka aku meminta Ten untuk menunggu dan ia memberiku ruang mejelaskan benang kusut ini kepada Jaehyun. Sayangnya rasa bersalah membuatku terlalu takut. Akan tetapi aku—aku.... Aku ini tamak dan perasaan ingin menjadikan Ten milikku seutuhnya telah membuncah, aku jelas tidak akan meninggalkan dirinya, Taeyong. Aku menginginkan Ten dan perkataanmu tadi berhasil menguatkanku untuk memohon maaf kepada Jaehyun, atas masa lalu yang disembunyikan, juga atas rasanya yang telah dikesampingkan."

Selesai, Johnny menunduk dan meraup wajahnya kasar. Napasnya yang semula tersendat sudah tiada, Taeyong menyuguhinya dengan senyum maklum ketika mereka bertemu tatap. Ditepuknya dua kali bahu-bahu si pria tinggi untuk mengukuhkan, menyalurkan segenap keberanian yang ia punya untuk si kawan barunya. "Pukul kepala Ten untukmu dan Jaehyun. Ia juga sama bodohnya dengan kalian, tidak memberi kejelasan begitu," katanya sembari tersenyum lebar.

"Minta maaflah dan kalian bisa berdamai, Johnny. Aku jamin. Sekarang, ayo kita lanjut menyusuri lahan ini." Kemudian mereka melanjutkan pekerjaan yang tertunda, menyisir kawasan itu menggunakan jeep untuk membentuk camp bagi dua ekor cheetah yang menjadi anak asuh barunya, dengan Jayjay dan Momo bergelung di dalam kaus yang Taeyong gunakan.

.

.

Hari itu hubungan mereka dimulai ulang, ditata satu persatu agar kembali seperti sedia kala. Saling memaafkan dan lapang dada. Taeyong melembut di balik punggung ketiga pria yang semula dirundung duka. Tersenyum di atas bahagia mereka, tanpa terusik oleh rasa yang mulai meliputi batinnya.

.

.

.

TBC

.

.

.

.

Maaf dan terima kasih telah menunggu lama^^


13 Desember, 2020

1 4 3  [JAEYONG]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora