"Mark, Lucas, Jeno, bahkan Yuta—" ia terkekeh, "mereka mengeluhkan itu padaku, memintaku melakukan sesuatu. Padahal aku masihlah orang baru dan rasanya itu bukan tempatku untuk ikut campur." Taeyong menggeleng tidak mengerti. "Kalian membuat para bujang itu betah menetap dalam camp hewan yang sehari-hari mereka urus karena kalian bertindak layaknya orang asing begitu, sehingga aku yang menjadi tumbal dan selalu diminta tinggal saja di rumah bersama kalian."

Taeyong melanjutkan tanpa menoleh, "Kecanggungan yang tercipta membuatku nyaris gila, Johnny. Aku marah sekali ketika tahu kalian ini sama-sama pengecut bernyali kecil. Dekat-dekat sedikit, ciut." Ia mengacak surai legamnya kasar.

Cicitan dari dua ekor capuchin di dahan sana menjadi satu-satunya lirih yang terdengar. Taeyong tiba-tiba menjadi pendiam. Johnny, semenjak si dokter mengungkapkan kekesalannya, yang hanya diam menatap si pria, berkerut dahi ketika menemukan sepasang alis mata yang menukik tidak nyaman dari sosoknya. "Johnny, ini sudah satu bulan semenjak itu terjadi, benar?" Anggukan spontan dilepas, menjadi pertanda kebenaran dan membuat Taeyong mengernyit makin dalam. "Jaehyun sudah melepasnya—maksudku, setidaknya ia berusaha."

"Ia mengatakannya dan aku mendapati kesungguhan itu dari tindak-tanduknya," ujarnya sebelum pria yang tergugup itu meyuarakan ketidaktahuan kepadanya. "Kau jelas tahu kawanmu tipe orang yang tidak akan mengutarakan sesuatu melalui kata-kata, kan?"

Johnny lagi-lagi mengangguk. Ada perasaan bahagia yang merasuk ke dalam dada, kelegaan tiada tara mendengar kawannya mungkin telah mau mengerti apa yang terjadi sebenarnya—paling tidak, itu akan membuatnya dengan mudah menjelaskan seluruh hal yang ia sembunyikan. Namun kalimat itu masih meninggalkan sedikit banyak keraguan di kepalanya, "Kau yakin?" Tanyanya, sedangkan sudut matanya memicing menujukkan raut skeptis yang cukup ketara. Kemudian mendapati Taeyong mengangkat bahu, seolah berkata, terserah padamu aku hanya menyampaikan apa yang kutahu.

"Ten tidak akan menunggumu. Dia bisa mencari yang lain jika mau—jangan congkak karena perasaannya kini tertuang pekat untukmu—dia masih manusia biasa yang sama serakahnya denganmu pun aku." Telunjuknya teracung seolah meminta Johnny untuk tidak melontarkan lagi-lagi keraguan. "Kalau kau masih bertanya-tanya soal Jaehyun, lebih baik jangan. Biar aku yang menampar egonya hingga tumbang, segera selesaikan ini semua, Johnny," akhirnya.

Pria tinggi itu mengigit bibir ragu, kerling matanya menunjukkan itu makin jelas ke hadapan si dokter yang nyatanya sabar menunggu. "Tidak Taeyong. Bukan itu. Apa yang membuatmu melakukan semua ini?" Tukas Johnny linglung. "Maksudku, kau tahu, masalah kami tidak ada hubungannya denganmu. Aku pikir kau yang mengetahui tentang ini sudah menjadi kesalahan besar yang telah kami perbuat, tetapi ternyata hatimu terlalu suci untuk meyerahkan itu semua ke tangan kami sendiri. Aku—" Johnny bergeming, sepenuhnya tidak menyana Taeyong mampu menjadi sosok yang luar biasa baiknya. Akan tetapi sejujurnya ia terlalu ikut campur masalah yang mereka hadapi hanya karena ketidaksengajaan pria itu mendengar nyaris keseluruhan hubungan rumit mereka. Seiring dengan kengerian yang sampai kepadanya, ingatan atas insiden bogem mentah yang salah sasaran kembali menyambangi otaknya, ah bukan, lebih tepatnya reka ulang akan percakapan bermenit-menit sebelumnya. Di mana ketika Jaehyun dengan kurang ajar berkata mengenai sesuatu yang tidak akan membuat siapapun senang.

"Aku.... Aku pikir, kau akan menyesal telah bersikap baik ketika mendengar ini, tetapi percayalah, Jaehyun adalah alasan kami menjadi seolah tidak mengenal satu sama lain, Taeyong. Ia memulai percakapan di dapur tempo hari dengan tidak hormat, menampar orang yang ia cinta dengan kalimat dibarengi arogansi selangitnya. Aku yang memang berada di sana sebelum dirinya, bahkan tidak mampu melakukan apapun selain tertegun. Ia marah dan aku menjadi marah dengan mudah. Kami sama-sama keras kepala, tetapi sisi rapuh ketika kami beradu argumen selalu dan tetap ada. Taeyong, kami menangis untuk menyalurkan amarah yang tidak tersalurkan dengan benar. Kami berakhir saling pukul karena pembicaraan sinting, kau tahu apa, tidak berdasar yang diangkatnya."

1 4 3  [JAEYONG]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon