Dih, gimana sih nih orang.

"Kamu kenal Ardan di mana?"

Gue langsung menggaruk kepala yang gak gatal. "Kan saya temennya Ravel tuh... Hmm," kepala gue semakin gatal, sekarang rambut gue pasti sudah aut-autan dan keluar dari jalur kunciran. "Terus beberapa kali ketemu di studio, di konser begitu. Jadi kenal deh."

"Terus dekat?"

"Apanya nih?" apa nih orang ada hubungan saudara sama Najwa Shihab ya? "Rumahnya, hubungannya, apanya? Kalau rumahnya ya deket. Tuh rumah saya di kompleks sebelah."

"Lantas kamu cari Ardan ke sini untuk apa?"

"Buat-"

"Nanya mulu lo, kata lo mau ngetik thesis." Nah, akhirnya yang ditunggu datang. Bisa-bisanya nih orang pas gue dateng malah langsung ngabrit ke kamar mandi buat mandi. Padahal gue cuma sebentar doang. "Oh ya, Rum. Ini adek gue," gue langsung membuka mulut karena rasa gak percaya, "Namanya Dion. Dia kuliah di Frathur juga dulu ambil Geologi."

Gue mengangguk-angguk masih menatapnya terkesima, "Oh..... Gue kira wartawan."

Yang gue tatap sekarang kembali menaikkan sebelah alisnya, mengundang gue untuk berkata, "Hehe," karena takut langsung disidak kayak barusan.

"Ini Rumi. Dia-

"Mahasiswi Psikologi, kuliah di Salemba, temannya Ravel, magang di Javier," jangan-jangan di dalam kepalanya ada aplikasi notes.

"Hahaha, betul sekali," gue langsung tertawa -agak sedikit dipaksain sih, sambil bertepuk tangan cuma untuk mendapati dua adik-kakak ini menatap ke arah gue. Sekilas mereka beda banget sih -yang satu rambutnya lebat, yang satu gak tau kenapa rambutnya mendekati cepak dan botak begitu. Tinggi badannya juga lumayan beda. Yang sama cuma sepasang mata mereka yang besar dan bentuk hidung mereka yang gak tau kenapa bagus.

"Lo kenapa, Rum pagi-pagi ke rumah? Sorry tadi gue mandi dulu, abisnya.."

"Gak kok, gak apa-apa," gue langsung bangkit berdiri memakai tas ransel karena sebentar lagi juga gue harus bergegas ke kampus

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Gak kok, gak apa-apa," gue langsung bangkit berdiri memakai tas ransel karena sebentar lagi juga gue harus bergegas ke kampus. "Gue mau kasih...," dengan sibuk gue membuka tas gue dan merogoh-rogoh sesuatu yang ternyata adalah buku binder gue yang berwarna kuning, karena barang itu memang gue selipkan di sana. "Nih.."

Sebuah foto polaroid, yang jelas membuat senyum ramah di bibirnya langsung hilang, berganti dengan ekspresi membeku yang membuatnya terdiam sesaat. Gak cuma sosok tinggi di hadapan gue, sosok lain yang sedang duduk sambil mendongak menatap kami juga melakukan hal yang sama.

"Kemarin ada di plastik cheese cake yang lo kasih," gue memberikan senyum simpul. "Kayaknya lo lupa ada di situ, atau gimana. Jadi gue balikin aja... Mana tau penting."

Sebuah foto polaroid dengan gambar seorang cewek -cantik dan manis, berambut panjang lurus dengan poni. Cewek itu mengenakan hoodie sambil memegang kucing berwarna putih yang gak gue tau jenisnya apa, dan di belakang polaroid itu ada tulisan, 'Happy Birthday, Lis.'

Layak DiingatWhere stories live. Discover now