p e n a 0 3 | d e j a v u

20.2K 2.2K 62
                                    

p e n a  0 3 | d e  j a v u

  

Tidak ada yang lebih menyenangkan yang bisa kita lakukan di hari Minggu pagi selain berkeliling di kompleks rumah dengan sepeda. Yah, bagi gue sih.

Gimana ini gak menyenangkan coba? Gue bisa menghirup sejuknya udara di pagi hari. Gue bisa bertemu cerahnya awan di atas sana. Gue juga bisa menikmati serunya mengayuh sepeda ini. Perfect.

Gue membelokkan sepeda merah gue ini ke salah satu mini market yang berada di bagian luar kompleks. Mini market terdekat rumah yang selalu gue datangi ketika membutuhkan barang-barang tertentu dengan cepat.

Dengan perlahan gue langsung berjalan ke salah satu koridor yang sudah gue kenal. Tempat dimana sesuatu yang gue cari saat ini berada. Kue cokelat ini.

Ah kangennya, mood booster gue. Udah berapa lama kita tak berjumpa ya? Haha lebay deh gue.

Terakhir makan kue ini itu dulu. Gue yang waktu itu kerap merasa suntuk di rumah, memilih pergi menuju mini market ini dengan sepeda di hari yang cerah secerah hari ini. Sampai tiba-tiba datanglah tetesan demi tetesan air dari langit sana. Semakin lama semakin deras.

Tanpa disangka-sangka datanglah hujan itu.

--

Flashback

“Aaak, kenapa harus hujan banget sih? Kesel. Bete. Sebel. Cuaca bisa gak sih bersahabat sama gue untuk hari ini? Gak Idan, gak hujan. Semuanya bikin gue kesel!” Bentak gue lebih kepada diri sendiri.

Hari ini menyebalkan. Gak. Lebih tepatnya itu Idan yang menyebalkan.

Cowok kaku. Permintaan gue itu sederhana. Gue cuma minta jalan berempat sama temen gue dan pacarnya. Iya, iya. Gue tau itu namanya double date. Tapi apa salahnya sih dengan double date? Gue sama Idan kan emang pacaran.

Ah. Idan nyebelin.

Hubungan kita juga kan bukan hubungan yang ditutupin dari orang-orang. Rasanya setiap temen gue maupun temen dia tau. Tapi, sebegitu gak maunya kah dia terlihat pacaran di depan umum? Lagian kita mau ngapain coba?

Eh, emang kita selama ini udah ngapain? Gak ngapa-ngapain juga tuh. Paling jauh juga meluk. Udah.

Idan ngeselin! Gak. Pokoknya gue mau ngambek dan gak mau ketemu dia beberapa hari ini. Bodo.

Ah? Sejak kapan hujannya jadi sederas ini sih?

Angin bertiup kencang. Tetesan air yang turun dari atas langit sana semakin lama semakin silih berkejaran, berjatuhan saling bergantian membasahi bumi.

Dan dengan posisi berdiri sendirian di depan mini market ini, gue mulai kedinginan.

Pertama, gue gak bawa payung. Ya elah, siapa coba yang ngira di pagi hari menuju siang yang terang menderang tadi akan tiba-tiba menggelap dan turun hujan? Ralat, turun hujan berangin yang deras. Kalau seandainya gue menerobos hujan ini dan memaksa pulang, dijamin besok gak bisa kuliah.

Kedua, itu sepeda mau di apain? Sepeda kesayangan bokap yang biasa dipake buat pergi mancing di tempat pemancingan deket kompleks. Bokap bisa ngamuk kalo tau gue ninggalin sepedanya di mini market. Ini mau lapor sepedanya keujanan aja gue udah siap kena marah.

Ketiga. Gak ada orang di rumah kecuali nyokap. Ah. Masa gue tega minta nyokap jemput gue di tengah hujan deras gini?

Terakhir, gue lagi gak bisa menghubungi Idan. Dibilang gak mau juga. Gue mau ngambek sama dia. Gengsi ih harus nelpon dia dan merengek karna kejebak ujan. Lagian terakhir kan gue marah-marah sama dia, emang dia mau gitu dateng kesini buat jemput?

Nama Pena [8/8 End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang