Some scars don't hurt. Some scars are numb. Some scars rid you of the capacity to feel anything ever again—and just left you feel empty.
⚠️ This chapter contains some triggering parts such as mentioning of suicidal and mental illness
✨
Pukul lima sore, tepat ketika Felix baru saja menyelesaikan kelasnya hari ini, langit berangsur menggelap seiring gumplan awan tebal menghiasi langit. Anehnya, Felix suka karena sejuk. Lelaki itu melangkahkan kakinya menuju rooftop fakultasnya untuk menyendiri setelah penat dihajar 6 sks. Rooftop fakultas merupakan tempat yang paling jarang dijamah oleh mahasiswa di kampus lantaran mitos-mitos hantu yang kedengaran tidak masuk akal. Beda dengan Felix yang menjadikan rooftop fakultas sebagai tempatnya menyendiri dan menyegarkan pikiran. Dia bisa betah berada di sana hingga matahari terbenam.
Felix berdiri di tepi bangunan, menghirup napasnya dalam, mengisi paru-parunya dengan udara yang sejuk, lalu mengembuskannya kembali. Pikirannya mendadak kehilangan fokus karena dirinya mendengar suara isakan perempuan. Felix bergidik ngeri, lalu melihat arloji di pergelangan tangannya. Jarum jamnya sudah menunjuk pukul setengah enam, siapa pula yang bakal ke rooftop hanya untuk menangis? Apa jangan-jangan mitos yang beredar tentang hantu di rooftop ini beneran nyata? Ah— Felix menepis pikiran negatifnya. Hari gini mana mungkin ada hantu?
Isakan tersebut berubah semakin keras dan terdengar pilu, membuat Felix mau nggak mau melangkah untuk mencari sumber suara. Dia memutari area rooftop, dan begitu sampai di bagian samping gedung, dirinya mendapati seorang perempuan sedang duduk menekuk lutut, wajahnya ditenggelamkan pada kedua lututnya. Tubuhnya bergetar, bahunya naik turun lantaran tangisannya semakin hebat.
"Umm.. Hai? Permisi??" panggil Felix pada perempuan itu.
Perempuan itu berhenti menangis untuk mengangkat wajahnya. Matanya yang sembab mengerjap beberapa kali. Terlihat bahwa perempuan itu terkejut menyadari bahwa bukan hanya dia yang sedang ada di rooftop, dan tangisnya didengar oleh Felix. Gadis itu buru-buru menyeka pipinya, menghapus jejak air matanya.
"I know it's weird but I'm curious.. Apa yang lo lakuin di sini? Kenapa... Nangis?" Felix jongkok, mensejajarkan posisinya dengan gadis itu.
Hening. Gadis itu hanya menatap Felix dengan tatapan yang sulit diartikan, lantas beranjak keluar dan meninggalkan Felix tanpa jawaban.
"Whatta weird girl," Felix membatin "But I think I've seen her face somewhere before.." Felix memijit pelipisnya, berusaha keras mengigat di mana dia pernah melihat gadis itu karena wajahnya terlihat familiar.
Orang waras mana yang pukul setengah enam sore, di saat matahari sudah terbenam, justru menghabiskan waktu di rooftop kampus untuk menyendiri? Sedang menangis pula. Felix geleng-geleng kepala. Dia sempat percaya rumor hantu di rooftop benar adanya, tapi logikanya masih berjalan sebagaimana mestinya. Gadis yang baru saja menangis di depannya, tentu saja bukan hantu sebab penampilanya persis mahasiswa pada umumnya yang mengenakan setelan celana jeans, kaus polos, dan outer jaket agak kebesaran.
Serta kakinya masih menapak tanah.
✨
"5 menit lagi dikumpulkan ya!" Mas Indra, dosen Felix berseru. Iya, semua dosen di jurusan Felix memang dipanggil dengan sebutan Mas sama Mbak karena Felix anak jurusan Komunikasi. Dipanggil demikian karena jurusan Komunikasi punya tradisi sejak jaman dulu untuk memanggil para dosen dengan sebutan Mas dan Mbak biar tidak ada senioritas yang justru menghambat proses komunikasi dosen dengan mahasiswanya.
YOU ARE READING
Growing Up • sklokal
FanfictionLife can be really complex when you're growing up. Ini cerita tentang 8 orang, yang sedang berjuang dengan kisahnya masing-masing. Warning : -Some chapters may contain smoking, alcohol, and cursing/harsh words so be wise -All skz local name was made...
