3. Dia Adam

8.5K 1.3K 62
                                    

Jangan pesimis, setiap orang punya kharisma-nya masing masing untuk bersinar.

|||

Mereka bertiga sekarang berada di kamar asrama. Zaid sedang memakai baju kokonya tak lupa sarung.

"WADIMOR SARUNG KHAS INDONESIA. " Ucapnya bersenandung sambil menggulung sarungnya.

"WADIMOR TENTU SARUNG KITA HAAAAAA. " Sahut Legi. Wawan hanya geleng geleng melihat kelakuan kedua orang yang katanya sepupu itu.

"Yok Mas. Nanti kita gak dapet shaf depan atuh. " Ucap Wawan sopan saat dilihatnya Zaid dan Legi sudah siap. Zaid menyemprotkan minyak wanginya yang sudah berlabel halal.

"Orang ganteng harus wangi dulu. Biar ukhti ukhti pada klepek klepek. " Ujarnya percaya diri. Sedangkan Legi masih berkutat dengan rambutnya.

"Kasih pomade dulu. Biar jambul gue makin mhh mhh. " Ucapnya ngawur.

Wawan berdiri gelisah. Emang orang barbar sama kalem beda ya. Kalau Wawan pergi ke masjid untuk shalat, kalau mereka untuk cari jodoh.

"Ayok atuh Mas. Nanti telat. " Ucapnya lagi. Zaid memandang Wawan kesal, namun lebih kesal memandang Legi yang belum selesai lagi dengan jambulnya.

"Woy! Tepung Legi! Cepetan napa. Ntar kena air wudhu loyo lagi tu jambul! " Ucap Zaid yang sudah menyampirkan sajadah miliknya di pundak.

"Bentaran napa. Gue tuh harus ganteng, kata Mama gue jangan belajar aja sekalian cari jodoh juga. " Ucapnya lagi sembari membenarkan jambulnya.

Zaid mengerling malas. Lalu pergi keluar sambil memegang tangan Wawan untuk mengikutinya. Meninggalkan Legi dengan segala kenarsisannya.

"Hey yo siapa si yang di depan cermin. MasyaAllah ganteng banget gila. Emang keturunan nabi Yusuf nih gue! " Ucapnya sambil nyengir, masih tidak sadar bahwa Wawan dan Zaid telah pergi meninggalkannya sendiri dan pergi ke masjid.

"Woy Cousin, liet gue nih! Ganteng banget gila se- ! "

"EH BUSET! GUE DITINGGALIN! "

Lalu Legi berlari dengan sekuat tenaga. Menyusul Wawan dan Zaid yang dengan teganya meninggalkan dia sendiri.

|||

Mereka berdiri mengantri untuk mengambil air wudhu. Zaid dan Legi sejak tadi sudah bersiul sambil memandang ke arah santriwati yang hendak masuk ke dalam masjid.

"Ukhti! Akhi lamar mau gak? " Pekik Zaid.

"Ukhti, yuk di imamin sama A'a Legi! " Pekik Legi tak mau kalah.

Mereka berdua terlalu asik berteriak, tak dipungkiri ada beberapa santri yang tak suka dengan kedatangan kedua cucu pemilik pesantren ini. Selain berisik, mereka juga terlalu tamvan.

"Mas udah Mas. Nanti Mas dihukum. " Ucap Wawan memberi nasehat. Namun memang Zaid nya itu bengal. Ia tetap bersiul sambil menggoda para santriwati. Sedangkan Legi memilih diam, ia tak mau merusak imagenya. Masa seorang Legi dihukum? Anak teladan ini!

Zaid bersikap masa bodoh. Tak mendengarkan saran Wawan. Hingga seseorang menegurnya membuat Zaid menoleh tak senang.

"Astaghfirullah. Gak boleh lihat yang bukan mahrom. Jatuhnya zina mata. " Ucapnya. Zaid memandangnya dengan raut kesal. Namun tetap tak didengarkan. Ia tetap melakukan hal-hal yang membuatnya senang.

"Kamu cucu yang punya pesantren kan? Adabnya dijaga. " Ujarnya lagi.

Zaid mengepalkan tangannya kuat. Menahan emosi tentu saja.

"Lo kenapa sih? Sewot amat! Gue kan gak ganggu lo! Gak ngerugiin lo juga kan? Kenal aja gak sok sok ngatur!" Ucapnya kesal.

Cowok itu tersenyum.

"Nama saya Muhammad Adam Malik. Biasanya dipanggil Adam. Saya yang diberi amanah untuk menjaga ketertiban para santri oleh Kakek Ibrahim. " Ucapnya sopan. Zaid mengerling jengah.

"Cuma orang kepercayaan kan? Tangan kanan kakek gue kan? Gue cucunya! Mau apa lo? Mau laporin. Sok atuh gue gak takut! " Ucapnya berani. Para santri yang awalnya tak peduli langsung memandang ke arah mereka. Pusat perhatian semua berasa pada Adam dan Zaid.

'Contoh baik dan contoh buruk'

"Astaghfirullah. Saya hanya mengingatkan. Saya tidak berniat melaporkan kamu. Saya sebagai sesama santri hanya mengajak kamu untuk berada di jalan yang benar. " Jelasnya lagi, dan sopan.

"Heh lo caper banget sih! Mentang mentang lo kaki tangan kakek gue. Lo bisa-bisanya ya-! "

"ZAIDDDDDD!! " Pekik seorang pria paruh baya itu dari arah kejauhan.

"LEGIII!!!!!!" Pekiknya lagi membuat Legi sontak menggeleng kuat.

"Kalian berdua ini! Kakek malu! Cucu kakek kok tingkahnya seperti cacing kepanasan! " Ucapnya tak percaya.

Zaid memandang kakeknya.

"Wajar dong kepanasan. Kan gak ada AC. " Jawab Zaid yang langsung mendapat jitakkan dari Legi.

"Heh! Kakek tuh dah marah! Jangan lo bikin tambah marah! Lo kalau mau dihukum jangan ajak ajak gue ya! "

Zaid menggeleng sambil memasang wajah smirk.

"Karena kita sepupu, jadi harus sakit sama sama. Senengnya gue aja. " Gumamnya pelan. Legi menggeleng.

"KEK! ZAID YANG BIKIN ULAH! " Pekik Legi.

"Lebih baik gue salahin lo duluan dari pada lo bermulut manis. " Gumamnya lalu pergi mengambil wudhu dengan cepat begitu juga Wawan.

Ibrahim memandang Cucunya kesal.

"Kamu cucunya Kakek loh. Tapi kenapa Adam yang lebih bagus dari kamu Zaid. Kamu bersihin lapangan pesantren! Kamu sapu! " Ucapnya tegas. Zaid membawa wajah memelas nya.

"Kan mau shalat kek. Gak usah la ya. Kasihan dong sama cucu kakek yang ganteng ini. Ya? Ya? Ya? " Ujarnya memelas.

Ibrahim menggeleng kuat.

"Gak! Habis shalat! Kalau kamu gak mau. Nanti kamu Kakek tambah hukumannya jadi bersihin WC! Mau? " Tanyanya mengancam. Zaid menggeleng kuat. Menoleh ke kanan dan ke kiri mencari keberadaan sepupunya.

"Zaid sendiri? Legi nggak? " Tanyanya lemah. Ibrahim menggeleng. Zaid menunduk sebentar lalu menatap Adam yang tersenyum ke arahnya. Memandang Adam dengan wajah sinis.

Lalu Ibrahim memandang Adam hangat. Zaid yang melihat itu menjadi muak.

Ini yang cucunya kakek tu gue atau si Adam idris nuh itu sih! Batinnya kesal.

"Nanti kamu awasi Zaid ya Adam. Kalau dia nggak lakuin hukumannya kamu bilang saja ke Kakek. Anak itu harus dididik keras. " Ucap Ibrahim. Adam mengangguk patuh.

"Iya Kek. Adam akan awasin Zaid. " Ujarnya lalu Ibrahim pergi meninggalkan para santri. Mereka pun sudah mulai kembali mengambil wudhu. Legi yang sudah selesai mengambil wudhu menatap Zaid senang.

"Mamam tuh lapangan. Nyapu nyapu sendiri. Semua sendiri! " Ucap Legi lalu buru-buru masuk ke dalam masjid. Sebelum Zaid mengamuk pikirnya.

Zaid menatap sepupunya sengit. Namun tetap saja tak sesengit cowok itu. Ganteng sih, alim juga. Tapi Zaid benci orang seperti itu. Apalagi dia caper sama kakeknya.

"Adam! Tunggu lo tanggal mainnya! " Gumamnya kesal lalu ia dengan cepat mengambil wudhu karena sudah sepi. Para santri telah masuk.

Tak lama setelah Zaid masuk ke dalam masjid. Suara Azan dikomandangkan.

"Nanti saya bantuin Mas. Biar gak capek. Lapangan pesantren lumayan besar. " Ucap Wawan hangat. Zaid menoleh menatap Wawan sambil tersenyum.

Wawan lebih baik dari sepupunya itu. Jauh bahkan!

Tbc

Coment dunggg😍😍 butuh asupan nihhh☺

Ada Cinta Di Pondok Pesantren [ End ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang