Close

3.7K 428 57
                                    

"Kita cari makan dulu, yuk?" ajak Saphira. "Aku yang traktir."

"Kamu tidak berencana meracuniku, kan?" ujar Jo tak serius yang kemudian membuat keduanya kompak tertawa.

Mereka duduk di sudut sebuah cafe yang bertema vintage di pusat kota. Sebuah gramophone yang sudah memutar sebuah lagu lama ketika mereka masuk semakin mempertegas suasana pergantian abad yang ingin ditampilkan.

"Hei, Jo. Maafkan aku."

Jo tersenyum. "Apa yang perlu kumaafkan? Aku tahu kamu hanya tunduk pada perintah ibu Andy."

Saphira menarik napas. "Aku memang tak sanggup menolak permintaan Nyonya Lidya. Selain takut, aku juga merasa bersalah atas kematian Titus. Andai saja aku ikut di mobil yang dikendarai ayahmu malam itu, mungkin keadaan akan berbeda. Hal itu selalu terngiang dalam pikiranku dan mengganggu mimpi-mimpiku."

Jo menatap Saphira dengan perasaan kaget. Sejauh itukah gadis ini dihantui perasaan bersalah padahal itu sama sekali bukan kesalahannya?

"Jika Titus masih hidup mungkin kamu sudah bahagia bersama Andy. Dan aku..." Saphira mendesah. ".... sudah punya keluarga sendiri dengan atau tanpa Titus begitu juga peran Nyonya Lidya di belakangku."

Eh? "Apa maksudmu?"

Saphira tertawa pahit. Ini mendongakkan kepala lalu mengedarkan pandangan ke seluruh sudut cafe meskipun tidak ada titik khusus yang jadi tumpuan matanya. "Sebenarnya ini lucu tapi cukup mengenaskan."

"Bagian mana?"

"Umurku sudah tiga puluh lebih. Aku sudah lelah dengan segala persaingan dan tuntutan dunia karirku saat ini. Aku ingin mundur dan menyepi, tapi tampaknya Nyonya Lidya terus ikut serta secara diam-diam menyodorkan sederet job dengan koneksi dan rekomendasinya, untuk menjaga keberadaanku."

"Oh, begitu," giliran Jo yang tertawa pahit. "Memang dia seperti itu."

"Dia ingin aku tetap berada di papan atas sehingga layak bersanding untuk anaknya. Maaf, Jo."

Jo menggeleng.

"Aku juga tahu banyak laki-laki yang mencoba mendekatiku dan pada akhirnya mundur teratur karena intimidasi darinya. Oh, Jo. Aku hanya ingin hidup tenang dengan keluarga kecilku sendiri. Pilihanku, dan itu bukan bukan Andy. Aku pernah cinta Titus, dan itu bukan berarti bisa dipindahkan pada adiknya ketika ia tiada. Tampaknya Nyonya Lidya menganggap perasaanku itu mirip dengan proyeknya yang bisa dengan mudah dipindahkan ke sana-sini."

Mereka tertawa bersama. Kali ini benar-benar tawa akan hal lucu.

"Aku senang bisa kenal lebih dekat dengan dirimu," kata Jo tulus.

"Aku juga. Sudah lama aku ingin menumpahkan kegelisahanku pada seseorang yang mengerti keadaanku. Kita berteman, ya?"

"Tentu saja. Teman." Jo mengangkat gelasnya memberikan toast kecil di gelas Saphira.

"Tapi tolong berlagaklah memusuhiku saat ada Nyonya Lidya."

"Hei, aku agen penyamar. Itu bukan perkara sulit, girl!"

======================

Acara pemberkatan pernikah Andy dan Jo di kapel kecil di pinggir kota berlangsung sederhana. Seperti yang direncanakan sang nyonya besar. Tidak ingin publik mengetahui pernikahan anaknya dengan gadis biasa, anak pelayan. Entah sampai kapan. Hanya kerabat dan beberapa tamu undangan yang diundang.

Kika yang menjadi pembawa cincin terpekik bahagia ketika ayahnya mendadak muncul tak lama setelah acara selesai.

Andy langsung pasang kuda-kuda waspada. "Sudah resmi, Mayor. Jo istri saya."

The Pretty Bodyguard and The Crazy BossTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon