"Ra, maksud gue it.. "

"Pergi Dyo. Gue pengen sendiri dulu. Gue tau gue alay. Masalah kaya gini aja gue besar-besarin. Menurut lo ini biasa. Tapi gue gak terima kalo abang gue lo jelek-jelekin. Lo gak punya abang, dan lo gak pernah ngerasain bagaimana sayangnya gue ke abang gue"

"Ra, gue cum.."

"Pergi ya nak. Biarkan neng ara tenang" Buk mun yang semula bingung mulai mengambil langkah pertama demi mencegah kericuhan yang sepertinya akan di bicaraka, di gosipkan oleh warga setempat.

Takutnya. Nenek Tamara tau dan misi mereka akan gagal. Dyo yang mengerti maksud buk mun melai melangkah mundur dan pergi dengan raut wajah yang gusar

Buk mun mengelus menenangkan Tamara.

😍😍😍

Di satu sisi ada yang menangis. Di sisi lain ada yang tersenyum karena ada sesuatu hal yang akan Dyo selesaikan.

Ya, Reivaldyo Maulana. Bukan Dyo kalau tidak genuis. Dyo berhasil membawa secarik kertas berisi nomor abang Tamara. Bukan apa-apa. Bukan licik, atau apapun itu. Dyo hanya inggin menyelesaikan apa yang harus ia seleaaikan.

"Asallamuallaikum bang" Kata Dyo memylai percakapan melalui telepon

"Waallaikumsallam. Siapa" Jawab bang Hrn di sebrang sana

"Saya Dyo yang menyahut telepon Ara tadi bang maafkan saya. Bukan maksud saya lancang atau apapun itu. Saya hanya inggin meluruskan sebuah jalan bengkok yang sebentar lagi akan mengelap dan siap terjun" Sarkas Dyo tenang dan menantang

"Tunggu-tunggu. Bisa langsung ke inti tidak" Ucap bang hen yang rada binggung. Bang hen bukan type orang yang gampang mengerti dengan bahasa yang gamblang. Ia tebih suka apa adanya(to the point).

"Bang hen. Tadi yang menelepon abang iru Tamara. Adik kandung abang sendiri. Abang tahu kan keadaan Tamara sebelum abang pergi. Tamara tersiksa bang, saat abang ada dalam dekapnya saja Tamara terluka. Apalagi setelah abang pergi. Harusnya abang mikir. Gimana nasib Tamara jika Abang pergi"

"Tamara, dimana ara" Tanya bang hen gusar. Sama persis seperti yang Tamara rasakan tadi. Sedih, kecewa dan bahagia.
Ada nada bahagia disana, namun. Kecewa dan sedih melanjutkan kalimat tadi.

"Ara di sini. Di dalam perlindungan saya"

"Gimana kabar ara, saya, saya pengen denger suaranya"

"Maaf bang. Semua karena bicara saya yang lancang tadi. Tamara marah dan memgusir saya. Ara tidak terima jika abangnya di tuduh seperti yang saya tudjhkan tadi. Sekali lagi maafkan saya bang"

"Saya pengen nangis, saya pengen tersenyum lebar, dan saya pengen terbang. Mendarat, berlali lalu memeluk adik kecil yang dulu pernah memanggil nama saya dengan sebutan ayah. Tolong, tolong pertemukan saya dengan ara"

"Jika abang sayang dengan ara. Lantas dimana abang selama 10 tahun yang silam. Bahkan abang pun tidak pernah berusaha mencari keberadaan ara."

"Saya tau saya salah. Saya bodoh dan terlalu memikirkan kehidupan yang esok akan saya tempuh. Hingga kehidupan yang saya jalani tidak saya pedulikan"

"Yang saya ingin tahu. Dimana abang selama 10 tahun ini"

"Saya bekerja. Serabutan. Dari bangunan sana, bangunan sini. Saya tidak kenal lelah membanting tulang. Pikiran saya hanya satu. Nenek dan Tamara harus merasa tercukupi dan bahagia. Saya tidak lupa, saya tidak pernah lupa. Setiap bulan saya selalu mengirim setengah gaji saya untuk mereka. Saya selalu bertukan kabar dengan pak RT. Tapi tidak ada jawaban ataupun balasan dari mereka. Saya tidak peduli dan selalu menerapkan pendapat saya. Kabar tidak penting, uang dan uang yang paling penting. Hingga akhirnya saya tidak memperdulikan mereka. Saya khilaf dan merasa sangat berdosa. Saya menetantarkan adik kecil saya. Saya membiarkan adik kecil saya terluka. Hingga saya pulang. Tapi tidak menemukan ara disana. Saya tau nenek saya berbohong. Tidak mungkin Ara akan pergi lama sekali. Tidak akan mungkin pula ara pergi tour dengan baju 1 lemari. Saya tau nenek berbohong. Saya berusaha mencari dan mencari, tapi keadaan dan takdir tidak ingin berbaik hati dengan saya. Saya kecelakaan. Saya koma selama beberapa bulan di rumah sakit. Seketika saya terbangun. Tapi saya tidak tahu siapa diri saya sendiri. Saya linglung saya bingung. Saya merasa sendiri hingga depresi. Saya seperti orang gila bebera tahun lalu. Hingga hidayah menjemput saya kemarin lusa. Saya bodoh dan bodoh. Saya tidak tahu harus apa"



😟😟😟

Ku gantung dulu ya gais, wkwkwk
Yang terpenting saya up malam ini. Marhaban ya ramadhan, selamat malam and see you.


TamaraWhere stories live. Discover now