12

1.1K 152 18
                                    

.
.
.

Seokmin melihat sekitarnya. Tawa ceria anak-anak dapat ia dengar dengan jelas. Mereka sedang berlari-lari mengejar satu sama lain. Ia tersenyum hangat melihat pemandangan itu.

Hingga salah satu dari mereka tersandung dan jatuh. Tangisan anak itu pun pecah.

Seokmin dengan cepat menghampiri anak itu. Didekapnya anak itu dalam pelukan.

"Ssst...tidak apa.." Memadamkan tangisannya perlahan.

Ia melepas pelukan itu dan melihat ke luka si anak. "Ayo kita obati! Setelah itu tidak akan sakit lagi~"

"Eum!"

Dengan menggendong anak itu dipunggungnya, ia membawa anak itu masuk ke dalam.

Ia sedang berada di panti asuhan, namanya Pledis.


Tempat dulu ia berada.

Sebelum diadopsi oleh orangtuanya kini.

"Permisi, bibi, ada anak yang terluka dan perlu diobati. Bisa tolong tunjukkan dimana aku bisa mengobatinya?"

Ia melihat wanita umur 30-an didepannya itu terdiam.

"....Seokmin? Kauhkah itu?"

".....Eh?"

.

"Nah, selesai!" Seokmin mengecup plester di kaki si anak itu. "Lain kali hati-hati, ya!" Ia mengusak surainya.

"Terimakasih, Kak!" Si anak memeluk Seokmin erat kemudian berlari keluar.

Sampai anak itu benar-benar hilang dari pandangannya, ia melihat ke wanita disampingnya.

"Seokmin..."

"Apakah kau yang mengasuhku dulu?"

"....Iya."

.
.
.

Soonyoung menari sendirian di ruang tari, mengulang-ngulang gerakan yang sama.

Raganya disini, tapi pikirannya tidak demikian.

Ia tidak dapat berhenti memikirkan satu nama.

Jihoon. Jihoon. Jihoon. Jihoon. Jihoon. Jihoon. Jihoon. Jihoon. Jihoon. Jihoon. Jihoon. Jihoon. Jihoon. Jihoon. Jihoon.

Kesal dengan dirinya sendiri, ia akhirnya menghentikan musik yang masuk-kanan-keluar-kiri dan duduk, menyandarkan kepalanya pada dinding.

Sejak ia tidak sengaja mendengar permainan piano tempo hari, ia tidak dapat tidur. Matanya bahkan kini sudah menyerupai panda.

Bagaimana jika selama ini yang ia cari tenryata ada di dekat dia? Yaitu Jihoon itu sendiri.

Ia sudah berusaha membandingkan apakah Jihoon itu sama dengan Woozi. Tapi, tidak semudah yang ia bayangkan.

Kala itu ia masih kecil, ingatannya mulai memudar. Semuanya samar-samar.

Secara fisik, dulu Woozi lebih tinggi darinya. Sementara Jihoon tidak. Tapi itu tentu dapat berubah seiring waktu. Apalagi mereka sedang dalam masa pertumbuhan.

Begitupun dengan wajahnya. Juga suaranya. Dulu suara mereka masih cempreng khas anak-anak. Hey, mereka kini adalah remaja yang sedang mengalami pubertas.

Walau ia mengatakan suara mereka mirip sekalipun, tidak ada yang pasti.

Ya, tidak ada yang dapat menjamin kepastian, selain Jihoon itu sendiri.

Good Boy | wonhoon ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang