7 - Mas-Mas Starbucks

Start from the beginning
                                    

"Signature Chocolate, tall, atas nama Jimin." Yoongi taruh pesanan Jimin di meja, baru mau mundur terus balik lagi pas dicegat sama si pelanggan.

"Eh, Kak, di sini aja..." Jimin raih ujung kaus Yoongi, menahan si Mas Crush supaya bisa lebih lama sama dia.

"Saya mau balik kerja, Dek." Yoongi berusaha nolak baik-baik.

"Sebentar, Kak. Orang lagi sepi, kok. Di sini aja dulu, temenin aku, hehe." Tapi Jimin ngotot.

Alhasil, Yoongi ngalah. Ya udah lah ya nggak apa-apa sekali-sekali nyenengin bocah. Dia duduk di hadapan Jimin, sementara si anak sekolahan itu senyum-senyum nggak jelas sambil nyeruput minumannya.

Mari kita flashback sebentar, tentang macam-macam tipe Jimin yang ditolak sama Yoongi. Cukup banyak sih, ya. Kasihan. Mulai dari yang;

"Kak Yoongi, kakinya sakit nggak?"

"Enggak."

"Bisa jalan?"

"Enggak, saya mager."

Kemudian tipe berikutnya, karena Jimin masih pantang mundur dan jiwa petrusnya berkobar-kobar;

"Kak Yoongi, habis ini sibuk nggak?"

"Sibuk."

"Kalau besok?"

"Sibuk."

"Besoknya lagi?"

"Kalau kamu mau ngajak jalan, ya saya sibuk terus."

Sampai tipe yang paling bikin kasihan. Soalnya ini kayak alternatif terakhir Jimin buat ngajak si Mas Crush jalan setelah berbagai macam cara yang nggak mempan terus. Beberapa hari yang lalunya Jimin habis lihat video Tiktok, tips ala-ala buat ngajak gebetan jalan.

Usai pesan minuman, Jimin bayarnya sambil diselipin kertas kecil. Isinya simpel, cuma tulisan 'date?' dengan dua kolom pilihan yang jawabannya 'yes' semua. Pas Yoongi nyerahin pesanan Jimin, bersama kertas yang tadi, isinya malah bikin nyesek.

Yoongi bikin kolom baru dengan tulisan 'no, sorry' gede, habis itu dikasih centang.

Tenang, Jimin masih belum mundur, kok.

"Kak Yoongi, nggak mau jalan sama aku gitu?" tanya Jimin, langsung to the point.

Yoongi senyum kecil. "Kamu masih nggak nyerah, ya?"

Jimin geleng-geleng mantap. "Nggak, pokoknya sampai dapet Kak Yoongi. Nanti kalau Kak Yoongi mau sama aku, aku ajak jalan-jalan ke pasar malem beli gulali."

Kali ini Yoongi terkekeh. "Kalau saya nggak mau?"

"... Ya masih aku ajak beli gulali."

Lucu juga. Yoongi cuma natap Jimin pakai senyum tipis yang bahkan udah sanggup bikin Jimin meleleh.

"Kak, bentar." Seakan baru keinget sesuatu, Jimin buka tasnya, ngerobek kecil lembar kertas dari bukunya. Dia ambil pulpen habis itu nulis sesuatu di sana, ditekuk, terus dikasihin ke Yoongi, bareng sama pulpennya.

Nyengir, Jimin nutup lagi tasnya sambil ngelihatin Yoongi yang lagi buka kertas kecil tadi pakai tampang berharap.

Alis Yoongi naik satu. "Ini... saya harus jawab lagi?"

Jimin ngangguk-ngangguk. "Iya, harus."

"Hmm," Yoongi ngegumam doang, dia ngambil pulpen Jimin, nulis sesuatu juga di sana. Tapi Jimin bingung, ngapain Yoongi nulis agak lama? Kan harusnya sedetik langsung selesai.

Bersamaan setelah Yoongi selesai nulis, bunyi bel di atas pintu masuk kafe berdenting, tanda ada pelanggan baru. Kali ini gerombolan, cukup banyak. Jadi Yoongi beranjak, dia ngelewatin Jimin sambil nyerahin kembali kertas tadi yang udah ditekuk, sekalian pulpennya.

Jimin agak sebel, sih, sama pelanggannya. Ganggu amat.

Tapi dia kaget begitu tangan Yoongi nepuk-nepuk kepalanya kilas sebelum benar-benar balik ke balik kasir. Sumpah, yang diusek-usek kepala, yang berantakan hati. Jimin mau teriak, Tuhan.

Dengan perasaan berbunga-bunga, Jimin ngebuka kertas tadi yang dilipat semakin kecil. Tapi nggak ada jawaban.

Isi kertas itu masih sama kayak alternatif Jimin berdasarkan video Tiktok di beberapa hari sebelumnya. Dengan tulisan 'date?' dan dua kolom jawaban yang maksa abis bertuliskan 'yes' dan 'yes, of course'.

Tapi nggak ada satu pun kolom yang diberi tanda centang. Bingung, Jimin bolak-balik kertasnya, kemudian nemuin sederet tulisan di baliknya. Bukan, bukan tulisan, tapi angka.

Nomor telepon.

Saking nggak percayanya, Jimin sampai mangap, dia nutup mulutnya sendiri dramatis kemudian natap Yoongi yang sibuk di balik kasir, masih nggak percaya.

Sementara Yoongi di sisi lain, masih melayani pelanggan dengan senyum kecil yang diam-diam muncul.

▬▬▬

Di tempat lain, yaitu sekolah, ada Jeongguk sama Taehyung yang lagi debat di gerbang keluar.

Berhubung Taehyung tadi habis pingsan dan emang kondisinya lagi nggak memungkinkan dan bikin khawatir abis, jadi Jeongguk ngekorin Taehyung seharian. Termasuk sore ini.

"Kak, pulang sama aku aja," Jeongguk masih nahan-nahan Taehyung biar nggak pesan ojek online.

"Nggak usah, aku bisa naik ojol. Rumah kamu sama aku lawan arah."

Biasanya Taehyung pulang bareng Jimin, karena rumah mereka memang searah. Tapi hari ini Jimin mau ngapel gebetan lagi, jadilah Taehyung ditinggalkan terbengkalai.

"Nggak apa-apa. Pulang sama aku, Kak."

"Dibilangin nggak usah, kamu ngeyel banget?"

"Dibilangin pulang sama aku."

"Kalau aku nggak mau gimana?"

Jeongguk diem, nahan kesel. "... Nanti aku cium."

Taehyung tergelak, dia natap Jeongguk sambil lipat dada. "Emang berani?"

"Berani!"

"Terserah. Aku masih mau pesen ojol aja, lagian udah dibilangin rumah kamu sama aku—"

Taehyung langsung kicep. Dia kedip-kedip cengo. Barusan... Jeongguk beneran habis cium dia? Di pipi, sih. Tapi tetep aja... ini kok jantungnya langsung dugem?

"Pulang sama aku, pokoknya. Nggak apa-apa lawan arah. Aku anterin sampai rumah." Jeongguk sendiri sebenernya juga udah mau teriak aja. Ini dia habis kesambet jurig sebelah mana sampai punya nyali begini.

Cemberut, Taehyung akhirnya ngalah. "Ya udah deh, iya. Pulang sama Jeongguk."

▬▬▬

this is lowkey one of my fav chapters :p


galak | kv ✓Where stories live. Discover now