"Stop this stupid chit-chat, sestra. Cepat bereskan semua ini," ucap seorang pemuda berbadan besar yang sedari tadi hanya menatap kakak perempuannya bekerja.  Mata bulatnya memutar kesal mendapati Lalice sedikit menjadi berlebihan setiap mereka mencari Rivera, yang berakhir dengan hanya menangkap kacung tidak berharga milik Rivera.

Lucas Kirkland melipat kedua tangannya di depan dada, menatap kakak perempuannya sejenak dan beralih menatap pria cantik yang duduk meluruskan kaki di atas meja.

"Apa yang kau lakukan disini? Bukannya seharusnya kau ada di London mengurus Ringvereine?"

Ten; si pria cantik yang Lucas maksud, mendengus pelan dengan mulut yang penuh dengan Pringles. 

"Menurutmu kenapa aku bisa ada disini, bodoh? Tentu saja aku mengikuti Bos Ringvereine yang dengan seenaknya membatalkan rapat hanya karena mendapat kabar bahwa anak buahnya berhasil menangkap kaki tangan Rivera. Yang ternyata hanya seorang Vargas-rendahan-sialan yang sekarang sedang ia siksa. Semoga saja Ringvereine tidak kehilangan saham."

Lucas menghela napas kesal. Niatnya datang ke dungeon adalah untuk menyampaikan kabar. Lucas menatap ke arah Lalice yang entah masih apa dengan Vargas itu, yang jelas ia butuh kakaknya untuk mendengar kabar ini.

"Sestra, hentikan. Sudah cukup kau bermain-main dengan Vargas-rendahan-sialan itu, dan habisi segera. Father sedang menunggu di manor, dan—"

Ucapannya terputus ketika pisau yang dipegang Lalice melayang melewati dan menggores sedikit daun telinganya, tertancap tepat di lukisan besar yang ada tepat di belakang tempat ia berdiri saat ini.

"Don't order me."  Lalice menatap tajam pada Lucas yang tengah mematung. Pemuda itu mengedip mencoba membawa dirinya kembali dari rasa terkejutnya.

"Sorry, Your Grace. Tapi aku membawa kabar bahwa Father dan Elder sedang ada di manor, dan aku diperintah untuk menjemputmu sesegera mungkin untuk menemui mereka."

Lucas mencabut pisau tersebut, berjalan mendekat ke arah Lalice, mengabaikan luka yang mengeluarkan darah dari daun telinganya. "Biar aku yang selesaikan, sestra. kau tidak akan membuat Elder dan Father menunggu, bukan?"

Lalice mengelus pelan pipi pria yang masih terikat rantai di masing-masing pergelangan tangannya.

"Kau seharusnya bicara saat aku menyuruhmu bicara. Tapi aku berterima kasih padamu untuk sedikit informasinya. Goodbye and see you in hell, Git."

Wanita itu beralih menatap pada Lucas, melepas sarung tangan hitam yang ia kenakan kemudian menepuk pelan pipi adiknya, "selesaikan ini dengan cepat, Luke. Setelah itu bakar tubuhnya, hingga tidak bersisa. aku akan pulang ke manor terlebih dahulu, dan kau bisa menyusul setelah pekerjaanmu selesai."

"My pleasure, Your Grace."

"Good. Ten, segera selidiki hubungan Rivera dengan Jones. I want everything before tomorrow morning."

"Aye, maam." Mengeluarkan laptop, pria cantik bermata seperti kucing itu mulai mengerjakan sesuai perintah. 

Melihat kedua orang kepercayaannya melaksanakan perintah dengan segera, Lalice melangkah keluar, berhenti sejenak di depan pintu ketika salah seorang anak buah membungkuk menyapanya, "Heli sudah siap, Your Grace."

Lalice mengangguk, "let's go to manor,"  ucapnya dan kembali melangkah. Mengabaikan teriakan Lucas dari dalam sana yang berharap untuk keselamatannya di perjalanan.

Ten yang tengah sibuk dengan telpon dan laptopnya melambai mengantar kepergian wanita yang menjadi teman sekaligus bosnya itu.

"Hello, number Four? Why you change your number again? Oh, screw you. We have work to do, by the way. Regina's order. Search all things related to Rivera, and what he does in America. I want your email before tomorrow morning."

From Dusk Till Dawn ✔Where stories live. Discover now