Bagian 4

165 11 0
                                    

"Aku membuat pakora dan briyani"

"Wah, kalau begitu aku dulu yang akan mencicipi buatan Zahra", ucap Faraz.

Aku tersenyum melihatnya. Faraz dan Manav juga saat ini tengah membantu kami untuk memasak. Sedangkan Ayaan, ia hanya sibuk memainkan ponselnya itu. Ia senderkan tubuhnya itu ke dinding dan kaki kanannya  sedikit ia naikan agar menyentuh dinding.
Aku sangat menyukai gayanya itu, terlebih lagi saat ini ia menggunakan Handsfree di telinganya.

Setelah sibuk mempersiapkan makan malam. Akhirnya kami selesai dan segera menikmati hasil masakan kami ini. Aku sangat senang Manav dan Faraz tidak henti-hentinya memuji masakan kami ini. Tapi di satu sisi aku merasa sedikit sedih karena Ayaan sejak tadi hanya diam dan tidak mengatakan hal apa pun. Aku tidak berharap ia memuji masakan ku atau pun masakan Alia dan ishita. Tapi setidaknya ia berbicara itu saja.

"Ayaan, sejak tadi kau diam saja. Apa yang kau pikirkan?" Manav sungguh menjadi perwakilan atas pertanyaanku ini.

"Tidak ada"

"Lalu? kau tidak biasaya diam seperti ini?" tanya Faraz yang mendapat anggukan dari Manav, Alia dan Ishita. Jangan tanya ekspresiku saat ini, sungguh aku melakukan hal yang sama. Tapi apa dayaku, aku ini masih orang baru di kehidupan mereka. Jadi menjaga sikap itu penting.

"Aku diam, karena aku sedang menikmati makanan ini. Terutama pakora buatan Alia, sungguh ini sangat enak"

Aku tertegun, bagaimana ia mengatakan bahwa pakora itu buatan Alia. Siapa saja jelaskan padanya bahwa aku yang membuat pakora itu.

"Kau salah Ayaan, pakora itu bukan buatanku. Tapi Zahra yang membuatnya" Jelas Alia membuatku lega.

Ayaan mengangguk paham, tapi ku lihat ia sedikit terkejut mendengar jawaban Alia. Ada apa dengannya.


Ayaan Pov

Aku sangat menikmati makanan ini, terutama pakora yang sepertinya di buat oleh Alia. Dan aku ini tidak seperti kedua sahabatku, sejak tadi mereka hanya sibuk memuji Alia, Ishita, dan Zahra. Oh ayo lah, jangan menganggu kenikmatan rasa di lidah. Dasar payah!

"Ayaan, sejak tadi kau diam saja. Apa yang kau pikirkan?" tanya Manav.

"Tidak ada" ucapku sambil melanjutkan aktivitas makanan aku.

"Lalu? kau tidak biasaya diam seperti ini?"

"Aku diam, karena aku sedang menikmati makanan ini. Terutama pakora buatan Alia, sungguh ini sangat enak"

"Kau salah Ayaan, pakora itu bukan buatanku. Tapi Zahra yang membuatnya" Jelas Alia membuatku terkejut.

Oh tidak, apa aku tidak salah mendengar. Dan aku baru saja memuji pakora buatan Zahra. Jika bisa aku akan segera mencabut perkataan ku tadi. Ku lihat Zahra yang saat ini sedang melihat kearah ku sambil tersenyum. Segera ku alihkan pandanganku, entah mengapa aku merasa Zahra memiliki perasaan denganku.

Hei, jangan berfikir aku akan merebut Zahra dari Faraz. Dan jangan berfikir aku terlalu percaya diri, tapi memang ini kenyataan yang ada. Dapat ku lihat matanya itu, bahwa ia sangat tertarik padaku. Jangan tanya perasaanku, aku sama sekali tidak menyukainya. Bagiku dia sama saja dengan gadis lain, yang hanya menyukaiku karena fisikku atau bahkan karena profesiku sebagai aktor. Lagi pula diriku ini sudah menemukan seseorang yang memiliki perasaan dengan ku secara tulus.

Dia tidak memandang apa pun dariku, ia rela mengorbankan kehidupannya demi keselamatanku. Dia terlalu baik hingga aku pun tidak bisa membalas kebaikannya itu sampai sekarang. Bila ku ingat-ingat tentangnya, aku selalu merasa bersalah. Ku hembuskan nafasku gusar. Dapat ku pastikan mereka saat ini kembali fokus melihatku.

"Ada apa denganmu?" tanya ishita.

"Tidak ada"

"Apa yang kalian lihat, ayo silahkan makan kembali" lanjutku yang melihat mereka masih fokus memandangku.


Author Pov

Ketika selesai menikmati makan malam. Ayaan dan yang lainnya pergi menuju balkon apartement. Mereka menikmati suasana malam menyisihkan udara dingin. Terlihat Ayaan yang menjauhkan diri dari para sahabatnya. Ia ingin sendiri, ia ingin bernostalgia ke masa lalunya melalui lantunan musik yang ada di Handsfree - nya.

Matanya memandang sang pesinar di langit menggelap, kulitnya yang putih itu dapat merasakan tusuk-tusukan udara dingin di sana. Tanpa sadar senyuman terukir di bibirnya. Ia begitu menikmati malam ini. Namun itu tidak berlangsung lama, ada seseorang yang saat ini mengganggu ketenangannya.

"Kau?! Mengapa kau ada di sini?" tanya Ayaan tidak suka.

"Aku lihat kau sendiri di sini, kenapa tidak ingin bergabung dengan yang lain?" tanya Zahra sambil tersenyum.

"Aku lagi ingin sendiri, kau pergi lah dari sini"

Zahra menuruti perkataan Ayaan, dengan cepat ia bergegas meninggalkan laki-laki itu sendirian. Dan untuk Ayaan, sejak tadi ia terlalu asik dengan ponsel dan music nya.
Ayaan kembali dengan suasananya. Dan kali ini akan ia nikmati dengan tenang.

🍃


Ayaan Pov

Hari minggu, Mumbai.

Ku manfaatkan hari ini agar  bisa jogging dengan santai. Ku hirup udara segar sambil meregangkan otot-otot ku ini. Cahaya mentari yang menyentuh lembut kulitku, membuat diriku semakin bersemangat. Tapi tidak untuk Faraz, Manav, Ishita, dan Alia. Mereka ini selau saja menghabiskan waktu untuk tidur di minggu pagi. Jadi ku putuskan saja untuk berlari santai sendiri.

Setelah beberapa menit aku berlari santai, aku menyirami rambutku dengan air mineral yang ku beli tadi. Rambutku saat ini basah, dan ini membuatku merasa segar. Lalu aku bergegas untuk memasuki apartement. Ku lewati setiap lorong sambil menikmati lantunan lagu di Handsfree ku. Hingga pada akhirnya ketika aku melewati balkon apartement lantai 12 tepat di daerah kediamanku, Faraz, Alia, aku menyadari bahwa ada seseorang yang melihatku. Dan betapa terkejutnya diriku ini ketika tangannya berdarah saat ini.

"Tanganmu!"

Bersambumg...

----------------------------------------------------------

Tolong dong like and coment. Aku butuh banget sebuah kritikan. Tolong hargai dong yang udah buat sebuah karya imajinya sendiri.

:)

Love in Ayaan ZubairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang