04: Sick

431 71 6
                                        

Jimin tidak masuk sehari karena demam tinggi. Setelah memuntahkan segala yang membuat perutnya mual, Jimin merendam dirinya dalam bath tube semalam penuh. Membiarkan tubuhnya menggigil, lalu panas tinggi di kemudian hari.

Ketika masuk, wali kelas memintanya untuk bertemu di ruang guru. Lian menjadi seseorang yang ditanyakan kehadirannya, sebab gadis itu juga absen bersamaan dengan Jimin. Malah lebih lama hingga tiga hari kursinya di kelas kosong.

"Saya juga tidak tahu. Kemarin kami berencana belajar bersama, tapi dia tidak datang."

Wali kelas bertanya apakah Jimin tidak menjenguknya karena rumah mereka berdekatan, dan Jimin menjawab bahwa itu tidak perlu. Jimin merasa dirinya tidak cukup dekat untuk sampai menjenguknya, tidak peduli sedekat apa letak tempat tinggal keduanya.

Tiga hari berlalu hingga Lian kembali mengisi kursinya yang lama kosong. Ia mengenakan hoodie besar, sama seperti Jimin saat ingin menyembunyikan lebam. Guru di kelas memintanya untuk melepas hoodie tersebut, tapi Lian beralasan tubuhnya masih belum cukup membaik setelah demam kemarin.

Lian mengabaikan banyak hal hari ini, terutama Jimin. Yang dikatakannya pada pemuda itu hanya satu, permintaan maaf karena tidak bisa datang malam itu untuk belajar padahal seharian sudah merecoki agar Jimin bisa membantunya. Jimin bertanya kenapa, dan gadis itu hanya menjawab bahwa badannya tiba-tiba demam malam itu. Lian sama sekali tidak tahu bahwa Jimin telah melihat apa yang terjadi padanya.

Tidak seperti Jimin yang terang-terangan menjauh dari teman lainnya, Lian tampak tidak keberatan berada di tengah kerumunan. Ia bersosialisasi cukup baik. Memiliki beberapa teman, juga pengagum dari paras cantiknya.

Wajah cantik itu masih terlihat lesu, tapi Jimin dapat melihat dari tempatnya di sudut kantin bagaimana gadis itu berusaha untuk tersenyum. Menanggapi beberapa lelucon payah yang tidak begitu lucu, menunjukkan sikap seolah dirinya baik-baik saja.
Jimin segera memutus kontak pandangan ketika Lian balas melihatnya dalam sepersekian detik. Ia tidak mau tertangkap basah tengah memperhatikannya, sayangnya Lian terlanjur mengetahuinya.

Di tengah usahanya memberikan atensi penuh pada daging tumis dan kimchi putih yang menjadi menu makan siang di kantin, Lian mendadak berdiri di depannya. Nampan makanan yang isinya tinggal sedikit juga dibawa serta. Para pengagumnya diabaikan, hanya untuk menghampiri Jimin yang makan seorang diri.

"Kenapa?" Pertanyaan Jimin terdengar begitu dingin.

"Maaf karena tidak bisa datang malam itu."

"Kau sudah mengatakannya tadi di kelas."

Lian lantas meletakkan sendok dan sumpitnya. Ia meraih kotak susunya yang menjadi pelengkap gizi yang diberikan oleh pihak sekolah. Satu dua teguk cairan putih pekat itu mengaliri tenggorokannya yang terasa kering. Tidak ada sup dalam menu membuat Lian kesulitan untuk menelan makanannya.

"Rencanakan ulang," kata Lian. "Aku masih butuh belajar darimu."

Masih ada sisa waktu tiga hari dari satu minggu yang Jimin berikan. Lian ingin memanfaatkannya. Wali kelas bisa melabelinya sebagai siswi pemalas dan tidak tahu terima kasih kalau sampai menyia-nyiakan kesempatan untuk belajar dengan siswa terbaik di sekolah. Apalagi Jimin juga mau melonggarkan waktu untuknya.

"Pulang sekolah, di perpustakaan. Bagaimana?"

"Jangan di perpustakaan!" Jimin menolak dengan cepat.

"Kenapa? Takut di lihat orang banyak?" Lian menebak dengan tepat. "Sebegitu tidak inginnya kau melihat yang lain melihat kita bersama? Kita hanya belajar, Jimin. Tidak melakukan hal lain."

"Bukan begitu." Meski alasannya memang seperti itu. Jika sekedar dilihat orang lain, Jimin tidak masalah. Tapi kalau sampai dibicarakan meski sebatas tentang 'Jimin akhirnya mau bersosialisasi dengan orang lain' dan membuat mereka ikut melewati batas seperti yang Lian lakukan, Jimin jelas tidak mau.

Undefined [Re-Write]Where stories live. Discover now