Hidup Min Lian itu nomaden. Ibunya adalah selalu dipindah tugaskan dari satu cabang ke cabang lainnya. Setidaknya setahun sekali Lian akan ganti seragam dan teman kelas. Itu berlangsung sejak tahun kelima sekolah dasar, dan kata Ibu ini yang terakhir.
Ibunya kini ditempatkan di kantor pusat dari perusahaan waralaba makanan, di mana beliau mengabdikan dirinya selama bertahun-tahun. Mengisi posisi kosong manajer dari Departemen R&D. Ibu yakin kalau posisinya tidak akan berubah, atau setidaknya tidak akan diminta untuk pindah ke cabang lagi, sehingga membeli rumah adalah keputusan yang diambil agar tidak perlu memikirkan biaya sewa lagi.
Lagi pula, itu mimpi Ibu sejak lama. Tinggal di satu tempat yang pasti untuk waktu yang lama. Tabungan untuk membeli rumah juga disiapkan dengan matang, sampai mengharuskannya menyewa tempat yang murah saja selama tinggal nomaden dari satu kota ke kota lainnya.
Setelah sekian pula, Lian akhirnya menyukai kamarnya. Luas, memiliki perabotan yang cukup. Dan yang paling Lian sukai adalah, dirinya tidak perlu sekamar lagi dengan kakak laki-lakinya, Min Yoongi.
Apartemen sewa sebelumnya maksimal hanya punya dua kamar. Dibanding tidur dengan ibunya, Lian malah disuruh tidur dengan kakaknya. Ibunya memang tidak pernah membiarkan siapa pun mengisi tempat tidurnya setelah ayahnya meninggal, ketika Lian berusia sepuluh tahun. Delapan tahun berlalu, rasa kehilangan itu belum juga hilang.
"Lihat siapa yang senang akhirnya punya kamar sendiri."
Di mulut pintu, Yoongi berdiri dengan bersandar di salah satu kusen pintu. Kedua tangannya dilipat di depan dada. Tidak ada kesan menggoda di wajahnya. Tatapannya terkesan datar, dan itu malah membuat Lian tidak nyaman.
"Ke kamarmu sendiri sana!"
Lian bangkit. Meninggalkan sejenak tumpukan komik yang dibelinya kemarin setelah selesai membereskan kamar. Tubuh Yoongi didorong agar menyingkir dari mulut pintu.
"Jangan menggangguku! Atau akan kuadukan pada Ibu."
Lian mengancam sungguhan, namun Yoongi malah mendecih, meremehkan ancaman yang memang bukan hanya sekali didengarnya selama ini. Lian sering mengancamnya seperti itu, tapi nyatanya, sekali pun gadis kecil itu tidak pernah sungguh-sungguh mengadu.
"Sana! Ibu sebentar lagi pergi, tapi masih makan di bawah. Adukan sana sebelum pergi. Sana." Yoongi malah menggoda. Tahu sekali Lian takkan mengadukan apapun terhadap ibu mereka.
Yoongi berbalik dan berlalu ke kamarnya sendiri yang berada tepat di depan kamar Lian. Namun saat baru sampai di depan pintu, lelaki yang berusia tiga tahun lebih tua dari Lian itu kembali berbalik.
"Ada sesuatu yang menggangguku," katanya. "Sejak kapan aku mengganggumu? Kita hanya saling membantu satu sama lain, 'kan?"
Lian tak menghiraukan dan membanting pintu. Tak lupa dikunci dengan benar agar Yoongi tidak memiliki kesempatan untuk menyusup semaunya. Siapa tahu otak miringnya masih berpikir bahwa mereka sekamar seperti tahun-tahun sebelumnya.
Mulai sekarang, Lian ingin menciptakan batas yang sangat jelas antara dirinya dan kakaknya. Bukannya saling membantu seperti yang Yoongi katakan tadi, selama ini mereka hanya saling menyakiti satu sama lain.
Yang Lian inginkan bukan hanya rumah dan kehidupan baru, tapi hubungan baru dengan Yoongi. Untuk mewujudkannya, hal menyakitkan itu harus mulai dihentikan.
***
Yoongi sudah dua tahun lulus SMA, tapi belum memutuskan untuk kuliah. Alasannya adalah perpindahan tempat tinggal setiap tahunnya. Ibunya tidak mau membayar uang sewa kamar flat untuknya jika tinggal terpisah, dan hanya mau membiayai kuliahnya saja. Sementara Yoongi bukan tipikal pekerja keras yang bisa membagi waktu dengan baik antara belajar dan bekerja.
YOU ARE READING
Undefined [Re-Write]
FanfictionAda banyak hal yang terkadang tak dapat didefinisikan dengan kata-kata. Di antaranya adalah luka dan cinta. 1st: 11 Desember 2017
![Undefined [Re-Write]](https://img.wattpad.com/cover/127600603-64-k215146.jpg)