"Keadaan pack hous tidak aman, semua yang meninggalkan pack, aku dan Mama pergi ke kota, ke dunia manusia," balas Rora jujur.

Saat ini mereka berada di taman belakang pack hous. Nesya memang sengaja mengajak Rora kemari untuk menghibur Rora agar dia tidak berkeinginan pergi dari pack.

"Lalu bagaimana dengan kisah hidup?" Pertanyaan itu sontak membuat pandangan Nesya beralih kepada Rora.

Nesya terdiam. Apakah ia harus mengatakan bahwa ia hanya seorang Maid? Fano saja belum ia beri tahu. Apakah ia akan mengatakannya sekarang. 

"Tidak ada yang sepesial. Aku- aku hanya seorang Maid," jawab Nesya jujur. Ia mengalihkan pandangannya. Ia tak ingin melihat apa reaksi yang akan di berikan adik iparnya itu untuknya.

"Memangnya kenapa? Tidak salahkan?" balas Rora membuat ia menatap wanita itu tak percaya. Ia berpikir Rora akan menjauhinya atau bahakan meminta kakaknya untuk merejectnya.

"Rora!" Mendengar seseorang memanggilnya, Rora mengalihkan pandangan ke sumber suara.

"Mama!"

"Luna!"

Wanita paruh baya itu berjalan mendekat dan memeluk menantunya itu. Sudah lama ia tak melihat Rora. Setelah pernikahan ia dan suaminya pergi ke pack asalnya dulu.

"Bagaimana kabarmu dan calon cucu mama?" tanya Clara melepaskan pelukannya. Ia menatap menantunya itu dengan senyuman lebar.

"Ada apa? Apakah ada yang salah dengan apa yang mama ucapkan?" tanya wanita itu lagi melihat wajah Rora yang kelihatan kebingungan.

Rora memang sedikit terkejut mengetahui bahwa mama Devan sudah mengetahui semua itu. Siapa yang memberitaunya?

"Devan yang memberitahu Mama soal itu," ucap Clara seolah tau apa yang Rora pikirkan. "Semua baik-baik saja kan?"

Rora mengembangkan senyumannya dan menganggukkan kepala. Ia tak tau harus merasa senang atau sedih. Mama telah pulang. Ia tak mungkin akan meninggalkan pack sekarang.

"Dia,_" Clara menggantungkan ucapannya menyadari ada orang yang menurutnya asing disini.

"Ma, dia Nesya, mate kak Fano," ujar Rora mengetahui apa yang ditanyakan mamanya itu.

Nesya tersenyum canggung kepada Clara yang memberikannya senyuman hangat. "Kalau begitu, Luna, saya permisi."

"Eh, kau mau kemana. Aku ke mari ingin mengobrol dengan putriku. Karna Mama sudah mengaggap Fano seperti putra Mama sendiri jadi kamu juga putriku. Jadi kalian berdua, harus temani Mama minum tea."

*****

"Apa yang kau lakukan selama ayah tidak ada?" Pertanyaan itu langsung dilontarkan oleh Dave kepada putra sulungnya itu setelah istrinya pergi menemui menantunya.

"Seperti biasa, hanya mengurus dan menjaga keamanan pack," jawab Devan santai sembari menyeruput kopinya.

"Kamu kira Ayah tidak mengetahui jika kamu membawa wanita lain sampai-sampai matemu pergi." Mata Devan membulat  bagaimana Ayahnya bisa mengetahui semua itu?

"Ayah, itu hanya rencana untuk membongkar siapa saja penghianant dan mata-mata di pack ini," balas Devan jujur. Jika sudah seperti ini, Ayahnya itu tidak dapat lagi untuk ia bohongi.

"Kau harus tau Devan itu terlalu berbahaya. Jika Mamamu tau karena ulahmu matemu sampai pergi dari pack, dia tidak akan memaafkanmu. Kau sangat beruntung matemu telah kembali," tutur Dave kepada putranya yang bisa saja membuat istrinya itu murka.

"Mama belum tahu soal ini?" tanya Devan memastikan apa yang ia dengar dari ucapan sanga Ayah.

"Ya, Mamamu belum tahu soal ini. Hanya Ayah yang mengetahuinya. Ayah menyembunyikannya dari Mamamu." Devan bernapas lega, setidaknya ia tak menghancurkan keparcayaan yang Mamanya miliki.

"Dan kau tau? Jika Mamamu mengetahui itu, ia pasti akan langsung mengajak Ayah pulang saat itu juga untuk memberi pelajaran untukmu." Dave mengambil kopinya dan meminumnya.

"Jangan kau anggap Ayah mendukungmu. Ayah hanya yakin kau mempunyai alasan melakukan itu." Devan mengembangkan senyumnya, mendengar apa yang diucapkan Ayahnya. Begitu pun Ayahnya, ia juga ikut tersenyum.

Rasa hangat Devan rasakan dari sosok Ayah saat ini. Sangat jarang sekali ia dapat mengobrol santai dengan sang Ayah. Devan selalu dididik keras olehnya.

*****

Malam sudah larut, tapi Devan masih berada di ruangannya. Siang tadi ia tak membuka berkas-berkas karena menyambut Ayah dan Mamanya datang sekarang berkas itu tertumpuk di mejanya. Mungkin malam ini ia akan bekerja lembur untuk menyesaikan tugasnya.

Klekk...!!

Devan berdiri dari duduknya melihat siapa yang membuka pintu ruang kerjanya. Mamanya sedang berdiri disana dengan wajah yang tak mengenakkan.

Wanita paruh baya itu melangkah mendekati Devan. Membuat Devan menelan salivanya dengan susah payah. Entah apa yang membuat Mamanya menemuinya malam-malam seperti ini.

Plakk..!!

Sebuah tamparan mendarat tepat di pipi kanannya. Mamanya menamparnya? Untuk pertama kalinya Devan mendapatkan tamparan dari sang Mama.

Devan terdiam. Mulutnya terbungkam. Entah kesalahan apa sampai-sampai Mamanya memberikan tamparan untuknya. Apakah Mama sudah tau tentang itu? pikir Devan.

.

.

.

.

.

.
______________________________________

Maaf pendek...
Maaf juga soal yang tadi... 😅😁

Jangan lupa Vote dan Comment-nya.
TERIMA KASIH
❤❤❤❤❤❤

My Perfect Luna (COMPLETE)  Where stories live. Discover now