Bab 32 - Serangan

Mulai dari awal
                                    

"Carina! Jangan dengarkan! Ia hanya ingin memprovokasimu!" seru Hugo panik ketika Carina mulai menangis tanpa suara.

"Ada apa? Hey! Carina!" Alvis mengguncang-guncang bahunya khawatir.

"Mereka semua mati karenamu. Itu semua salahmu."

"Aaaaa!" Carina berteriak histeris mendengar suara itu, "Aku akan membunuhmu Rio! Aku pasti akan membunuhmu!"

Carina menggunakan kekuatan penuhnya untuk mendeteksi keberadaan Rio. Itu dia! Laki-laki itu berada di dalam sebuah mobil tepat tak jauh dari lokasi kekacauan yang diperbuatnya.

"Milo, lepaskan perisaimu." Ucap Carina dengan penuh kemarahan.

"Tidak Carina, sadarlah! Ia hanya ingin memprovokasimu dan membuatmu mendatanginya. Jangan gegabah!" bantah Milo tegas.

"Kalau kau tak mau melakukannya aku akan memaksamu melakukannya!" Carina memandang Milo tajam.

"Carina, apa yang dikatakan Milo benar. Jangan sampai..." ujar Shiro lembut sampai Carina memotongnya.

"Diam!" teriaknya kalap, "Aku tak butuh saran kalian! Milo buka! Kuperintahkan kau..."

Bukk!

Alvis memukul tengkuk Carina dan langsung menangkap tubuhnya yang akan terjatuh ke lantai akibat perbuatannya. Alvis sengaja membuat Carina tak sadarkan diri untuk menghentika gadis keras kepala itu.

Arvis memandang khawatir Carina. Ia ingat kejadian seperti ini pernah terjadi dulu... sesaat ia menculik Carina dari pulau dan bertemu Lessy. Saat itu, Carina melakukan perbuatan nekat seperti ini. Tak hanya itu, Carina juga pernah membuat keributan saat berada di markas Oracle dulu.

"Terima kasih, karena telah menghentikannya." Ujar Hugo lega.

"Kalian semua! Saling berpegangan tangan! Ini situasi darurat Kita harus pergi dari sini!" ujar Milo cepat, "Hugo, Shiro, Banshee! Aku membutuhkan kekuatan kalian."

Milo, Hugo, Shiro, dan Banshee menyatukan kekuatan mereka untuk membawa Carina dan yang lainnya pergi jauh dari tempat itu, agar Oracle tak mampu mengejar mereka.

"Ini dimana?" tanya Luke ketika menyadari mereka telah berpindah ke sebuah tempat asing yang sangat jauh. Luke ingat dengan jelas kalau tadi mereka berkumpul saat hari terang, dan sekarang mereka berpindah ke suatu tempat dengan zona yang berbeda.

Brukk!

Jessie jatuh terduduk seraya mengeluh, "Astaga! Itu tadi sangat menakutkan."Josh tersenyum lembut pada gadis itu lalu membantunya berdiri dengan tenang.

Jessy mengerutkan dahinya heran. "Kenapa sudah malam, bukankah tadi kita berkumpul untuk sarapan di hotel?"

"I-ni... Korea! Ini Seoul!" Gumam Jiho saat mengenali tulisan di salah satu toserba dengan tulisan khas Korea, Hangul.

"Milo, kau sengaja membawa kami kemari?" tanya Arvis penasaran.

"Tidak, aku tak bisa memilih lokasi saat menggunakan kekuatan itu, saat aku menggunakannya maka kekuatanku akan memilih acak lokasi tempat kita berpindah. Aku hanya berpikir kita harus pergi dari sana sejauh-jauhnya." Milo kembali merubah wujudnya menjadi kucing hitam.

"Pertama-tama, kita harus mencari tempat untuk beristirahat dulu." Ujar Alvis masih dengan menggendong tubuh Carina.

"Karena sudah terlanjur berada di Korea, ke rumahku saja. Alvis kau bisa memindahkan kami kan?" pinta Jiho cepat.

"Maaf, tapi... aku tak bisa menggunakan kekuatanku ke tempat yang belum pernah kukunjungi sebelumnya. Aku belum pernah ke Korea."

"Aku saja. Aku pernah mengawasi Rio yang saat itu menjadi mentormu di sini."Arvis menanggapi.

"Ah benar! Rio tahu rumahku! Bagaimana ini?!" seru Jiho tiba-tiba teringat.

"Tenang saja, aku yakin ia tak akan menyangka kalau kita akan kemari."Arvis menenangkan Jiho, lalu membuka portal menuju rumah Jiho.

"I-ini rumahmu? B-besar sekali." Komentar Luke kaget bahwa Jiho berasal dari keluarga berada, padahal cara berpakaiannya tak menunjukkan itu semua.

"Ayo." Ajaknya memimpin di depan lalu membuka pagar di hadapannya. Sesampai di depan pintu masuk ia langsung membunyikan bel, dan beberapa saat kemudian terdengar seseorang berseru kaget saat melihat Jiho lewat intercom.

Klak!

Pintu terbuka dan menampilkan seorang wanita dengan umur sekitar akhir empat puluhan terlihat kaget menatap ke arah mereka.

"Jiho-ya! Apa yang terjadi? Kau..." seru wanita itu dengan bahasa Korea yang hanya dimengerti oleh Jiho seorang.

"Ibu, bisakah biarkan kami masuk dulu?" pinta Jiho seraya melirik Carina yang berada di gendongan Alvis, "Temanku ada yang terluka."

Setelah Jiho bicara wanita itu langsung mempersilahkan mereka masuk.

"Dia bicara apa? Kau mengerti?" bisik Jessie pada Josh yang langsung menggeleng.

Begitu masuk Jiho langsung mengantarkan Alvis untuk segera membawa Carina ke sebuah kamar tamu, sementara meminta yang lainnya untuk menunggu di ruang tengah bersama ibu Jiho.

***

"Jiho, apa yang terjadi?" tanya ibunya saat anaknya kembali.

"Nanti akan kujelaskan semuanya." Jawab Jiho tersenyum lembut, agar ibunya tak cemas."Sekarang, biarkan aku perkenalkan teman-temanku di pulau."

Jiho lalu menggunakan sihir yang ia pelajari dari Milo yaitu membuat ibunya mengerti saat berkomunikasi dengan Alvis da yang lainnya.

"Jadi, mereka teman-teman penyihirmu?" Ibu Jiho mengangguk mengerti.

"Eh? Kenapa aku bisa mengerti apa yang ia katakan?" tanya Luke kaget.

"Berapa lama kau berada di pulau Luke? Kau tak tahu sihir sesimple itu?" cibir Jessie menatapnya aneh.

"Wah, jadi ini sihir ya!" seru ibu Jiho antusias, "Ibu jadi bisa mengerti apa yang teman-temanmu bicarakan!"

"Perkenalkan semuanya, ini ibuku." Jiho merangkul pundak ibunya dengan sayang, "Dan ibu, ini teman-temanku, mulai dari kiri itu Luke, Joshua, Jessie, Alvis, Arvis, dan yang pingsan tadi Carina."

"Jangan lupakan kami." Sahut Milo datar.

"EH! Ku-kucing itu bicara!" seru wanita itu dengan wajah kaget.

"I-iya ibu. Namanya Milo, dan burung kecil yang berada di bahuku ini adalah Hugo."

"Astaga... a-apa aku bermimpi?" Ibu Jiho menggeleng-geleng frustasi. "Kukira selama ini kau selalu berhalusinasi nak! Ternyata semua yang kau ceritakan pada kami itu nyata!"

"Kan aku sudah bilang, kalian saja yang selalu mengolok-olok dan tak percaya padaku." Sindir Jiho lelah.

"Yasudah, kalau begitu kalian bisa istirahat. Kalian bisa pakai kamar mana pun yang berada di lantai dua." Sambut ibu Jiho ramah, "Atau kalian lapar? Jiho, kau bisa minta bibi siapkan makanan..."

"Tidak usah bu, kami baru saja makan." Tolak Alvis sopan, mengingat mereka baru saja sarapan belum sampai satu jam yang lalu. "Kami istirahat saja."

***
14 April 2020

HOLDER : Elsewhere (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang