0.1

37.3K 8.4K 6.4K
                                    

Pagi ini, Taehyun berangkat kuliah seorang diri. Dengan lesu, ia menjalankan kursi rodanya menyusuri halaman universitasnya.

Banyak pasang mata yang mengarah padanya. Bukan tatapan ingin menyapa ataupun iba, mereka semua menatap Taehyun dengan tatapan jijik dan risih.

Dan Taehyun hanya bisa menghela nafasnya, sudah terbiasa dengan suasana kampus yang terasa seperti neraka baginya.

"Hhh, kira-kira Kai masuk gak ya?"

Taehyun tak pernah melupakan Kai ketika sampai, karena Kai selalu datang terlambat, bahkan memilih tidak masuk dengan alasan sakit.

Ternyata dugaannya benar. Ketika ia sampai di kelasnya, tidak ada Kai di dalam. Untuk yang ke sekian kalinya, ia mendapat tatapan tidak mengenakkan dari teman-temannya.

Ah, Taehyun sebenarnya tidak tahu mereka menganggapnya teman atau tidak.

"Wah, si ganteng tapi gak punya kaki udah dateng, nih!" Ujar salah satu temannya dengan lantang, membuat semua orang yang ada disana tertawa mengejek.

Ayo Taehyun, abaikan mereka. Kalau kamu membalas, mereka semua akan senang.

"Hei, udah gak punya kaki masa tuli juga, sih? Kasian banget, orang tua lo pasti malu," lanjut temannya itu, sebelum tertawa lagi.

"Ehh, lo lupa ya? Taehyun kan yatim piatu," sahut yang lain dengan sengaja.


GUBRAK!





Laki-laki tersebut terjungkal dari kursinya, ketika sebuah bola basket menghantam wajahnya. Sontak saja kehebohan terjadi, karena mengakibatkan laki-laki bernama Park Jisung tersebut mimisan.

"Makanya, punya mulut tuh dikontrol. Oh ya, rasa sakit di muka lo gak sebanding sama rasa sakit di hati Taehyun."

Entah sejak kapan Kai berdiri di belakang Taehyun, lebih tepatnya di ambang pintu dengan jaket yang disampirkan di pundaknya.

"Kenapa? Mau bales? Boleh aja sih, tapi nanti gue panggil Kak Yeonjun kesini."

Mereka semua takut, nyali mereka menciut. Siapa sih yang tidak kenal dengan Yeonjun, kakak tingkat yang galaknya luar biasa, apalagi dia anggota polisi.

"Awas lo, gue bakal bales apa yang lo lakuin ke gue hari ini," ancam Jisung sebelum dibawa temannya untuk diobati.

Kai mengedikkan pundak tak peduli, seraya menyingkir dari pintu untuk memberi jalan. Setelah itu, ia mendorong kursi roda Taehyun ke mejanya. Teman yang sangat baik.

"Makasih Kai, tapi lo gak perlu kayak gitu," kata Taehyun mengomeli.

Kai memutar bola matanya malas. "Mana sih Taehyun savage yang gue kenal? Ayo dong, jangan begini ah."

Entahlah, Taehyun tidak tahu kemana dirinya yang dulu pergi. Semenjak kejadian itu, sifatnya berubah. Tak hanya dirinya, Kai dan Yeonjun pun sama.

Yeonjun yang sekarang cenderung pendiam, galak─hanya di luar kosan saja, sih─dan tidak pernah suka kalau temannya diganggu, dia akan langsung bertindak, bukan memaafkan.

Kalau Kai, pemuda yang satu ini lebih berani mengekspresikan apa yang ada di pikiran dan hatinya. Dia tidak sependiam dan sepenakut dulu, sekarang dia lebih dewasa.

"Woi, kenapa bengong?"

Suara Kai membuyarkan lamunannya. Ia menghela nafas, lalu menggelengkan kepala.

"Gak apa-apa, cuma kangen Beomgyu dan Kak Soobin."

Kai bungkam, tak tahu harus membalas apa. Karena dia pun sama, dia rindu kedua temannya. Dia selalu memikirkan mereka saking rindunya.

Tak hanya itu, dia juga memikirkan telepon asing yang terus menelponnya, yang selalu mengatakan kalau hidupnya tidak akan pernah bahagia.


















































Yeonjun mendesah pelan, bingung harus kabur kemana menghindari para fansnya yang menunggu di parkiran.

Motornya ada disana, tapi para fansnya itu menunggu tepat di motornya, seolah-olah tahu kapan ia akan kesana untuk pulang.

Astaga, semua itu membuatnya pusing. Jujur saja, ia merindukan masa smanya, dimana orang yang menyukainya tidak barbar seperti sekarang.

"Aduh, masa gue ninggalin motor gue disana lagi? Udah tiga kali loh, masa bakal jadi yang keempat kali?"

Iya, Yeonjun pernah meninggalkan motornya di parkiran karena tak mau berurusan dengan fansnya itu. Dia sih masa bodo sebenarnya, uangnya banyak.

"Masa gue kurang galak, sih?" Tanyanya pada diri sendiri. "Gue kan gak mungkin ngebentak cewe, kasian mereka."

Yeonjun cemberut. "Bodo amat lah, gue mau pulang, males banget gue buang-buang uang buat naik taksi padahal motor ada."

Dengan raut wajah ditekuk ia berjalan menuju motornya. Hal itu membuat para wanita yang berada di sekitar motornya berbisik-bisik dengan mata berbinar.

Yeonjun berdeham sembari membenarkan jaketnya. Lalu berteriak dengan keras.

"SIAPAPUN YANG DEKETIN MOTOR KESAYANGAN GUE, ORANG ITU HARUS JALAN JONGKOK DARI SINI SAMPE GEDUNG FAKULTAS KEDOKTERAN."

"Dari Sabang sampai Merauke pun aku rela demi kamu, mas."

"Asalkan dibalas pake cinta, aku gak apa-apa."

Yeonjun kaget karena mereka benar-benar melakukan apa yang ia suruh. Hadeh, ini lah resiko orang ganteng, begitu pikirnya.

Beberapa saat kemudian, senyum puas terukir di bibirnya. Sambil melihat para fansnya berjalan jongkok menjauhi motornya, ia cekikikan lalu memakai helemnya.

Brum!

Langsung deh dia tancap gas menjauhi area parkir dan keluar dari kampus untuk pulang.

Haha, pintar sekali idenya. Ternyata ngerjain orang seru juga. Dasar Yeonjun.
















































"Jadi, dia kuliah disini, ya? Hmm, bagus deh kalo gitu."

The Phone 2 | TXT ✓Where stories live. Discover now