08. Menghitung Langkah

1.5K 199 46
                                    

Hujan malam itu membuat Lala menguap berulang kali. Badannya yang lelah makin ingin tidur hanya karena mendengar gemericik hujan yang menyejukkan. Dia merapikan catatan miliknya dan menyimpan dalam tas kerjanya. Lala melirik bocah di kasur yang masih fokus pada ponselnya. Berkali-kali Azizi memaki karena greget bermain game. Lala hanya keheranan, bisa-bisanya anak yang tahunya hanya bermain game itu mencoba menaruh perasaan padanya. Dia bahkan tidak tahu bagaimana kehidupan orang dewasa. Tapi beraninya..

"Ji, tidur udah malam." Lala berjalan mendekati ranjang sempit itu.

Azizi bangkit dan pindah ke kursi yang tadi diduduki Lala. Hanya bertukar tempat. "Bentar Kak Lala, bentar lagi kelar kok ini."

Lala cukup sebal karena diabaikan. Dia berdiri lalu merebut ponsel Azizi. "Anj- bentar lagi menang!" Azizi berseru tertahan.

"Ngomong apa tadi? Ulangi coba yang lengkap!" hardik Lala karena Azizi nyaris berucap kasar di depannya. Azizi langsung memukul mulutnya berkali-kali.

"Maaf Kak Lala, aku keceplosan. Tapi nggak ada maksud buat ngomong kasar sama Kak Lala."

Lala hendak menyimpan ponsel Azizi di laci meja kerjanya. Namun matanya menangkap teks yang belum dibuka. Ce Fio: Goodnight, makasih nontonnya tadi. Diakhiri emoji hati. Lala mengerutkan keningnya, berarti Azizi berbohong?

"Tadi lo pulang malam karena ngulik lagu apa keluyuran ngajakin cewek nonton film?!"

Azizi membeku di tempat. Setelah ketahuan ngomong kasar, kini ketahuan berbohong. Dia tidak menyisakan satu kesan baik di mata Lala sekarang.

"S-sebenarnya aku nonton karena diajakin Badrun. Tapi nontonnya ramai kok, Kak."

Lala melempar ponsel Azizi ke arahnya. "Tuh balesin dulu cewek lo, kasihan."

Kini Lala membaringkan tubuhnya lebih dulu menghadap dinding. Entah mengapa tiba-tiba alter ego Lala meninggi. Dia tidak suka Azizi berbohong padanya. Dan Lala ingin memastikan tidak ada kebohongan lain di esok hari.

Azizi mati gaya. Dia meringkuk di samping Lala. Kamar gelap itu terasa dingin di malam hujan seperti ini. Dia berharap kehangatan Lala bisa membuat tubuhnya tak lagi membeku. Namun Lala yang dingin karena sebuah teks pesan membuatnya makin menggigil. Diliriknya Lala yang memunggunginya, sepertinya telah tertidur. Azizi menaikkan selimut Lala hingga bahu, dia berbisik pelan, "Selamat tidur Kak Lala, maafin Azizi ya." Diakhiri belaian menenangkan di kepalanya.

--

Matahari sudah kembali pagi harinya. Usai menunaikan Subuh, Azizi bergegas untuk pulang ke rumahnya. Lala sudah tak marah padanya, meskipun masih malas berbasa-basi. Ketika Azizi pulang ke rumah, dia berpapasan dengan Dokter Jinan.

"Darimana Ji?" sapanya sok ramah. Begitu persepsi Azizi.

"Dari kost Kak Lala," balasnya pendek.

Dokter Jinan tersenyum mendengar nama Lala disebut. "Udah bangun Lala-nya? Dokter mau ajakin Lala jalan-jalan pagi nih." Entah apa motivasinya, namun Azizi geram dengan penjelasan tanpa ditanya itu.

"Kak Lala lagi sakit kakinya. Nggak bisa jalan, dokter."

Raut wajah Dokter Jinan berubah khawatir. "Wah, dokter harus kesana secepatnya. Makasih informasinya ya Ji."

Azizi yang sadar salah langkah langsung menahan tangan Dokter Jinan. "Tunggu Dok, katanya Kak Lala nanti sembuh sendiri. Cuma lagi nggak bisa diajak jalan aja. Gara-gara salah posisi tidur."

Sebenarnya itu menggelikan. Biasanya orang salah posisi tidur akan sakit bagian leher atau lengan. Ini malah kaki. Alibi Azizi memang benar-benar bocah—tidak matang sama sekali.

Anak Kemarin SoreWhere stories live. Discover now