Chapter 1

13 3 0
                                    

Suasana kelas sepi. Suara lebah yang biasa terdengar dari anak-anak mulai menghilang. Langkah kaki mereka tak beraturan, beberapa pergi bermain bola, sedangkan sebagian besar lain pergi ke kantin. Jam makan siang telah tiba.

Aku menatap punggung gadis berambut panjang di depanku. Namanya Nara. 

Entah kepalanya terbentur apa pagi ini, ia masih berada di kelas, mengerjakan sesuatu. Padahal biasanya, gadis itu paling bersemangat untuk keluar kelas setiap bel istirahat berbunyi.

Tak lama, pintu kelas terbuka disusul oleh suara khas lelaki yang sudah 8 bulan ini menjalin hubungan bersamaku,

"Kim Nara! Lihat, ibuku membuatkanmu telur gulung!"

Jungkook datang menghampiri bangku Nara sambil memberikan kotak bekal berwarna maroon, warna kesukaannya.

"Oh, terima kasih. Sampaikan salam pada ibu, ya!" ucap Nara dengan manisnya dan dibalas usapan pada kepala oleh Jungkook.

Tak kuat, aku menundukkan wajahku. Jungkook sama sekali tak menghiraukan keberadaanku yang masih duduk mematung 2 meter di belakang Nara. Mungkin matanya rusak.

Ketika Jungkook akan meninggalkan ruangan, aku memanggilnya.

"Ya, Choi Jungkook!"

Dia memutarkan badan dengan gemasnya ke arahku.

Matanya melebar ketika ia melihatku.

"Oh, Jira! Maaf aku tidak melihatmu."

"Tentu saja, kau kan buta."

Nara terkekeh dari kursinya dan Jungkook menggaruk belakang kepalanya sembari mendekatiku.

Aku menyerahkan kotak bekal kepada Jungkook.

"Hasil percobaanku tadi pagi."

Dengan wajah sumringah Jungkook menerimanya. Matanya membesar dan bibirnya membulat. Lucu sekali.

"Jira! Kau yang terbaik!"

Jungkook membuka kotak bekal tersebut di hadapanku. Nara masih mengawasi dari depan.

"Udang! Nara, kau 'kan suka udang!" teriaknya lagi seperti anak TK mendapatkan balon gratis dari karnaval.

Senyumku masih tetap kupertahankan. Tak memungkiri bahwa ucapan Jungkook sedikit menggores hatiku. Menandakan dia mengenal Nara lebih dari siapapun. Dia peduli pada Nara. Apakah dia menyukai Nara? Aku pun tak dapat jawaban.

"Benarkah? Ya ampun, terlihat lezat!" balas Nara dengan wajah yang tidak kalah girang.

"Nara suka udang?" Nara menganggukkan kepalanya menjawab pertanyaanku.

"Sini Nara, kita makan bertiga dengan Jira."

Jungkook menarik kursi untuk duduk di sampingku, sedangkan Nara memutar bangku di depanku.

Aku tidak lagi heran. Jungkook selalu seperti ini. Mengatakan dirinya mencintaiku, akan tetapi tetap menjadikan Nara nomor satu. Selalu begitu.

--

Nara dan Jungkook sudah berteman sejak sekolah dasar. Kedua orang tua Nara seringkali terlibat perkelahian hebat yang membuat Nara kecil harus ditampung oleh orang tua Jungkook yang tepat berada di sebelah rumah Nara.

"Bahkan aku pernah tidur berdua dengan Nara ketika masih sekolah dasar dulu. Dia sering menangis dalam mimpinya."

Saat ini aku dan Jungkook sedang berada di gazebo halaman rumahku. Menghadap pada gemerlap bintang di langit. Cuacanya sangat cerah, bintang terlihat jelas. Angin senantiasa menerbangkan rambut sebahuku. Kata Jungkook, seorang gadis akan terlihat lebih cantik ketika angin menerbangkan rambutnya.

Tanganku tak henti mengusap kepalanya yang berada di atas pahaku. Rambut Jungkook sudah panjang. Aku khawatir dia akan terkena masalah di sekolah.

"Nara, seperti adik kecil untukku. Harus kulindungi dari segala monster dunia."

Jungkook lanjut bercerita, membayangkan dirinya sebagai superhero dan mengambil pedang dari pinggangnya. Matanya memejam.

"Ketika monster itu datang, aku akan menusuk perutnya seperti ini."

"Tidak akan kena, monsternya terlalu hebat"

"Kalau begitu, aku akan mengambil meriam raksasa yang kusimpan di rumahmu." Matanya masih tetap memejam sembari tangan dan kakinya bergerak-berak.

"Tidak bisa, rumahku sudah kukunci dengan sangat rapat."

"Kalau begitu aku akan membuat ribuan duplikat kunci rumahmu agar aku mudah keluar masuk mengambil meriamnya."

"Monsternya akan terlebih dahulu menyerang Nara! Rumahku 'kan jauh dari rumahmu dan Nara, Jungkook!"

Jungkook berdecak sebal sambil membuka matanya.

"Bisa tidak sih membantu rencanaku. Katanya cinta!"

Aku tak bisa menahan tawaku. Ya ampun, Jungkook terlalu menggemaskan!

Aku mencubit kedua pipinya yang tembam.

Jungkook ikut tertawa.

Aku bahagia bersamanya. Jungkook adalah kisah masa SMA-ku yang terindah. Jungkook bisa menjadi seorang kakak yang memarahiku ketika aku tidak belajar. Namun, ia juga bisa menjadi adik yang sangat menggemaskan. Contohnya di saat-saat seperti ini.

Aku dan Jungkook sering belajar bersama. Untuk masalah tempat, sangat fleksibel. Terkadang aku ke rumahnya, atau dia ke rumahku. Jika kami bosan, kami akan pergi ke kafe.

--

Jungkook bersiap pulang dari rumahku setelah makan malam bersama Mama dan Papa. Seperti biasa, aku akan mengantarnya sampai depan rumah.

"Kook-ah, besok malam, jadi menonton film?"

"Tentu! Besok hari Jum'at. Kita harus bersenang-senang. Aku sudah memesan tiketnya,"

Aku tersenyum.

"Baiklah, hati-hati ya!" Jungkook mengangguk dan maju selangkah untuk memelukku.

Ah, pelukan ini.

Aku tidak tahu sampai kapan aku bisa berada di pelukan ini.

"Aku pulang ya,"

Jungkook naik ke motornya. Perlahan, punggungnya menghilang di persimpangan jalan.

Aku menghela nafas panjang.

Berbagai macam pemikiran berlalu lalang di kepalaku.

Akankah aku bertahan dengan Jungkook?

Jungkook mencintaiku sebesar aku mencintainya, 'kan?

Apakah sampai akhir dia akan tetap menuju ke arahku?


Heiyo what's up :) Hehe

Selamat datang di ceritaku ya!

Aku sayang kalian

His BestfriendDär berättelser lever. Upptäck nu