32. Hampir berpaling

Start from the beginning
                                    

David terkekeh pelan, ia mengacak rambutnya. "Ya ... biasanya penulis itu kata-katanya suka bijak."

"Papa gue pengusaha, tapi waktu SMA Papa suka baca hasil karya penulis-penulis terkenal." Naza tersenyum kecil saat mengingat moment bersama Papanya. "Papa juga suka nulis puisi, terus puisinya sering di tempelin di dinding kamar gue. Selain itu, Papa punya suara bagus, buktinya gue selalu berhasil lewatin mimpi buruk gue tiap kali di nyanyiin Papa. Dan Papa itu ... hebat..." ucap Naza panjang lebar, tanpa sadar telah mencurahkan isi hatinya.

"Kak David?" Naza mengerjap kaget saat sebuah kepala tiba-tiba bersandar pada pundaknya. "Kak David ini bahu gue, minggir." ucapnya dan berusaha mengangkat kepala David agar menjauh dari bahunya.

"Hm... bentar aja, gue capek bangett... "

Naza menurunkan tangannya, jadi tidak tega mendengar suara serak dan melihat mata sayu lelaki itu. Pada akhirnya, ia mengalah dan membiarkan David untuk tidur nyenyak di bahunya yang biasanya hanya untuk sandaran Rily, kini juga menjadi sandaran orang asing.

Sebenarnya, Naza sedang pura-pura tidak peduli dan pura-pura tidak tahu, apa arti dari debaran yang menggebu-gebu di dadanya saat ia memperhatikan dengan lekat dan lamat wajah tampan David yang sedang terpejam.

Dan perlahan matanya mulai terpejam, hingga kini ikut tertidur dengan kepala menyandar pada kursi busway.

***

Perlahan pejaman mata David terbuka, ia menegakkan kepala sembari mengumpulkan nyawa. Dan saat merasakan tubuh seseorang yang oleng, dengan sigap David menangkap tubuh Naza yang hampir terantuk dengan kursi busway di depan mereka, karena pengemudi busway tiba-tiba mengerem mendadak.

David terkekeh, dan memundurkan pelan-pelan tubuh Naza untuk kembali menyandar pada kursi yang di dudukinya. Ia merangkul bahu gadis itu dan menangkup sisi bagian kanan kepala Naza agar bisa tidur nyaman dan terjaga.

"Dia ikut ketiduran?" tanya David sembari memandang wajah Naza. Ia terkekeh, teringat bagaimana wajah kesal gadis itu saat kepala David menyandar pada bahunya.

Busway berhenti di halte ke dua, namun Naza belum terbangun dari tidurnya. Busway kembali berjalan hingga halte ke empat, dan busway yang mereka naiki kini berjalan menuju halte kelima, halte terakhir.

David menepuk-nepuk pelan pipi Naza, sebenarnya tidak tega membangunkan gadis itu dari lelapnya.

"Naza, bangun... " ucap David penuh kelembutan, lengan tangan kanannya sudah kebas karena dijadikan sandaran kepala Rily, lalu jemarinya mengusap-ngusap lembut bagian sisi kepala kanan gadis itu. "Naza ... bangun ..."

Naza mengerjap beberapa kali, lalu menguap kecil dan perlahan kelopak matanya terbuka. "Hm..." Naza hampir saja kembali memejamkan mata, namun suara seseorang yang begitu dekat dengan telinganya membuatnya terbangun begitu saja dan sadar sepenuhnya.

"Ini udah halte ke lima, jangan tidur lagi." tegur David, dan tersenyum tipis melihat Naza terbangun.

Naza menegakkan badan dan kepalanya, ia memiringkan wajah. "Kak David?" ia membelalak kaget dengan wajah khas bangun tidur.

"Lo ketiduran," David menarik tangannya dari belakang tubuh Naza. "Kita bakalan turun di halte kelima."

"HA?!" Naza menatap sekeliling busway yang hanya tersisa mereka berdua. Ia menatap keluar jendela, langit sudah berwarna jingga dan matahari mulai terbenam. "Maaf banget kak, astaga ... Gue nggak tahu kalau kak David ikut ke sasar sampai sejauh ini."

"Gue memang berhenti disini." ucap David, dan busway sampai lalu berhenti di halte kelima. Mereka berdua turun, dan kini berjalan beriringan di trotoar depan halte.

Naza menunduk, ia ikut melangkah-kan kaki mengikuti David memasuki simpang kompleks itu. "Maksud kak David? Kok kak David ikut berhenti disini?"

David menoleh pada gadis sebahu di sampingnya. "Gue juga tinggal disini Naza, kita satu kompleks."

"SERIUS?!"

"Itu kaget atau nanya? Ngegas amat." canda David membuat Naza terkekeh malu.

"Gue kira lo nggak komplek sini kak, gak nyangka aja gitu loh. Kan dari sini ke sekolah jauh banget," Naza mengayun-ngayunkan kaki.

Mereka berbelok ke blok B kompleks, tidak sadar sudah berjalan cukup jauh. "Gue jarang di rumah, cuma pulang sesekali aja. Biasanya gue tinggal di kosan, tapi hari ini pulang kerumah. Lo sendiri?"

"Hm?" Naza mendongak, menatap David disampingnya. "Gue juga jarang tinggal dirumah ... " ia menghela napas panjang. "Biasanya nginap dirumah Ril----eh, temen."

David menaikkan sebelah alisnya, ia mengangguk mendengarkan. "Tuh, rumah lo."

Naza tersenyum manis. "Rumah kak David dimana?"

"Rahasia." jawab David jahil. "Sana masuk."

Naza mencebik, walau akhirnya menurut dan membuka kunci pagar tinggi di hadapannya.

"Naza," panggil David saat Naza hendak melangkah masuk melewati pagar.

Naza menoleh. "Ya?"

"Makasih," ucap David dan tersenyum hangat serta menawan.

"Buat?"

"Bahunya," David menunjuk bahu kiri Naza. "Nyaman banget," ucapnya santai, tidak memikirkan bagaimana perasaan Naza saat ini.

"Oh ... " Naza diam sebentar. "Kak David, makasih juga ya."

David menaikkan kedua alisnya. "Buat?"

"Lengannya, kekar banget."

Mereke berdua kini sama-sama tertawa atas pujian yang mereka lontarkan masing-masing.

"Masuk gih,"

Naza mengangguk, ia menurut dan melanjutkan langkah melewati pagar rumah dan kembali mengunci pagar itu. Ia menatap David lewat celah-celah pagar.

"Gue pergi dulu, bye..."

"Dadah kak David! Hati-hati di jalan ya ... "

David mengangguk dan menoleh sekali lagi untuk menatap senyum ceria Naza. Lalu kembali melanjutkan langkah dengan senyum yang mulai memudar.

Mungkin ini bukan cara yang baik untuk melampiaskan kecemburaannya. Tetapi bersama Naza cukup menyenangkan, ia bisa melupakan sejenak isi dari snapgram Raka yang memposting selca Raka dan Rily di pantai.

Di balik pagar, saat punggung David sudah tidak terlihat lagi. Naza membalilkan tubuh, dan berjalan menuju rumahnya. Perlahan bahunya menurun, ia menunduk lesu dengan tangan yang menggenggam erat tali tasnya.

Ia sangat menyukai Raka, selama ini Naza mencoba bersembunyi di balik candaannya. Karena dia benar-benar mengagumi sosok Raka Savian Altezza. Namun saat tahu isi snapgram Raka yang mematahkan hatinya, entah mengapa ada rasa kecewa yang menggrogoti dadanya.

Apakah jika Rily tahu bahwa Naza dan David menghabiskan waktu bersama walau hanya secara kebetulan, Rily akan merasakan hal yang sama seperti Naza?

Naza menghela napas, semoga saja Rily tidak tahu.

Dan jangan sampai tahu.

Bahwa perasaan Naza nyaris berpaling ke sosok lelaki tampan. Dan pastinya bukan lelaki bernama Raka Savian Altezza.


You Hurt Me!Where stories live. Discover now