21. Benarkah Hadits Shahih Belum Tentu Bisa Dipakai?

23 1 0
                                    

Benarkah Hadits Shahih Belum Tentu Bisa Dipakai?

Sun 10 August 2014
Pertanyaan : 

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ustadz yang dirahmati Allah SWT.

Perkenankan saya bertanya terkait masalah ilmu hadits. Selama ini yang saya tahu, bila suatu hadits sudah berstatus shahih, maka kita wajib menjalankan isinya. Lain halnya bila statusnya dhaif atau maudhu', tentu kita wajib meninggalkannya.

Tetapi kemarin saya diajak diskusi panjang oleh salah seorang ustadz. Intinya beliau mengatakan bahwa meskipun suatu hadits sudah shahih, belum tentu bisa langsung dipakai sebagai dalil hukum agama.

Saya agak ragu, kira-kira apa yang disampaikan beliau itu benar atau tidak ya? Mohon penjelasan ustadz dan saya ucapkan terima kasih sebelumnya.

Wassalam

Jawaban : 

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Banyak orang mengira bahwa apabila suatu hadits sudah dipastikan keshahihannnya, maka langsung bisa ditarik kesimpulan hukumnya sesuai dengan zahir teks yang dipahami pertama kali.

Dan tidak sedikit orang yang keliru memahami para ulama mazhab yang berkata bahwa apabila suatu hadits itu shahih maka itu menjadi mazhabku.

Seolah-olah tidak dibutuhkan lagi ijtihad dan istimbath hukum, karena sudah ada dua kitab shahih, yaitu Shahih Bukhari dan Shahih Muslim.

Seolah-olah kedua kitab shahih itu sudah menyelesaikan semua masalah dan tidak dibutuhkan lagi kajian yang mendalam tentang hukum-hukum syariah.

Padahal masalahnya tidak sesederhana itu. Masih ada banyak hal yang harus dipastikan terlebih dahulu, antara lain misalnya :

1. Tidak Ada Ta'arudh

Ta'arudh artinya bertentangan, maksudnya isi suatu hadits kadang bertentangan tegak lurus dengan isi hadits lainnya, padahal sama-sama shahihnya. Hal ini bukan tidak mungkin, bahkan justru seringkali terjadi.

Dan ternyata ta'arudh bainal adillah (pertentangan antara dalil) bukan hanya terjadi dengan sesama hadits, bahkan ayat Al-Quran yang satu dengan yang lain seringkali terasa bertentangan isinya.

Kalau kita perhatikan, ada beberapa ayat Al-Quran yang secara zahir saling bertentangan. Misalnya ayat berikut ini yang berbicara tentang hukum menjual khamar sebagai rezeki yang baik.

وَمِن ثَمَرَاتِ النَّخِيلِ وَالأَعْنَابِ تَتَّخِذُونَ مِنْهُ سَكَرًا وَرِزْقًا حَسَنًا

Dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minimuman yang memabukkan dan rezki yang baik. (QS. An-Nahl : 67)

Sementara di ayat lain Allah SWT tegas mengharamkan khamar dan dikatakan perbuatan setan.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَنصَابُ وَالأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, berjudi, berhala, mengundi nasib dengan panah , adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.(QS. Al-Maidah : 90)

Oleh karena itu dibutuhkan proses panjang untuk menarik kesimpulan hukum, tidak cukup hanya baca satu hadits lantas kita bilang bahwa hukum suatu masalah adalah begitu dan begitu, semata-mata berdasarkan satu hadits saja.

مختصر لمادة؛ علوم الحديث | Ringkasan Pembahasan Ilmu Hadist ✓Where stories live. Discover now